[caption id="attachment_316287" align="aligncenter" width="403" caption="Bahan makanan menjadi penyumbang ketidakstabilan harga setiap bulan puasa (fb.com/imang.jasmine)"][/caption] Secara teori, harga sebuah barang dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawarannya. Barang yang langka atau relatif lebih banyak diminati pembeli, cenderung akan mengalami kenaikan harga (inflasi) jika jumlah barang yang tersedia kurang sesuai dengan permintaannya. Kira-kira begitu sepengetahuan saya untuk mengamati fenomena inflasi.
Menurut Bank Indonesia, dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi penawaran berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah. Goncangan terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).
Ada yang menarik saat mengamati pergerakan inflasi di Indonesia, terutama saat bulan puasa dan hari-hari menjelang lebaran. Dari data Bank Indonesia, diketahui bahwa selama periode ramadhan/lebaran komponen penyumbang inflasi terbesar adalah dari bahan-bahan makanan. Lebih lanjut Bank Indonesia merinci bahwa dalam 3 tahun terakhir kelompok bahan makanan yang menyumbang inflasi cenderung masih sama; aneka daging, aneka bumbu, dan beras.
[caption id="attachment_316264" align="aligncenter" width="378" caption="Sumbangan inflasi komoditas periode Ramadhan/lebaran (www.bi.go.id)"]
TPI (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi) di pusat dan TPID (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah) yang merupakan kelompok yang dibentuk BI dan pemda juga menjelang bulan puasa dan lebaran secara khusus berkomunikasi mengenai 4 K  ((ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi) serta meminimalkan tekanan harga pangan yang mulai meningkat.
Selain itu, Bank Indonesia juga memantau langsung ke lapangan untuk memastikan ketersediaan stok pangan, baik milik pemerintah maupun pelaku usaha (distributor), sesekali mengadakan pasar murah dengan bekerja sama dengan produsen maupun distributor, dan memprioritaskan bahan makanan dalam proses bongkar muat di pelabuhan, maupun penggunaan jalur transportasi darat menjelang lebaran tiba.
[caption id="attachment_316294" align="aligncenter" width="480" caption="Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah Dalam Pengendalian Inflasi (www.bi.go.id)"]
Saya ingin berbagi beberapa pengalaman di antara banyaknya aktivitas yang bisa masyarakat lakukan untuk sama-sama menjaga kestabilan harga menjelang maupun saat lebaran, di antaranya:
1.Persiapan dan perencanaan
Salah satu kunci utama menghadapi tren kenaikan harga saat ramadhan/lebaran adalah melakukan persiapan jauh-jauh hari. Bulan puasa dan lebaran bisa diprediksi akan jatuh di bulan apa. Artinya, segala sesuatu yang berhubungan dengan bulan puasa maupun perayaan lebaran bisa mulai dicari atau dibeli beberapa waktu sebelum bulan puasa tiba, dan kemungkinan jika kita membeli tidak pada waktu puncak permintaan, harga barangnya biasanya berbeda.
[caption id="" align="aligncenter" width="417" caption="Membuat check list persiapan sebelum puasa/lebaran (http://www.sin.ie/)"]
2.Pemilihan moda transportasi mudik
Mudik menjadi tradisi yang dilakukan saat lebaran tiba. Penentuan jenis moda transportasi yang digunakan saat mudik sebaiknya dilakukan 3 bulan sebelum lebaran, karena akan menentukan besarnya biaya mudik, keperluan saat mudik, dan segala aktivitas yang dilakukan saat mudik.
Sebagai contoh dampak dari keputusan menggunakan moda transportasi yang lebih dini salah satunya bisa menekan pengeluaran tiket (bagi yang menggunakan transportasi publik), karena sudah menjadi hal yang umum bahwa harga tiket sarana transportasi publik cenderung naik menjelang lebaran tiba.
[caption id="attachment_316300" align="aligncenter" width="448" caption="Risiko jika telat memesan tiket mudik; berdesakan di jalanan (dok. pribadi)"]
3.Kombinasi dan inovasi kuliner nusantara
Harga bahan makanan yang selalu mengalami inflasi setiap periode Ramadhan/lebaran salah satunya menunjukkan bahwa masyarakat kita mengutamakan sajian di atas meja makan saat bulan puasa atau hari lebaran tiba.
