Mohon tunggu...
Arifin Ilham
Arifin Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Haruskah aku bunuh diri, atau minum secangkir kopi?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ashraf Fayadh, Penyair Arab Saudi yang Dihukum Mati karena Dianggap Murtad

30 September 2023   22:18 Diperbarui: 30 September 2023   22:26 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang

Ashraf Fayadh merupakan seorang Seniman dan Penyair asal palestina (yang lahir di arab saudi). Ia adalah anak pengungsi Khan Yunis di Jalur Gaza dan tinggal di Arab Saudi. Pada November 2015, Ashraf Fayadh dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan agama karena tuduhan bahwa ia telah murtad.

Kronologi

Fayadh pertama kali ditangkap pada 6 Agustus 2013 setelah seorang pria melaporkannya dengan tuduhan bahwa Fayadh melontarkan pernyataan penistaan agama pada sebuah kafe di Abha. Tapi kemudian dilepas kembali karena kurangnya barang bukti

Namun pada tanggal 1 Januari 2014 ia ditangkap kembali dan dipenjara di salah satu penjara di Abha. Kali ini ia ditangkap atas serangkaian tuduhan yang panjang termasuk menolak hari kebangkitan (Dengan kata lain ia dipenjara karena dugaan murtad). Ia dituduh telah menyebarkan Atheisme melalui puisinya pada bukunya "Instruksi Dalam". Dan ia juga dituduh melakukan hubungan terlarang dengan seorang wanita dengan bukti foto di ponselnya, padahal foto itu diambil pada pembukaan pameran seni di Jeddah

Selama Persidangan Fayadh membantah tuduhan tersebut dan juga memanggil 3 orang saksi yang menentang tuduhan atas dirinya. Ia juga mengatakan bahwa bukunya "Intruksi Dalam" hanya berisi puisi-puisi cinta dan filosofis kehidupan, dan tidak ditulis untuk menghina Nabi.

Meskipun begitu ia tetap mengumumkan pertobatannya dan penarikan diri terhadap apa yang ditulis dalam bukunya yang menyinggung polisi.

"Saya bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Tinggi dan saya tidak bersalah atas apa yang dikatakan tentang buku saya dalam kasus ini "

Pada 26 Mei 2014 ia divonis bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan 800 cambukan. Pengadilan menolak menjatuhkan hukuman mati karena kesaksian bahwa Fayadh dan pelapor memiliki permusuhan pribadi, namun pengadilan tinggi mengembalikan kasus tersebut kepada pengadilan umum dan merekomendasikan hukuman mati karena murtad.

Bulan 17 November 2015, pengadilan umum (pengadilan yang lebih rendah) membatalkan hukuman tersebut dan menjatuhkan hukuman pancung terhadap  Ashraf Fayadh karena alasan murtad

Tentu saja keputusan ini membuat dunia sastra dan seni arab saudi sangat terganggu. Gelombang protes pun bermunculan, di arab saudi Stephen Stapleton dan Ahmed Mater, salah satu pendiri kelompok seni Saudi-Inggris Edge of Arabia tempat Fayadh berada, Aarnout Helb, pendiri Museum Seni Kontemporer Saudi Greenbox, mengorganisir petisi pribadi kepada raja dan disampaikan oleh diplomat senior AS ke Diwan (pengadilan kerajaan). Surat itu berbunyi, "Jika keadilan gagal bagi Ashraf Fayadh, dia tidak hanya kehilangan nyawanya, tapi seluruh generasi warga negara yang kreatif dan berguna, mereka yang dapat berkontribusi pada kebahagiaan dan kemakmuran negara Anda, akan terluka dan putus asa." 

Diluar kerajaan, terdapat banyak kecaman dari dunia seni dan sastra. Protes dilakukan oleh lebih dari 60 organisasi internasional, termasuk Pen International dan America, Human Rights Watch, Amnesty International dan Freedom House, sementara petisi ditandatangani oleh sekitar 100 penulis Arab. Menurut pengacara Fayadh, persidangan Fayadh tidak memenuhi standar minimum internasional mengenai peradilan yang adil dan proses hukum yang adil, termasuk penolakan akses terhadap pengacara selama persidangannya di Pengadilan Umum di Abha.

Festival sastra Internasional Berlin pada 14 januari 2016 membuat seruan untuk mendukung Ashraf dengan pembacaan puisi Ashraf sedunia, ratusan penulis dari 44 negara mengambil bagian dalam pembacaan tersebut

Pada akhirnya, tanggal 1 Februari 2016 karena tekanan dan protes internasional, Arab Saudi membatalkan hukuman mati tersebut dan menggantinya dengan hukuman 8 tahun penjara dan 800 cambukan yang dilakukan dalam 16 sesi

.

. 

Kasus ini menunjukkan Arab Saudi masih saja intoleran terhadap siapapun yang memiliki pandangan, pemikiran, dan kepercayaan yang berbeda. Jika kita melihat kembali ajaran islam, Rasulullah tidak pernah menjatuhkan hukuman mati kepada orang yang melakukan pemurtadan, bahkan nabi muhammad sendiri sering menunjukkan sifat kasih sayang kepada orang non muslim/kafir

.

Terima kasih

.

Catatan Kaki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun