Setiap kali hendak pergi, termasuk jalan-jalan ke mana pun, tak boleh lupa. Satu kunci: Berdoa dan berdoa! Demi keselamatan. Sebab, kita tak pernah tahu, ada kejadian apa di depan. Tuhan-lah Maha Pengatur kehidupan...
Untunglah, setiap kejadian ada Tuhan. Hari Rabu (13/2/2019) rombongan komunitas "Sahabat Manaya Explore Turkey" tergesa-gesa memasuki Konya. Kota paling relegius konservatif di Turki. Tempat makam Maulana Jalaluddin Rumi.
Pintu museum ditutup persis pukul 17.00 waktu setempat. Komunitas datang pukul 16.25. Tersisa waktu 35 menit. Masih ada beberapa kerumunan. Pengunjung lelet. Memang lumrah dan biasa. Terutama di tempat sakral selalu ada orang sengaja ingin berlama-lama.
Di depan museum dua orang berbadan kekar. Sederhana namun tampak elegan. Mendatangi teman saya. Tangannya membantu mengangkat tas cangklong. Dia berjalan ke arah tempat wudhu. Letaknya hampir menyatu dengan bangunan museum.
Di Turki banyak tempat wudhu yang bentuknya melingkar. Kadang berada di luar masjid. Ada kalanya menyatu di dalam masjid. Selalu berpagar, sehingga mudah meletakkan bawang bawaan. Biasanya pada bangunan kuno. Yang modern tempat wudhu jadi satu dengan kamar mandi.
"Bismillaah..." katanya. Tas cangklong dia taruh di pagar. Di atas kran air. Saya mengikuti langkahnya. Dalam hati saya, ini orang cukup mengerti kalau kita semua pada belum salat ashar. Jarum arloji menunjuk angka 16.35. Waktu tutup semakin mepet.
Lagi-lagi orang tadi, yang mengenakan seragam hitam, mengarahkan rombongan. Selesai wudhu, kaki terbuka, saya pikir langsung masuk museum. Dugaan itu keliru. Petugas memberi kode, agar dipakai. Tapi dia menunjuk tumpukan kantong plastik. Masuk boleh bersepatu, asalkan dibungkus kantong plastik. Semacam tas kresek, berwarna biru.
Tepat di depan pintu masuk museum. Semua diperiksa. Oh, ya...perempuan non muslim mengunjungi tempat ini harus rapi. Bagi yang tidak berhijab disediakan kerudung. Tempat kerudung tak jauh dari pembungkus alas kaki.
Masuk dan keliling museum dilakukan serba cepat. Di dalam museum ada mushala kecil. Alhamdulillah bisa salat berjamaah. Usai salat, sudah dikomando oleh petugas. Diminta segera mengitari museum.
Sejak awal masuk museum, sayup-sayup terdengar suara musik. Musik pengiring tarian sufi. Mengalun syahdu. Larut terbawa nuansa spiritual. Lama-lama mendebarkan. Musik ini tidak diputar sepanjang waktu.Â
Inilah salah satu alasan utama mengunjungi Konya. Memang untuk merasakan "kehidupan" Rumi. Penyair, sastrawan, dan pemikir rohani. Cerita tentang siapa Rumi silakan mencari sendiri. Gampang diperoleh. Bisa diakses dari situs-situs pengagum Rumi. Dalam hitungan detik cerita kehebatan Rumi bisa diunduh.
Saya berada dalam rombongan ini berusaha merasakan. Mencari pemahaman nuansa spiritual di museum Rumi. Silakan datang. Lalu nikmati, dan resapi suasana hening. Syukur bisa mendengar musik lembut. Musik tarian Sufi di Museum Rumi.
Eh, saya dapat cerita lain. Lima menit menjelang museum ditutup. Orang-orang bertubuh kekar tiba-tiba berubah sangar. Pandangan mata yang tadi bersahabat, dikurangi sedikit. Sekarang sorotnya tajam.
Tidak mungkin momen ini terjadi apabila datang dalam tempo longgar. Semua ada hikmahnya. Datang, masuk museum dengan tempo relatif pendek. Bahkan tergopoh-gopoh. Â Malah punya pengalaman baru. Mendengar lantunan musik tarian sufi. Kemudian, menjadi bagian dari tamu yang ikut "terusir"'.
Seperti dikutip pada awal tulisan. Tak ada namanya kebetulan. Tuhan mengatur semua kehidupan.
Artikel terkait:
Isrti Presiden Turki, Si Cantik Peduli Plastik
Melihat Masjid di Turki Selalu Dijaga Polisi
Tradisi, Atraksi, dan Inovasi Teh Turki
Salat Jumat di Blue Mosque, Dingin-dingin Hangat
Menarik Napas di Benteng Kapas Pamukkale
Hagia Sophia, Silaturahim Peradaban, Budaya, dan Agama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H