Bagi saya, suguhan makanan saat puasa/lebaran tak harus mahal dan tak melulu daging, apalagi daging merah. Negara kita yang sudah terkenal sebagai negara maritim perlu memaksimalkan potensi perikanan sebagai suguhan nikmat dan bergizi saat bulan puasa maupun lebaran. Aneka makanan seperti gulai ikan, soto ikan, opor ikan, dan bermacam citarasa kuliner dari berbagai spesies ikan bisa dicoba untuk disuguhkan.
Kemudian, bagi yang tinggal di daerah pesisir, disarankan untuk membeli ikan langsung dari Tempat Pelelangan Ikan. Selain ikan yang didapat masih segar, harga yang didapat juga lebih murah.
[caption id="attachment_316295" align="aligncenter" width="389" caption="Aktivitas di tempat pelelangan ikan (fb.com/imang.jasmine)"]
Kebiasan mengirim parcel yang berisi makanan dan minuman impor juga pelan-pelan bisa diganti dengan kuliner nusantara. Berbagai variasi makanan khas Indonesia kini telah hadir dalam kemasan yang lebih baik. Salah satu kabar gembiranya adalah gudeg khas Jogja misalnya, kini sudah ada kemasan kalengnya.
[caption id="attachment_316296" align="aligncenter" width="420" caption="Gudeg Wijilan khas Jogja kini ada kemasan kalengnya (https://twitter.com/gudegkaleng)"]
4. Kreatif dalam berbusana
Lebaran sangat identik dengan baju baru. Dalam hal berbusana, kita sebenarnya bisa mengakali agar pengeluaran saat lebaran bisa ditekan.  Salah satunya dengan membeli pakaian yang masih berupa lembaran kain kemudian menjahitkannya di penjahit di dekat rumah. Cara demikian selain lebih irit di kantong juga membuat multiplier effectaktivitas ekonomi lebih besar.
[caption id="attachment_316275" align="aligncenter" width="508" caption="Kain batik hasil kreasi pengrajin di Klaten (dok. pribadi)"]
5. Liburan yang tidak biasa
Saat-saat lebaran biasanya dibarengi dengan liburan. Sebelum piknik untuk mengisi liburan, rajin-rajinlahbrowsing dan mencari informasi seputar daerah yang dijadikan tujuan liburan. Kemudian pilihlah obyek wisata 'anti-mainstream' yang tak sekedar 'happening' untuk dikunjungi.
Kita bisa mengeksplorasi taman kota, bukit di seberang kecamatan, candi mungil yang jarang dijelajahi, dan sebagainya. Kalau liburannya ke tempat yang sedang ramai dibicarakan, biasanya hanya mengobati rasa penasaran. Tapi kalau berlibur di tempat yang jarang di gembar-gemborkan, biasanya harga lebih menyenangkan dan penuh unsur petualangan.
[caption id="attachment_316276" align="aligncenter" width="448" caption="Candi Sojiwan, salah satu spot asik untuk mengisi liburan (dok. pribadi)"]
6. Mencari substitusi barang yang lebih bermanfaat
Bulan puasa dan lebaran sering dijadikan momentum untuk berkumpul dengan keluarga besar atau melaksanakan reuni bersama teman-teman lama. Tak jarang kita membeli sesuatu untuk oleh-oleh, atau kenang-kenangan. Untuk urusan seperti ini sebaiknya kita lebih mengutamakan fungsi dari pada gengsi suatu barang.
Mungkin gimmick untuk keponakan yang biasanya membelikan petasan diganti dengan membelikannya celengan. 'Angpao' untuk anak-anak pelan-pelan dikurangi dan disisipi mainan edukatif. Roti merk luar negeri disubstitusi dengan barang-barang yang multifungsi.
[caption id="attachment_316277" align="aligncenter" width="448" caption="Mainan edukatif-tradisional-ramah lingkungan (www.twitter.com/yododolanan)"]
7. Mengelola pengeluaran dengan disiplin
Pengeluaran di saat bulan puasa dan lebaran terkadang tak terasa telah melampaui batasan yang kita perkirakan. Awasi semua pengeluaran dengan memperhatikan mana yang menjadi keinginan, dan mana yang merupakan kebutuhan. Saya yakin setiap pembaca kompasiana sudah cerdas bagaimana merinci pos-pos pengeluaran, tantangannya terletak pada mampu atau tidaknya kita untuk disiplin dalam mengelolanya.
[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Bijaklah mengelola uang (www.businessandfaith.eu)"][/caption]
Jika komunikasi dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah telah terjalin, maka giliran masyarakat lah yang ikut berperan aktif dalam mengatur sendiri alokasi pengeluarannya untuk menjaga kestabilan harga.
Selamat menikmati akhir bulan puasa, selamat menjaga kestabilan harga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H