[caption id="attachment_322761" align="aligncenter" width="640" caption="Artspace Kali Bedog sebagai panggung utama Bedog Art Festival (dok. pribadi)"][/caption]
Selama dua hari, 5 dan 6 September 2014 yang lalu, saya merelakan diri untuk menikmati sebuah festival seni tahunan berjudul Bedog Art Festival VI. Meskipun di saat yang sama di berbagai penjuru Jogja sedang dilangsungkan event besar lainnya, pilihan saya mantap untuk menghadiri acara yang digelar di Studio Banjarmili, yang letaknya di Kali Bedog, Kradenan, Gamping, Sleman.
Apa yang spesial dari Bedog Art Festival? Tentu ada alasan kuat mengapa saya memilih untuk blusukan ke Kali Bedog yang bisa dibilang bukan tempat yang cukup familiar di Jogja dibanding Alun-alun, Plasa Monumen 1 Maret, atau Taman Budaya Yogyakarta.
Seperti gelaran di tahun-tahun sebelumnya, Bedog Art Festival memiliki ciri khas utama; menjadikan komponen alam di sekitar Kali Bedog sebagai stage utama pertunjukan. Pohon yang jangkung dengan batang yang besar, mata air yang mengalir syahdu, rimbunan pohon bambu yang melengkung, jembatan yang melintang di atas kali, ditambah dengan sebaran cahaya sentir (lampu minyak) yang ditata di hampir seluruh bukit-tepian Kali Bedog adalah background yang sangat artistik nan natural untuk sebuah pertunjukan.
[caption id="attachment_322778" align="aligncenter" width="640" caption="Natural art space sebagai main-stage di Bedog Art Festival (dok. pribadi)"]
Pantas saja, festival yang diprakarsai oleh Miroto, GKR Pembayun, dan Garin Nugroho ini selalu menarik perhatian penikmat seni di Jogja maupun berbagai daerah lainnya hingga mancanegara.
Tahun ini Bedog Art Festival sudah memasuki edisi ke-6. Dalam perjalanannya, Bedog Art Festival bukan sekedar event pertunjukan seni dan budaya, namun juga mengajak dan melakukan tindakan nyata untuk peduli terhadap lingkungan dengan melibatkan masyarakat sebagai pelakunya. Sebagai contoh, saat Bedog Art Festival VI digelar, acara dibuka dengan kemeriahan tarian dan nyanyian Syalamatan Cokro Bedog, masyarakat sekitar Kali Bedog yang unjuk gigi. Kemudian secara simbolik Pak Miroto menyerahkan pohon aren yang telah disemai 2 tahun silam, harapannya agar masyarakat memperhatikan keseimbangan alam agar mata air tetap lancar, selain itu Pak Miroto juga berharap suatu saat pohon aren tersebut bermanfaat bagi perekonomian warga.
[caption id="attachment_322764" align="aligncenter" width="640" caption="Syalamatan Cokro Bedog (dok. pribadi)"]
Jaringan seniman pegiat Bedog Art Festival rupanya telah terjalin dengan harmonis. Tak heran jika Bedog Art Festival VI diisi oleh berbagai kelompok seni. Tak hanya dari dalam negeri, kelompok seni dari Korea, Australia, New Zealand juga hadir dan menampilkan karya-karya mereka dengan berbagai kreativitas dan makna.
[caption id="attachment_322765" align="aligncenter" width="640" caption="Penampilan Jin Hi Kim in collaboration with Mugi Dance (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_322767" align="aligncenter" width="640" caption="Weizhen Hoe-Australia (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_322769" align="aligncenter" width="640" caption="Mike Horblow-New Zealand (dok. pribadi)"]
Bedog Art Festival seolah (atau benar-benar) menjadi oase di antara kebudayaan populer yang menyerbu nusantara. Berbagai karya dari seniman baik dalam negeri maupun mancanegara tersuguh dengan apik. Dari berbagai penampilan, sangat terlihat bahwa proses artistik yang dilakukan oleh para seniman telah melalui rute yang tak gampang. Hampir semua penyaji di Bedog Art Festival VI menampilkan gerakan estetik yang berkelas.
Para seniman juga berkolaborasi satu sama lain. Dan yang paling menarik adalah saat mereka mampu mengeksplorasi hampir semua natural art space yang menjadi main-stage Bedog Art Festival.
[caption id="attachment_322775" align="aligncenter" width="640" caption="Kreativitas Yoka Jones-Australia (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_322771" align="aligncenter" width="640" caption="Penampilan Just Body Nam Jeong Ho - Korea (dok. pribadi)"]
Seniman dalam negeri juga tampil mengesankan di acara yang berkelas tapi tak dipungut biaya untuk menikmatinya ini. Seperti kelompok CIO Indonesia Arts and Culture dari Lumajang yang menyuguhkan tarian dengan alunan musik rancak sebagai pengiringnya, kelompok I Putu Bagus Bang Sada yang menampilkan karya yang kental dengan nuansa Bali, dan Pradapa Loka Bakti Dance Work asal Pacitan yang memeriahkan Bedog Art Festival VI di hari pertama.
[caption id="attachment_322776" align="aligncenter" width="640" caption="Kelompok seni I Putu Bagus Bang Sada-Bali (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_322777" align="aligncenter" width="640" caption="Pradapa Loka Bakti Dance Works (dok. pribadi)"]
Selain itu, karya Ayu Permata Sari - Lampung, penamilan Maharani, Imin, dan Dhany dari Solo, Â PACo dari Yogyakarta, dan Sanggar Panderman dari Bandung juga seakan membuat penikmat seni semakin kagum atas harmonisasi bunyi dan gerak tubuh yang dipadukan dengan bentangan alam Kali Bedog.
[caption id="attachment_322780" align="aligncenter" width="640" caption="Karya Ayu Permata Sari dari Lampung berjudul HAH (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_322772" align="aligncenter" width="640" caption="Aksi kelompok seni PACo di Bedog Art Festival VI (dok. pribadi) "]
Sebelum acara berakhir, pesta kembang api memeriahkan langit di sekitar Kali Bedog. "Semoga ini mampu menghibur masyarakat sekitar Kali Bedog", ujar Pak Miroto.
Pak Miroto juga menyampaikan apresiasi kepada kelompok seni dan crew yang telah terlibat dalam perhelatan tahunan ini, serta kepada penikmat seni yang rela berdiri dan menjejali Studio Banjarmili. Bedog Art Festival VI pun selesai dengan dilepaskannya bibit ikan lele di Kali Bedog.
Klik tulisan lainnya:
Refleksi Budaya di Yogya Gamelan Festival
Seni Untuk Semua di Festival Lima Gunung
Menelusuri Budaya Toleransi di Komplek Prambanan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H