Mohon tunggu...
Muh Husen Arifin
Muh Husen Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Pendidikan Indonesia

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Toilet yang Merdeka

18 Agustus 2022   13:32 Diperbarui: 18 Agustus 2022   13:36 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sebelum angin menjauhkanku dari dingin
aku merangkum dalam diam tanpa kalam
aku  berharap sekelebat cahaya bukan lilin
mendekapku, membisik cerita terdalam

sembari berseloroh, puaskanlah di sini
perut harus kosong agar insiprasi
mengalir dari kepala ke kaki-kaki

lalu ada bisikan lirih, hidup hanya
lantunan penuh teka-teki, sungguh perih
untuk semua asa tersimpan di jendela
sudahi atau waktu-waktu berlari
meninggalkan tubuh ini
yang tak memerdeka, tak berjeda

aku hendak mengguyur sepelan
pelannya, tetapi ada tegurmu, tertelan
sudah semua mimpi, tertanam
paling dasar, untuk apa geram

pada berita bermuslihat
pada lidah bersilat
pada pangkat-pangkat tak bermartabat
aku duduk menonton di toilet
yang memerdekakan siapa saja untuk berhajat

Bandung, 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun