[caption id="" align="aligncenter" width="610" caption="Wajah sebuah desa di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (karya Pak Yansen di www.malinau.go.id)"][/caption] Desa adalah rumah bagi bangsa ini. Jenderal Soedirman, Gus Dur, hingga Jokowi, dan sederet nama para pemimpin republik ini dilahirkan dari rahim desa. Segenap keadaan dan dinamika desa pun sering menjadi jargon dan bekal pengajuan rancangan program yang dilaksanakan oleh negara. Namun, terkadang desa menjadi kulit kacang yang dilupakan saat anak-anak bangsa sudah tenar dan nyaman di kota besar. Tak jarang pula desa laksana ibu yang tertindas oleh pembangunan yang tak menentu arahnya, miskin inovasi dalam strategi dan pola pelaksanannya, dan hanya melaksanakan dikte pemerintah pusat semata. Beruntung, kegersangan inspirasi dalam merawat desa akhirnya tersirami dengan kehadiran sosok pemikir dan pelaku pembangunan yang semakin kreatif mengurus masyarakatnya seperti Pak Yansen, Bupati Malinau, Kalimantan Utara. Tokoh yang sudah berpengalaman dalam berbagai jenjang birokrasi daerah dengan menjadi Camat, Sekretaris Daerah, hingga sekarang sebagai orang nomor satu di Kabupaten Malinau ini menghadirkan wajah baru pembangunan desa melalui bukunya, “Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”. Berbeda dengan tokoh akademis yang sering membahas tentang teori-teori pembangunan seperti Pak Sjafrizal, Pak Mudrajad Kuncoro, atau Pak Erani Yustika, dalam buku bersampul biru ini Pak Yansen menyuguhkan sisi-sisi unik karena beliau sendiri yang menjadi pelaku dan mempraktekkan secara langsung konsep pembangunan untuk masyarakat desa di daerahnya. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Si Buku Biru "]
“Mengapa penerapan berbagai konsep, strategi, paradigma, atau pendekatan pembangunan itu belum membuahkan hasil yang signifikan?”, begitu kata Pak Yansen di halaman 11 dalam menggugat.
Kalimat kunci yang menjadi jawaban yang dikemukakan Pak Yansen adalah ‘percayakan penuh proses pembangunan kepada masyarakat desa’. Berikutnya, Pak Yansen dengan lugas menuliskan bagaimana proses pembangunan di Kabupaten Malinau dirancang di masa kepemimpinannya. Dalam bab berjudul ‘Teknik Merancang Pembangunan’, Bupati yang juga hobi fotografi ini menuturkan tentang Kabupaten Malinau dipoles dengan rumusan visi, misi, dan pilar-pilar yang terarah dengan jelas. Lalu bagaimana aksi nyata Pak Yansen dalam mengatasi rasa gundah-gelisah dari berbagai konsepsi pembangunan yang pernah berjalan? Kegundahan tersebut kemudian dijawabnya dengan menerobos paradigma pembangunan yang telah berkembang dengan cara baru. Terobosan yang dilakukan bukan dengan program ala pemerintah yang biasanya hanya terpampang di depan kantor bupati, melainkan membuatnya sebagai sebuah gerakan (movement). Sesuai definisi, ‘movement’ dalam oxford dictionary kurang lebih bermakna sekelompok orang yang bekerja bersama-sama untuk memajukan ide-ide politik, sosial, atau kesenian. Maka ide cemerlang Pak Yansen dengan menjadikan program pemerintah Kabupaten Malinau sebagai sebuah gerakan pun menular kepada kelompok SKPD Kabupaten Malinau, bahkan merasa dimiliki oleh masyarakatnya. Di saat banyak kepala daerah mengurung kekuasaan untuk dirinya dan kroninya, Pak Yansen justru membagi kekuasaan kepada masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif melaksanakan pembangunan melalui Gerdema (Gerakan Desa Membangun). Hal tersebut terlihat dengan jelas saat Pak Yansen menekankan tiga hal yang menjadi esensi konsep Gerdema; berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan menghasilkan manfaat untuk masyarakat (hal 54-55). Pada Bab III dengan gamblang penjelasan Gerdema dijabarkan. Gerakan yang tahun lalu mendapat penghargaan Innovative Government Award dari Kemendagri ini tanpa tedeng aling-aling dibedah hingga ke tahapan strategi yang dilakukan dan pembagian peran dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Malinau. Pemerintah daerah selalu identik dengan tumpang tindih kebijakan dan kerumitan dalam urusan birokrasi, biasanya ribet mengurus warganya, apalagi masyarakat desa. Namun pada Bab IV ditegaskan oleh Pak Yansen, bahwa melalui pengamalan nilai-nilai kepemimpinan Gerdema, pelaksanaan pembangunan akan efektif dan segera dirasakan oleh rakyat. Kelima nilai tersebut diantaranya: spiritual, emosional, intelektual, ekonomi, dan nasionalis kebangsaan. Kemudian pada bab berikutnya, Pak Yansen menuangkan bagaimana memposisikan desa dan menghubungkan lembaga (atau birokrasi) yang ada untuk sama-sama berkolaborasi mengurus pembangunan. Benarkah Gerdema merupakan konsep baru? Seperti dituturkan oleh Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.Si dalam kata pengantar buku ini; ‘Nil Novi Subsole’, memang di bawah matahari sebenarnya tidak ada yang baru. Tetapi, kreativitas Pak Yansen sebagai pemimpin di daerah yang berbatasan dengan Malaysia ini tak terbendung. Karena dalam pelaksanaannya, Gerdema tak hanya mengadopsi, tetapi juga memodifikasi dasar-dasar ilmu management. Alhasil, mekanisme Gerdema dijalankan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan, dan pengawasan serta evaluasi. [caption id="" align="aligncenter" width="610" caption="Pak Yansen diantara warganya (dok. www.malinau.go.id)"]
Judul Buku: "Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya kepada Rakyat"
Penulis: Dr. Yansen Tipa Padan, M.Si
Editor: Dodi Mawardi
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Cetakan: pertama, 2014
Tebal: xxviii + 180 halaman
ISBN: 978-602-02-5099-1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H