Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Happiness Capitalism vs Comunism (Membaca Ulangi Zizek)

1 Juli 2024   01:19 Diperbarui: 1 Juli 2024   01:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kebahagiaan merupakan tujuan utama setiap individu dan masyarakat. Namun, cara mencapai kebahagiaan dipahami dan didefinisikan secara berbeda oleh berbagai ideologi politik". 

Nasionalisme, komunisme, dan kapitalisme menawarkan pandangan unik mengenai sumber kebahagiaan manusia, masing-masing dengan pendekatan dan asumsi berbeda mengenai apa yang membuat manusia bahagia.

Pengertian Kapitalisme.

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya,termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). 

Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.

Sejarah Perkembangan Kapitalisme.

Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. 

Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional.

 Pengusaha kapitalis mempelajari pola- pola perdagangan internasional, di mana pasar berada dan bagaimana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka. 

Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme.

Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebarluas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara.

 Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan "laissez faire" dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individuindividu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988).

Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai "perekonomian campuran" (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial.

Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988). Habermas menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua fenomena: 

(a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal. Nussayyid Santoso Kristeva 2010;13-13.

Happiness Nasionalisme, Communism vs capitalism.

Kaum nasionalis berpendapat bahwa kebahagiaan manusia terletak pada hak politik untuk menentukan nasibnya sendiri. Mereka percaya bahwa individu akan mencapai kebahagiaan tertinggi ketika menjadi bagian dari bangsa yang berdaulat dan memiliki identitas kolektif yang kuat. Menurut nasionalisme, kebebasan politik dan kedaulatan nasional adalah elemen kunci yang memungkinkan warga negara merasa memiliki dan berkontribusi pada sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

Nasionalisme menekankan pentingnya persatuan, kesamaan budaya, dan kebanggaan bangsa. Kebahagiaan menurut pandangan ini merupakan hasil dari solidaritas sosial dan jati diri bangsa yang kuat, dimana setiap individu merasa terhubung dan berperan dalam kemajuan bangsanya.

Jordan B. Peterson, seorang psikolog Kanada pengkritik Marxisme kultural, dan Slavoj iek, seorang Komunis dan Hegelian dari Slovenia. Topik debatnya adalah model politik-ekonomi mana yang memberikan peluang besar bagi kebahagiaan manusia: Kapitalisme atau Marxisme?

Disini peterson memberi (pembacaan) dan analisis kritis terhadap Manifesto Komunis. Dia menegaskan bahwa memandang sejarah hanya melalui kacamata perjuangan kelas adalah keliru. Tidak ada proletariat yang baik dan borjuis yang "buruk" secara mutlak.

Politik identitas seperti itu punya kecenderungan manipulasi otoritarian. Ia pun menyatakan bahwa, meskipun kapitalisme menghasilkan ketidaksetaraan, ia tidaklah seperti sistem lain, karena ia juga menghasilkan kesejahteraan bagi banyak orang. Itu terlihat dalam data statistik tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia, dan itu memberi peluang lebih besar untuk mencapai kebahagiaan.  Disaat yang sama, disini iek pun kerap membeberkan banyak isu, mulai dari liberalisme budaya, Nazisme, Bernie Sanders, Donald Trump, Fyodor Dostoevsky, dan xenophobia. iek setuju dengan analisis pembukaan Peterson. Namun, dia menyerukan regulasi dan pem(batas)an pasar kapitalisme untuk mengurangi risiko bencana alam dan sosial. 

iek juga kritis terhadap kaum liberal multikulturalis yang mewujudkan (kebohong)an politik identitas dan bahwa negara-negara Barat lebih baik memperbaiki situasi di negara asal imigran daripada menerima mereka.

Keterbukaan sikap Peterson dan iek dalam debat tersebut menjadi satu hal yang menarik. Identitas politik keduanya lebur ketika mereka sama-sama bicara soal kebahagiaan---harapan terbesar umat manusia. Ia menghabiskan sedikit waktu yang diberikan, ia akan mencoba se(ringkas mungkin) untuk mengemukakan beberapa catatan, kemudian poin akhirnya tentang mengapa pembatasan atas kapitalisme diperlukan. 

Pertama, tentang kebahagiaan. Yang menanyakan kepada Jordan Peterson bahwa,  apa ia bermimpi? Ia ingat beberapa tahun yang lalu ada laporan dari seluruh dunia, semacam investigasi di mana orang-orang dari berbagai negara diwawancarai, apakah mereka bahagia dengan hidup mereka. Yang mengejutkan, beberapa negara Skandinavia yang kita anggap sebagai surga sosial- demokrasi, berada di peringkat yang sangat rendah. Sementara Bangladesh, seingat saya mendekati urutan teratas. Kini ia tahu logika ini ada batasnya, ia tidak percaya (omong-kosong) bahwa, orang miskin bahagia dalam dunia mereka, dan sebagainya. Tetapi Apakah Peterson tahu argumennya di sini tidaklah ber- tentangan dengannya.

 

Agumen-nya di sini mem- permasalahkan lebih lanjut soal kebahagiaan. kapan-kah orang-dalam artian yang ganjil, dan menurutnya inilah kritik atas kategori kebahagiaan-bahagia? Dan sampai ke hasil yang mengejutkan. Untuk bahagia, pertama-tama ia tak punya, ia seharusnya tak punya demokrasi yang ber(lebih)an, lantaran ini membawa beban tanggung jawab.

Jadi kebahagiaan berarti ada entitas lain di luar sana yang bisa ia salahkan, seperti lelucon yang beredar di Cekoslowakia apabila cuaca buruk dan badai terjadi, "Ah, si komunis itu mengacaukannya lagi" dan inilah salah satu syarat ke(bahagia)an sebagaimana yang ia maksud Zizek.

Menurut ideologi komunis, sistem kapitalis menciptakan kesenjangan yang menghambat kebahagiaan sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, komunisme mengusulkan masyarakat tanpa kelas di mana sumber daya didistribusikan secara merata dan setiap orang bekerja demi kebaikan bersama.

Sementara Kaum kapitalis percaya bahwa, pasar bebas adalah cara terbaik untuk mencapai kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Kapitalisme menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan kebebasan individu. Dalam pandangan ini, kebahagiaan bersumber dari kebebasan mengejar kepentingan pribadi, penumpukan kekayaan, dan penciptaan peluang melalui usaha dan kerja keras. Kapitalisme mengajarkan bahwa kebahagiaan adalah hasil dari kemampuan individu untuk memilih dan mengendalikan nasibnya sendiri. Pasar bebas dianggap sebagai mekanisme paling efisien untuk mendistribusikan sumber daya dan menciptakan kelimpahan materi. Kesuksesan ekonomi dan kemampuan menikmati hasil kerja keras merupakan pilar utama kebahagiaan dalam masyarakat kapitalis.

Jadi menurut ideologi Kaum nasionalis berpendapat bahwa, kebahagiaan manusia terletak pada hak politik untuk menentukan nasibnya sendiri. Mereka percaya bahwa individu akan mencapai kebahagiaan tertinggi ketika menjadi bagian dari bangsa yang berdaulat dan memiliki identitas kolektif yang kuat.

Begitu pun Kaum komunis berpendapat bahwa, kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui penghapusan kelas sosial dan kepemilikan pribadi, yang diciptakan melalui kediktatoran proletariat. 

Menurut ideologi komunis, sistem kapitalis menciptakan kesenjangan yang menghambat kebahagiaan sebagian besar masyarakat. Sementara ideologi kapitalis Kebahagiaan itu dicapai melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia tanpa eksploitasi. Bekerja bukan hanya sarana untuk memperoleh penghasilan, namun juga cara berkontribusi terhadap kesejahteraan kolektif. (Glen Christianov 10/06/2024).

Sekitar tiga ribu orang berada di Meridian Hall di Toronto untuk mengikuti debat dua tokoh besar di era media sosial, Jordan B. Peterson, seorang psikolog Kanada pengkritik Marxisme kultural, dan Slavoj iek, seorang Komunis dan Hegelian dari Slovenia. Topik debatnya adalah model politik-ekonomi mana yang memberikan peluang besar bagi kebahagiaan manusia: Kapitalisme atau Marxisme?

Nah dari sini "Jordan Peterson" memberi pembacaan dan analisis kritis terhadap Manifesto Komunis. Dia menegaskan bahwa memandang sejarah hanya melalui kacamata perjuangan kelas adalah keliru.

Baginya tak ada proletariat yang "baik" dan borjuis yang "buruk" secara mutlak. Politik identitas seperti itu punya kecenderungan manipulasi otoritarian. Peterson menyatakan bahwa meskipun kapitalisme menghasilkan ketidaksetaraan, ia tidaklah seperti sistem lain, karena ia juga menghasilkan kesejahteraan bagi banyak orang. Itu terlihat dalam data statistik tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia, dan itu memberi peluang lebih besar untuk mencapai kebahagiaan.

Dari sini Slavoj iek pun kerap membeberkan banyak isu, mulai dari liberalisme budaya, Nazisme, Bernie Sanders, Donald Trump, Fyodor Dostoevsky, dan xenophobia. iek setuju dengan analisis pembukaan Peterson. Namun, dia menyerukan regulasi dan pembatasan pasar kapitalisme untuk mengurangi risiko bencana alam dan sosial. 

Sesungguhnya iek juga kritis terhadap kaum liberal multikulturalis yang mewujudkan kebohongan politik identitas dan bahwa negara-negara Barat lebih baik memperbaiki situasi di negara asal imigran daripada menerima mereka.

Keterbukaan sikap Peterson dan iek dalam debat tersebut menjadi satu hal yang menarik. Identitas politik keduanya lebur ketika mereka sama-sama bicara soal kebahagiaan---harapan terbesar umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun