Ketika beberapa hari ini banyak yang menuduh Bu Risma hanya pencitraan saja karena hanya peduli dengan gelandangan saat menjadi Menteri Sosial, jiwa saya seakan meronta untuk membalas komentar itu melalui tulisan di Kompasiana.Â
Walaupun notebook saya sedang ngambek, saya tetap nekad menuliskan jawaban untuk mereka lewat smartphone. Dengan konsekuensi mungkin saja tulisan saya ini tanpa didukung oleh banyak foto, dikarenakan saya termasuk gaptek kalau masukkan foto pada artikel kompasiana dengan smartphone.Â
Sudah saya cari di mbah google panduan masukkan foto di artikel Kompasiana namun tetap saja hasilnya zonk. Aku ra popo. Hehehe.Â
Kembali lagi ke pembahasan mengenai Bu Risma dan tuduhan orang-orang 'tunadata' yang mayoritas saya lihat adalah orang kota serta politisi ibukota.Â
Begini, dalam berbagai kesempatan saya dan beberapa teman santri termasuk orang yang dilibatkan oleh beliau dalam kegiatan sosial yang dibawahi oleh Dinas Sosial Surabaya. Termasuk juga dilibatkan dalam penyuluhan di Lokalisasi Dolly sebelum penutupan dan mendata mereka yang terdampak secara ekonomi dan sosialnya.Â
Mungkin saja beliau lebih percaya dengan anak-anak santri tempat beliau sama mengaji yakni di Romo Luthfi Pondok Pesantren Tambak Bening Surabaya untuk lebih peduli dalam menanggulangi masalah sosial termasuk dengan anak-anak jalanan maupun gelandangan.Â
Di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih Surabaya kami diminta untuk mendampingi anak-anak jalanan maupun mereka yang mengalami gangguan jiwa namun masih punya potensi untuk bisa dibina.Â
Mereka dibina secara aktif secara mental spritual agar menjadi lebih baik lagi ketika keluar dari Liponsos dan berkiprah di masyarakat dengan percaya diri.Â
Di tempat itulah saya bisa melihat langsung bagaimana kepedulian tinggi seorang Bu Risma. Walaupun banyak sekali yang tidak berasal dari Surabaya, beliau tetap memberikan fasilitas makan dan pengobatan sesuai standar yang telah ditetapkan.Â
Tidak hanya memberikan pendampingan mental spritual, tetapi juga pelatihan kreatif dan kemandirian ekonomi dengan mendatangkan berbagai orang yang kompeten pada bidang tersebut.Â
Jadi, kalau ada tuduhan jika Bu Risma tidak peduli dengan gelandangan di Surabaya, jelas mereka itu adalah kelompok tanpa data alias tuna data. Bolehlah sesekali saya ajak ke Liponsos dan biar menginap di sana beberapa hari agar tahu bagaimana kepedulian Bu Risma pada gelandangan.Â
Salah satu kelemahan Bu Risma adalah beliau tidak aktif di media sosial. Kalau pun ada akun tentang beliau bisa dipastikan hal itu dijalankan oleh orang lain baik yang diberi mandat oleh beliau maupun akun atas nama beliau yang dikelola oleh pendukung beliau.Â
Kepada wartawan saja beliau sering menegur agar tidak mengikutinya terus agar tidak dianggap pencitraan. Tapi bagaimanapun wartawan juga butuh berita sehingga beliau tidak kuasa kalau mereka tetap membuntuti.Â
Tapi kepada warga yang ingin mengambil foto atau video beliau saat bersih-bersih di Surabaya beliau memberi mandat khusus kepada stafnya untuk melarang agar tidak terjadi kemacetan di jalan. Karena biasa warga Surabaya banyak yang berhenti untuk mengabadikan walikotanya sedang bekerja di lapangan.Â
Ada juga yang mempertanyakan mengapa sekarang hanya gelandangan di ibu kota yang diurus?Â
Jawabnya ya cukup mudah. Cukup tanya balik baru berapa hari Bu Risma jadi menteri? Sudahkah mereka menanyakan menteri lain yang sudah beberapa bulan jadi menteri. Apa mereka juga sudah menjangkau seluruh Indonesia?Â
Mereka juga seakan juga mengajari Bu Risma seharusnya jadi menteri itu cukup koordinasi tidak perlu langsung turun tangan.Â
Apakah Menteri Sosial sebelum beliau tidak cukup cakap untuk koordinasi? Namun hasilnya ya koordinasi korupsi karena tidak tahu secara langsung kehidupan masyarakat miskin di lapangan.
Wallohu a'lam....Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H