[caption id="attachment_360933" align="aligncenter" width="425" caption="SCM Summit 2015 (scmsummit.co.id)"][/caption]
Selasa (14/04/2015), pada sore yang mendung, saya masih menyelesaikan sebuah tulisan. Tiba-tiba telepon genggam di atas meja berdering, rupanya nomor dengan kode area dari Jakarta yang menghubungi saya. Dari suara yang terdengar di ujung telepon, saya diundang untuk hadir di SCM Summit yang digelar sampai dengan 16 April 2015.
Karena saya menyanggupi untuk hadir, maka konsekuensinya saya harus segera melaju menuju stasiun dan berburu tiket kereta api untuk ke Jakarta. Nasib baik masih berpihak pada saya, tiket dari Jogja menuju Jakarta masih tersedia.
Sepulang dari stasiun, saya segera bergegas untuk menyiapkan apa saja yang akan dibawa. Di luar sana hujan turun dengan derasnya. Hingga pukul 17.30, hujan yang mengguyur Jogja tak kunjung reda, padahal kereta akan berangkat sekitar pukul 18.00. Dengan segala tekad, akhirnya saya menerobos hujan dan tiba di stasiun tugu dengan selamat.
[caption id="" align="aligncenter" width="622" caption="Stasiun Tugu Yogyakarta setelah diguyur hujan lebat (dok. pribadi)"][/caption]
*
Saya masih tidak mengira bahwa orang desa seperti saya diundang untuk hadir di acara SCM summit, Â acara tahunan yang mempertemukan para stakholders supply chain management dalam industri hulu migas.
Dalam bayangan saya, event yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Kemaritiman ini bukanlah acara sembarangan. Apalagi kegiatan yang diselenggarakan di pusat kota Jakarta ini bertujuan sebagai forum komunikasi para profesional pengelola rantai suplai hulu migas Indonesia, pejabat pemerintah dan pemimpin bisnis di Indonesia untuk diskusi dan berbagi tentang isu-isu bisnis terkini dan tantangan dalam industri, serta regulasi, pendekatan inovatif dan perubahan paradigma pengelolaan rantai suplai.
Saat menilik daftar acara dan pemateri, sekilas saya simpulkan event ini adalah acara kelas dunia. Bermacam ahli dan praktisi hadir di sini, mulai dari para petinggi perusahaan migas dunia seperti British Petroleum, Petronas, Pertamina, para pejabat pembuat kebijakan di SKK Migas, Kementerian ESDM, KPPU, hingga para akademisi dari berbagai kampus mumpuni.
Namun yang menarik, saya justru menemui beberapa hal yang berbau "desa" saat datang ke acara kelas dunia ini. Keterkejutan saya dimulai saat melihat laporan tentang bagaimana perkembangan TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) khususnya tentang tenaga kerja nasional yang dilaporkan oleh SKK Migas.
SKK Migas rupanya telah mendorong sepenuhnya agar penggunaan komponen dalam negeri (baik berupa barang maupun jasa) dalam industri hulu migas. Artinya, jika dulu industri hulu migas identik dilakukan oleh orang-orang bule, maka sekarang kesempatan bagi para putera daerah sangat terbuka lebar untuk ikut ambil bagian. Para putera daerah ini, meskipun tinggal di desa-desa kecil, memiliki kesempatan yang sama dengan mereka yang tinggal di kota.
Contoh nyata yang saya jumpai adalah saat saya bertemu dengan salah seorang punggawa SKK Migas yang kebetulan duduk semeja dengan saya. Beliau sudah 30-an tahun berkecimpung di industri hulu migas. Saat saya tanya dari mana asalnya, ternyata beliau dengan bangga menjawab bahwa beliau adalah anak desa dari sebuah kabupaten kecil di Sumatera. Karena kerja keras dan kecerdasannya, beliau lolos berbagai seleksi hingga bisa berkarya di industri hulu migas hingga kini.
Sebagai catatan, sampai saat ini  dalam hal gaji dan benefit yang diberikan kepada tenaga kerja asal Indonesia memiliki persentase yang lebih besar dibanding dengan yang diberikan kepada tenaga kerja asing. Mereka yang sering disebut sebagai Tenaga Kerja Nasional (TKN) ini juga diikutsertakan dalam berbagai pelatihan atau capacity building. Sampai dengan 2014, pelatihan bagi TKN meningkat 119 persen dibanding periode 2013.
[caption id="attachment_360935" align="aligncenter" width="576" caption="Tenaga Kerja Nasional dalam industri hulu migas Indonesia (SKK Migas)"]
Simak reportase seputar SCM Summit 2015 lainnya:
Komitmen SKK Migas Menjaga Komponen Lokal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H