[caption id="attachment_281962" align="aligncenter" width="600" caption="Pelaksanaan UN di Kepulauan Karas, Fakfak, Papua Barat"][/caption]
Tak bosan-bosannya saya bercerita tentang pengalaman yang saya alami sendiri saat menjadi guru di SDN Tarak, Fakfak, Papua Barat. Karena selama setahun saya bertugas, banyak sekali kejadian yang unik yang tak mudah dilupakan, dan hampir semua kegiatan saya dokumentasikan.
Dulu saya pernah menulis tentang Ujian Nasional (UN)Â di sini. Tapi berhubung baru kali ini Kompasiana menantang dengan topik pilihan UN SD DIHAPUS, maka saya kira ini waktu yang tepat untuk kembali mengurai kata-kata seputar UN di Kepulauan Karas, Fakfak, Papua Barat.
Di Distrik (Kecamatan) Karas, ada 6 SD yang tersebar di 4 pulau yang dihuni penduduk. Berbeda dengan daerah-daerah di Jawa, pelaksanaan UN terpusat di SDN Karas yang letaknya di pusat distrik. Dan kelima SD lainnya, harus menyeberang ke SDN Karas tersebut untuk mengikuti UN.
Saat itu saya ditugaskan di salah satu dari kelima SD tersebut, SDN Tarak namanya. Jadilah saya menjadi saksi, bahwa untuk mengikuti UN, anak-anak harus menyeberang sekitar 1 jam perjalanan laut.
Kenyataan yang kusaksikan, ternyata bukan hanya anak-anak saja yang menyeberang untuk mengikuti UN, orang tua dan keluarganya juga ikut menyeberang, menemani anak-anak. Alhasil, saat itu ada 4 rombongan perahu longboat menyeberang ke pusat distrik, sekitar 50 orang lebih mengantar anak-anak.
Kenyataan lainnya, yang menaiki perahu bukan hanya manusia, tapi juga barang-barang beranekarupa; kayu bakar, panci, penggorengan, pisang, ikan, dll.
[caption id="attachment_281954" align="aligncenter" width="583" caption="UN datang, kamipun menyeberang"]
Barang-barang segera diturunkan dari longboat dan langsung dieksekusi oleh mace-mace (ibu-ibu), merekalah yang menyiapkan makanan untuk keluarga selama pelaksanaan UN.
[caption id="attachment_281958" align="aligncenter" width="608" caption="Menurunkan barang-barang dari longboat ke rumah panggung"]
Mace-mace juga membuat kue dan aneka masakan untuk para guru yang menjadi panitia dan pengawas ujian di sekolah.
"Bapa guru, kitorang pu adat begitu sudah - Pak guru, adat kita memang begitu", itulah jawaban saat kutanya tentang penyediaan makanan untuk guru saat pelaksanaan UN.
"Karena guru, kitorang bisa baca, tulis-tulis, dan hitung. Kalau guru tarada, dokter, bupati, pegawai, sampai presiden juga tarada!", kata Bapak Sulaiman, salah satu tetua adat Kampung Tarak.
[caption id="attachment_281960" align="aligncenter" width="533" caption="Ini dia mace-mace yang sepenuh hati menyediakan makanan"]
Pak Didik, yang menjabat sebagai ketua gugus Karas, sebenarnya menghimbau agar orang tua tidak usah menyediakan makanan untuk guru selama UN. Para guru juga merasa pengeluaran orang tua sudah banyak, kasihan kalau ada acara menyajikan makanan juga.
Namun himbauan tersebut tak hiraukan, dorang bilang ini su jadi adat untuk menghormati jasa para guru yang membimbing anak-anak selama 6 tahun. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih sebelum anak-anak selesai bersekolah di SD.
[caption id="attachment_281961" align="aligncenter" width="600" caption="Jamuan makan setiap selesai ujian "]
Sebelum pelaksanaan UN, orang tua juga akan membelikan seragam, topi, dasi, sepatu, dan segala perlengkapan sekolah yang baru untuk anak-anak yang mau ujian. Katanya biar terlihat ganteng dan cantik :D Dengan naiknya kepercayaan diri, semoga naik pula prestasi.
Aneh juga, sudah mau lulus, baru dibelikan seragam :D Tapi ya sudahlah.
[caption id="attachment_281957" align="aligncenter" width="598" caption="Seragam kita baru, Bapa Guru!"]
Salah satu muridku, Ruslan, kena blunder. Seragam barunya asal digantung di dalam kamar di rumah panggung. Saat itu genset Distrik Karas hanya menyala sampai jam 23.00, setelahnya cahaya digantikan oleh pelita. Ternyata, pelita menyala tepat di bawah seragam Ruslan. Keesokan harinya, baju baru Ruslan coreng-coreng hitam, gara-gara asap pelita :D
Jadi, orang tua se-Distrik Karas bukan hanya memikirkan pengeluaran untuk pensil  dan penghapus baru sebelum UN. UN datang, berarti pengeluaran keluarga juga membesar; untuk seragam, makanan, BBM, uang jajan, dan sebagainya. Maka ketika ada kabar tahun ajaran depan UN akan dihapuskan, saya sangat senang!!! Karena jelas-jelas pengeluaran orang tua di Karas berkurang!
Dan yang paling penting, tidak ada UN berarti tak perlu cemas tentang keselamatan saat anak-anak dan keluarganya saat menyeberang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H