Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden BJ Habibie Seusai Tragedi Mei '98

12 September 2019   00:00 Diperbarui: 12 September 2019   15:56 2329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruang tunggu, pejabat protokol Presiden lagi-lagi mengatakan, tidak seluruh rombongan akan diterima Presiden. "Tidak apa-apa Pak. Kami tidak akan pulang sebelum semuanya diterima. Kalau perlu, kami akan menginap di sini."

Si pejabat tampak tercengang. Kehabisan kata-kata. Semua dalam rombongan menahan senyum ketika tidak ada lagi tanda-tanda hadangan bagi mereka.

Di dalam ruangan Presiden Habibie hanya didampingi Mayor Jenderal Sintong Panjaitan. Rombongan masuk. Sesudah masing-masing mendapat tempat duduk, wakil rombongan membacakan pernyataan tertulis yang salinannya berada di tangan Presiden.

Pernyataan yang sudah ditandatangani tertanggal 16 Juni 1998 itu merupakan pernyataan sikap masyarakat anti kekerasan terhadap perempuan kepada pemerintah. Pernyataan itu sampai dengan 15 Juli 1998 telah disebar-luaskan melalui email. Dalam kurun waktu dua minggu berhasil mengumpulkan 4.000 tanda tangan dukungan, dari perempuan maupun pria.

Kelompok inilah yang kemudian menamakan diri Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan (MAKTP).

"Kami mengecam keras perkosaan dan penyerangan seksual yang bersifat sistematis terhadap kerusuhan bulan Mei 1998 lalu. Tindak kekerasan dan kebiadaban ini adalah titik terendah merosotnya martabat dan peradaban di Indonesia selama 32 tahun ini."

Pernyataan tersebut panjang. Terdiri banyak tuntutan....

"Boleh saya bicara sekarang?" kata Presiden Habibie dengan sabar. Di tangannya masih tergenggam surat pernyataan yang diterimanya dari kelompok ini. Pada beberapa bagian sudah ditandai dengan highlight hijau.

Habibie membacakan bagian tuntutan "permintaan maaf". Apa yang terjadi, menurut Presiden, tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Tiananmen Square di RRC. Dan pemerintah RRC, tekan Habibie, tidak meminta maaf.

"Jangan lupa, saya baru 53 hari menjadi presiden. Banyak persoalan penting lain, terutama persoalan ekonomi," tutur Presiden Habibie.

"Kita Indonesia. Bukan RRC"
"Masalah kekerasan terhadap perempuan tidak kalah penting dari persoalan ekonomi"
"Menjamin keamanan penduduk adalah tugas negara, dan kegagalan dalam hal itu harus diakui dan diluruskan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun