Mohon tunggu...
Arifin Johan
Arifin Johan Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Sosial

Seorang Pengajar dan Pengemis Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Multibudaya Indonesia: Mereka Memuji, Kita Ribut

3 September 2020   22:16 Diperbarui: 3 September 2020   22:17 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Insiden yang terjadi di Surabaya, Wamena, dan Panajam beberapa waktu silam, dilansir pada media Kompas.com, tertanggal 23 September 2019 terkait kerusuhan di Wamena dan 17 oktober 2019 kerusuhan di Panajam, Kaltim. 

Juga pada peristiwa konflik Tarakan September 2010, Sampit Februari 2001 dan peritiswa lainnya pada persoalan-persoalan yang didasari pada soal identitas, memberikan isyarat bahwa walaupun parsial kejadiannya tetapi terasa persaudaraan sesama kelompok ethnis, walau jauh dari pelupuk mata, tetapi saudara sekampung dapat dirasakan apa yang terjadi pada saudara-saudara kita di sana. 

Peristiwa parsial yang bersumber pada soal identitas rasanya membuat kita semua semakin mengevaluasi diri tentang eksistensi kita bagi saudara, baik dalam satu kelompok ethnis atau dalam satu komunitas yang terdiri dari suku bangsa bahwa kita perlu semakin menanamkan rasa solidaritas sebagai sesama anak Bangsa Indonesia tercinta.

Perlu solusi bersama sebagai upaya mencegah peristiwa demi peristiwa ini terulang kembali. Pada perspektif multibudaya di Indonesia, setiap insan yang berhati mulia di Indonesia, harus selalu bersyukur telah terlahir sebagai orang Dayak, Tidung, Maura, Bugis, Makassar, Papua, Jawa, Sunda, Toraja, Palembang, dayak, Flores, Aceh, Betawi dll. 

Bukankah setiap insan yang berhati mulia di atas bumi Pancasila ini terlahir dari rahim ibundanya yang tercinta atas kehendak Sang Peciptanya. Lalu mengapa kita tidak berdamai atas karunia terlahir sebagai warga Negara Indonesia tercinta dari rahim Ibu Pertiwi.

Tidakkah kita bisa menikmati keindahan interaksi setiap warga dalam satu komunitas, yang bangunan komunitasnya berasal dari berbagai suku bangsa terbaik untuk negeri ini, lalu kemudian mereka bisa saling menyapa, bersalaman, berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuannya, berdiri di atas Tanah Air Indonesia dan bangga berbangsa satu, Bangsa Indonesia.  

Sebagaimana kita pahami dalam ukiran sejarah Indonesia terdahulu di atas SUMPAH PEMUDA 1928 dengan penuh hikmah tersimpan di dalamnya: 

1) siapapun insan Indonesia untuk mencintai dan mengunakan, serta bangga atas  Bahasa Persatuan, yakni Bahasa Indonesia, 

2) berseru dengan kekuatan generasi muda untuk selalu berjuang dan mencintai tanah airnya, dalam membasmi problematika bersama (public enemy); konflik sosial, perselisihan kelompok ethnis, misinterpretasi antar budaya, ethnosentris, klise (stereotype),dan prasangka pada budaya lain (prejudice), 

3) berikthtiar bersama tua dan muda untuk selalu menghormati perbedaan, mulai dari agama, kelompok ethnis, suku, ras, dan budaya sehinga bisa tercipta kedamaian dan mendorong terciptanya transaksi ekonomi yang saling memenuhi kebutuhan hidup (basic needs) antar kelompok sehingga tercipta kerukunan dan kesatuan di antara masyarakat Indonesia.

Kita sudah lelah bertikai dalam konflik sosial sejak tahun 2001, cukuplah. Kita hidup di Negara yang menjadi impian bagi mereka yang hidup di Benua Afrika sana, Negara kita menjadi impian bagi mereka yang hidup di kutub, impian bagi mereka yang hidup di tanah yang tandus dan gersang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun