Keramaian Jogja saat musim liburan membuat saya terus bersemangat untuk menjelajah ke wilayah-wilayah pinggiran yang kaya destinasi wisata namun kurang terjamah. Salah satu sudut Jogja yang memiliki banyak destinasi wisata budaya adalah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Berbagai candi tersuguh di wilayah ini; dari candi yang tinggi nan megah dan sangat ramai dikunjungi, hingga candi-candi kecil yang jarang dijelajahi.
Salah satu candi yang ‘anti-mainstream’ tersebut adalah Candi Banyunibo. Dengan koordinat -7.778178, 110.494194 di GPS, Candi Banyunibo terletak di Dusun Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Jika ditarik garis lurus jaraknya hanya sekitar 400 m dari Candi Barong, dan 1 km dari Ratu Boko. Namun karena Candi Budhis ini lokasinya menyendiri di perkebunan dan persawahan masyarakat, kita harus sedikit memutar untuk mencapai candi ini. Jarak dari Ratu Boko menjadi 3,3 km (10 menit) dan 6,5 km dari Candi Barong (15 menit).
Candi yang diduga dibangun pada abad ke-9 Masehi ini dinamai Banyunibo yang berarti air yang jatuh/menetes. Hal ini mungkin dikaitkan dengan daerah sekitar candi yang merupakan sumber air yang menetes, atau berkaitan dengan sungai kecil yang mengalir di depan candi.Nama candi  juga mungkin berhubungan dengan adanya jala dwara, hiasan mirip kepala kala yang berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan.
Candi Banyunibo sangat kental dengan simbol-simbol yang berhubungan dengan pertanian. Seperti letaknya yang berada di area persawahan dan dikelilingi oleh perbukitan di sebelah utara, timur, dan selatan. Kemudian dari relief yang ada di Candi Banyunibo yang salah satunya menggambarkan Dewi Hariti yang dimaknai sebagai dewi kesuburan (ada beberapa sumber memaknai kesuburan tersebut sebagai ‘kesuburan’ seorang wanita).
Selain itu, pada kaki candi Banyunibo yang terbagi ke dalam beberapa panel jugaberisi hiasan berupa tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot-pot bunga, wortel, dan siput yang sering dikaitkan sebagai lambang kehidupan atau kesuburan.
Candi yang bagian atapnya berbentuk kubah (dagoba) dan stupa ini ditemukan dalam keadaan runtuh pada 1940 dan telah selesai dipugar pada 1978. Hasilnya, Candi Banyunibo diketahui terdiri dari 1 buah bangunan induk dan 6 buah candi perwara (3 di selatan dan 3 di sebelah timur candi induk).
Saya sangat senang (bahkan gemas) saat berlama-lama menikmati tubuh candi yang mungil namun cenderung tambun ini. Suasana lingkungan taman Candi Banyunibo yang tak begitu luas dan semriwing juga membuat saya semakin betah mengeksplorasi cerita dan makna-makna yang ada di balik candi ini.
Bagian dasar Candi Banyunibo hanya berukuran 15,325 x 14,25 m dan tingginya 14,25 m.Di dalam tubuh candi terdapat bilik yang berukuran 6,875 x 4,5 m. Bagian dinding candi terdapat jendela-jendela yang dihias dengan pilaster. Adanya jendela membuat bilik candi tak terasa pengap, karena angin persawahan bebas keluar masuk melintas ke seluruh badan candi.
Saya mengira Candi Banyunibo mungkin menjadi salah satu candi budhis yang paling sederhana. Tak seperti Candi Borobudur, Candi Kalasan, maupun Candi Plaosan, arsitektur Candi Banyunibo lebih mungil dan seolah apa adanya.
Kesederhanaan Candi Banyunibo juga terasa lebih kuat saat mengamati bagian depan candi yang berupa hamparan sawah milik masyarakat. Jika berkunjung tepat saat musim panen, nuansa pertanian pun akan akan semakin memikat.
Selamat liburan kawan-kawan!
Klik tulisan lainnya:
Strategi Menjaga Kestabilan Harga di Bulan Puasa
Suguhan Sunset Saat Ngabuburit di Candi Ijo
Menjaga Warisan Leluhur Melalui Batik Kawasan Borobudur
Referensi:
candi.pnri.go.id
Sujarweni, Wiratna. Jelajah Candi Kuno Nusantara (2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H