[caption id="attachment_320863" align="aligncenter" width="504" caption="Kelompok seni Topeng Ireng Warangan (dok. pribadi)"]
Komunitas Lima Gunung memiliki seorang presiden yang tak pernah dilantik dan tak akan diturunkan, Pak Tanto (dikenal juga dengan Sutanto Mendut) namanya. Saat menyampaikan orasi budayanya, dengan lugas budayawan yang sering berkarya bersama Cak Nun dan Garin Nugroho ini berkata bahwa acara ini merupakan kritik terhadap Kementerian Pertanian, Kementerian PU, Kementerian Kesehatan, untuk para jurnalis, dan para politisi ibukota.
"Kirab tadi itu untuk para jurnalis, yang jeprat-jepret kemudian pulang tanpa mau mengkaji lebih dalam kondisi daerah yang diliput. Di sini, di Warangan, ada fenomena sosial yang unik. Sumber air dibagi untuk 3 dusun, ini sebenarnya bisa jadi konflik sosial, tetapi mereka menyelesaikan sendiri tanpa menggugat dan tanpa berkelahi. Makanya di sini ada tradisi Nyadran Kali tentang fenomena ini.
Di Warangan juga ada tradisi Aum Panen. Makanya beras tetap tersedia. Kebudayaan masyarakat melekat erat dalam aktivitas pertanian. Di sini juga ada dalang yang berpuluh-puluh tahun tanpa lelah tetap saja mendalang", seru Pak Tanto.
"Tadi saya diwawancarai perwakilan Kemdikbud, bagaimana dengan pembiayaan festival ini?
"Itu! Ada Direktur PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, silahkan tanya sendiri sama Ibu Lailly Prihatiningtyas yang kuliah akuntansi di Belanda, kira-kira cara ngitungnya bagaimana untuk festival ini?
Yo ora iso diitung! (Ya tidak bisa dihitung!). Lha wong ini wujud kegembiraan kita bersama, untuk siapa saja. Acaranya ya semau kita.", suara Pak Tanto disambut tepuk tangan warga lima gunung.
FLG memang membuat semua pengunjung, entah dari mana asalnya, entah berapa umurnya dan entah apa jabatannya, menyatu bersama. Selain diikuti oleh jaringan Komunitas Lima Gunung dari berbagai kota di Indonesia, terlihat berbagai wartawan dan fotografer serta pengunjung juga memadati arena FLG. Beberapa turis mancanegara juga tak mau ketinggalan untuk menikmati sajian-sajian FLG.
[caption id="attachment_320864" align="aligncenter" width="512" caption="Ibu dan anak penduduk Dusun Warangan yang antusias selama FLG digelar (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_320865" align="aligncenter" width="512" caption="Anak-anak turis mancanegara, Dirut PT TWC, Fotografer, dan masyarakat menyatu dalam FLG (dok. pribadi)"]
Bagi saya, FLG juga menjadi ajang penyemaian benih-benih seni dan jiwa kebudayaan yang sangat baik bagi generasi mendatang. FLG memberi kesempatan kepada anak-anak pedesaan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam berkesenian. Setidaknya ungkapan tersebut terbukti saat kelompok Klothekan Bocah dan Wayang Krasak Bocah meramaikan arena FLG.