Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi dan Kritik Seniman di Art|Jog|8

1 Juli 2015   14:36 Diperbarui: 1 Juli 2015   14:36 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Pengunjung ArtJog di depan instalasi utama " ][/caption]

Bulan-bulan ini Jogja seolah memasuki masa panen acara kesenian. Beragam pertunjukan, pameran, diskusi, dan kegiatan yang berhubungan dengan kesenian lainnya mulai meramaikan kantong-kantong seni di Jogja. Salah satu diantaranya adalah Art|Jog|8 yang telah selesai dihelat sejak 6 Juni hingga 28 Juni 2015.

Artjog ke-8 kali ini mengusung tema Infinity in Flux. Kurator dan penyelenggara Art Jog memilih tema ini dan mengundang seniman untuk menghasilkan dan menampilkan karya-karya interaktif yang melibatkan berbagai bahan, tema, dan indra.

Mengenai tema ini, Kurator Art Jog, Bambang “Toko” Witjaksono menuturkan bahwa angka ‘8’ adalah bilangan bulat berupa garis tak terputus dalam sebuah rangkaian yang tak terhingga, sebuah refleksi aliran dan keabadian yang menjadi inspirasi Art|Jog tahun ini. Figur ini mewakili jalinan abadi tak terputus yang membawa kita kepada Fluxus, gerakan artistik yang berawal pada 1960-an. Fluxus adalah jaringan internasional yang terdiri dari seniman, komposer, dan desainer yang menggabungkan beragam media dan disiplin artistik. Sebuah gerakan anti seni yang menghilangkan batas antara penonton dan karya. Beberapa seniman ternama Fluxus diantaranya Yoko Ono, George Maciunas, John Cage, Christo dan George Brecht.

Sekitar 87 seniman dari berbagai negara ikut berkontribusi dalam event yang digelar di Hall Taman Budaya Yogyakarta ini. Mereka mempersembahkan 103 karya-karya seni terbaiknya dalam berbagai wujud kreativitas. 

[caption caption="Salah satu karya mirip odong-odong yang ditampilkan di Artjog 8" ]

[/caption]

[caption caption="Instalasi berjudul 'Gelombang Dewa-Dewi' ini secara otomatis mengeluarkan bunyi yang beraturan " ]

[/caption]

Bagi saya, Artjog bukanlah event sembarangan. Artjog telah menjadi salah satu barometer pameran seni di Indonesia. Dan selalu saja, Artjog memberikan berbagai ‘sentilan’ melalui beragam karya seni. Tak sedikit pula kritik-kritik tajam diluapkan atas fenomena yang muncul di masyarakat.

Artjog seolah menanggapi jaman. Beberapa istilah seperti selfie, dan potret lifestyle lainnya disuguhkan melalui beragam instalasi.

[caption caption="Manusia yang keras kepala sampai harus diingatkan oleh burung yang hinggap di kepalanya " ]

[/caption]

[caption caption="Membangun ketahanan pangan, sebuah karya Eddi Prabandono yang mengajak untuk berswasembada " ]

[/caption]

Instalasi yang disuguhkan dalam Artjog juga sering mengundang pertanyaan, hidup seperti apa yang sedang kita hadapi? Atau tujuan hidup seperti apa yang kita cari?

Berbagai pertanyaan mendasar tentang hidup dan kehidupan yang ada di sekitar kita seolah ditemukan oleh para seniman yang telah melakukan pencarian melalui jalan sunyi mereka.  

Artjog kali ini telah rampung. Instalasi yang disajikan segera dibongkar dan disalurkan kepada para penikmat karya seni yang telah menyepakati nilai ekonomi tiap kreasi. 

Semoga Artjog ke-9 lebih menawan! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun