Telaga Manusia
Hari Minggu (2/6/2019) dini hari saya masuk Kota Mekkah. Satu jam lagi tiba waktu Subuh. Empat belas orang rombongan "Umrah Mudik 1440 H" PT Manaya Indonesia sudah mengenakan kain ihram untuk melaksanakan Rukun Umrah, yakni Tawaf dan Sai. Setelah sahur dan shalat subuh kami menahan diri. Menunggu arus balik jamaah keluar terlebih dahulu. Menjaga agar tidak benturan.
Sesaat kemudian baru berani masuk. Petugas memberikan jalan masuk bagi jamaah yang akan turun. Baik di pelataran Kabah maupun lokasi Sai sangat padat. Terpaksa harus berjalan pelan-pelan. Setapak demi setapak.
Di seputaran Kabah terlihat jamaah duduk beriktikaf. Pemandangan cukup menarik. Kalau dilihat dari kejauhan mirip telaga manusia. Mereka khusyuk berdoa. Tangan diangkat, menengadah. Seolah-olah mengetuk pintu yang diidam-idamkan.
Begitulah, ramainya Masjidil Haram di Tanah Suci. Ratusan ribu umat Muslim dari segala penjuru dunia berbondong-bondong, memasuki pintu Babussalam berbaur bersama jamaah lainnya. Wajah para jamaah, terlihat ada yang dari negara Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika.
Umumnya mereka berebut tempat di Multazam. Bergeser ke Hijir Ismail, menuju ke tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun Kabah.
Sejauh mata memandang. Di  'area' Multazam jamaah beristighfar, meminta keringanan dosa. Seperti hendak meratakan jalan kebaikan bagi jiwa kita menuju ampunan yang amat didambakan.
Ya, memang. Kita harus bersibuk dengan Allah. Dengan bersibuk bersama Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan untuk segera melupakan segala dosa. Kita merasa enteng beribadah. Sebisa-bisanya kita tidak melewat waktu-waktu yang indah bersama Allah di Masjidil Haram.
Sebelum berangkat Umrah Ramadan, ada pesan WhatsApp seorang kawan. Saya sama sekali tidak menyangka. Saya tidak pernah bercerita hendak berangkat umrah. Tetapi kalimat WA yang disampaikan, seolah-olah dia dapat membaca rencana saya. Saya yakin, ini skenario dari Allah.
"InsyaAllah Mas Arifin dan istri mabrur, kalau sekarang lagi ibadah di tanah suci. Aamiin. Sekalian nitip doakan saya yo, Mas" tulis Agus Setyabudi, seorang fotografer salah satu majalah ternama di Jakarta. Â Â