Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Borobudur, Perpustakaan Bangsa yang Belum Selesai Dibaca

26 Mei 2014   19:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_308552" align="aligncenter" width="576" caption="Candi Borobudur, ibarat perpustakaan yang menyimpan banyak buku besar (dok. pribadi)"][/caption]

“Semua anak Indonesia merasa tahu apa itu Borobudur. Tapi sesungguhnya Borobudur mengajari kita bahwa jauh lebih banyak yang tidak kita ketahui tentang dia daripada yang kita ketahui”, begitu kata Marja dalam novel Lalita karya Ayu Utami, mengutip kalimat John Miksic (2000).

Sampai saat ini saya seolah terus saja tertarik membahas Candi Borobudur, monumen yang lebih dulu hadir kira-kira 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja dan sekitar 400 tahun sebelum adanya katedral-katedral Eropa.

Hampir semua orang di Indonesia mungkin mengenal Candi Borobudur, bangunan megah yang diperkirakan dibangun antara ke-8 dan abad ke-9 Masehi. Namun saya kira mungkin sedikit saja yang mau mengkajinya, mendiskusikannya, atau bahkan memahaminya. Pemahaman tentang Candi Borobudur seolah terpenjara dalam ranah religi dan arkeologis yang bersekat. Bagi saya, jika memang Candi Borobudur memiliki outstanding universal value, siapa pun layak menjadikan Borobudur sebagai salah satu bahan diskusi, dan sumber pembelajaran yang mungkin masih relevan di jaman serbateknologis sekarang ini.

Mengingat pengalaman kecil saat berkunjung ke Borobudur, saya kembali mengunjunginya beberapa waktu yang lalu. Saya menyebutnya sebagai “wisata kenangan”. Karena selain mengenang masa kecil saat saya piknik, juga mengenang cerita dan ajaran yang pernah ada dan tertera di Candi Borobudur.

Saat sampai di Candi Borobudur, pemandangan yang tampak adalah banyaknya wisatawan yang masih didominasi oleh para pelajar yang sedang study tour. Para pelajar ini mungkin terdesak untuk memadatkan waktu ‘tour’ daripada memaksimalkan kesempatan untuk ‘study’. Hal tersebut sangat terlihat saat sebagian pelajar berambisi langsung naik ke puncak, menuju stupa utama. Tujuannya sederhana, untuk berfoto-foto. Tak hanya pelajar, beberapa rombongan keluarga juga berjingkat cepat naik ke stupa utama, dengan tujuan yang sama, berfoto dan ber-selfie ria.

[caption id="attachment_308548" align="aligncenter" width="576" caption="Pelajar yang terdesak memadatkan waktu tour (dok. pribadi)"]

14010796712028461637
14010796712028461637
[/caption]

[caption id="attachment_308549" align="aligncenter" width="576" caption="Seorang anak menggunakan tablet memotret orang tuanya (dok. pribadi)"]

14010797311973419694
14010797311973419694
[/caption]

[caption id="attachment_308550" align="aligncenter" width="576" caption="Sekeluarga narsis dengan tongsis (dok. pribadi)"]

14010797951996011785
14010797951996011785
[/caption]

Menurut saya sayang sekali jika datang ke Candi Borobudur hanya untuk berfoto saja. Ibarat sebuah pepustakaan, Borobudur menyimpan aneka buku besar yang berisi beragam ilmu. Teramat menyesal bagi saya jika sama sekali tak menilik apa saja isi perpustakaan, bagaimana kisah dan ilmu yang termaktub dalam buku-bukunya, serta hal-hal apa yang bisa dikaji ulang bahkan diterapkan setelah membaca buku-buku besar tersebut.

Perhatian saya saat sampai di Candi Borobudur ada pada alasan-alasan di balik adanya Candi Buddha terbesar di dunia ini, diawali dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana saja.

Mengapa Borobudur dibangun? Tak mungkin bangunan berkonsep mandala semegah ini asal-asalan saja dibangun. Ada kalangan yang berpendapat bahwa Candi Borobudur laksana sebuah kitab yang berisi ajaran-ajaran yang secara bertahap dilakukan dalam melakoni kehidupan. Jika memang berisi ajaran, mengapa tidak ditulis dalam sebuah buku dari kertas saja (kertas sudah ditemukan oleh Tsai Lun di China pada 101 Masehi)? Apakah para petinggi Dinasti Syailendra memang sudah menghitung umur batu yang dikuantifikasi akan lebih awet dibanding kertas? Atau memang pada masa itu belum mengenal aksara sehingga sekitar60.000 m3 batuan vulkanik dari Sungai Elo dan Progo dikumpulkan, ditumpuk, dan dipahat menjadi relief?

[caption id="attachment_308546" align="aligncenter" width="576" caption="Beberapa relief di Candi Borobudur (dok. pribadi)"]

1401079461142558513
1401079461142558513
[/caption]

Borobudur berupa kumpulan stupa, mengapa tidak punya ruang? Lalu apakah stupa-stupa yang ada digunakan sebagai penyimpan relic? Dan mengapa dibangun sebesar ini? Apakah wangsa Syailendra ingin memotivasi anak-cucunya agar kagum dan bangga dengan karya mereka?

Lalu, berapa lama candi ini selesai dibangun? Berapa orang yang bekerja untuk menyelesaikan 10 tingkat yang terbagi dalam tiga zona; kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu? Manajemen seperti apa yang diterapkan untuk mengelola sejumlah seniman, arsitek, pekerja, dan sederet ahli lainnya dalam menyelesaikan masterpiece sebesar Borobudur?

[caption id="attachment_308545" align="aligncenter" width="568" caption="Sumber: www.borobudurpark.co.id"]

14010791821543653151
14010791821543653151
[/caption]

Kemudian apa yang bisa kita pelajari darinya sekarang? Apakah candi yang memiliki 2.672 relief ini dibangun hanya untuk kalangan tertentu saja? Mungkinkah ada pesan-pesan dari para pendahulu yang tersurat maupun tersirat yang bisa dipelajari dan diterapkan di era mutakhir seperti ini?

Begitu banyak hal yang meluap dan pertanyaan yang seolah meraung-raung dalam otak saya saat menatap candi yang dibangun tanpa software komputer tersebut.

Candi Borobudur memang tersusun dari batu, tapi tak sekedar tumpukan batu yang biasa. Dia istimewa. Dan hingga detik ini masih menyimpan sisi misteri pengetahuan beraneka rupa.

Dari sudut pandang universal, menurut saya candi Borobudur kaya dengan nilai-nilai luhur. Seperti penuturan UNESCO, Candi Borobudur masuk ke dalam daftar world heritage dari UNESCO karena memenuhi tiga kriteria: kriteria pertama, merupakan karya masterpiece arsitektural Buddha yang menunjukkan keharmonisan antara rancang bangun stupa, kuil (candi), dan bukit berundak yang terdiri dari 10 tingkatan. Kriteria kedua, merupakan salah satu contoh kemegahan seni arsitektur Indonesia antara abad 8 dan abad 9 yang memberikan pengaruh kebangkitan arsitektural antara pertengahan abad ke-13 dan abad ke-16. Dan kriteria keenam, tersusun menyerupai lotus (teratai), Candi Borobudur merupakan refleksi luar biasa dari penyatuan ide peribadatan para leluhur dan konsep mencapai Nirwana.

[caption id="attachment_308544" align="aligncenter" width="555" caption="Candi Borobudur (dok.pribadi) "]

1401079063340456064
1401079063340456064
[/caption]

Tentunya, predikat world heritage yang disematkan kepada Candi Borobudur bukan diberi begitu saja. Candi Borobudur tak ditemui di tempat lain. Hanya di Magelang, di Indonesia, Candi Borobudur berdiri tegak. Kaum intelektual, seniman, arsitek, sastrawan, spiritualis, dan orang-orang dari berbagai negara seolah tak henti mengagumi Candi Borobudur. Mereka datang, menyimak dan membaca, menerjemahkan dan menafsirkan, karya para ‘penguasa gunung’ yang masih saja penuh pertanyaan.

Sepertinya saya sepakat dengan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Profesor Nurhadi Magetsari yang pernah mengungkapkan “Meski kajian tentang Borobudur telah dilakukan sejak 100 tahun lalu, belum semua bisa dituntaskan. Borobudur tetap menarik. Borobudur seperti universitas yang dijadikan sumber kajian akademik”.

________________________________

Jogja, setelah Waisak.  Menjelang libur panjang di penghujung Mei.

Klik tulisan lainnya:

Trip ala Ndeso ke Borobudur

Menikmati Borobudur di Malam Hari

Penting Ga Sih Label World Heritage Bagi Indonesia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun