Shalat hari Jumat (15/2/2019) di Istanbul, Turki. Tempatnya di Blue Mosque atau Masjid Biru. Dingin-dingin hangat. Dingin di luar. Hangat di dalam masjid.
Dingin, lantaran suhu berada kisaran 4 derajat. Ketika menghembuskan napas, keluar dari mulut adalah asap. Saat berwudhu, air yang keluar menyentuh kulit berasa panas. Seperti digosok es batu.
Hangat, karena di dalam masjid duduk diapit warga setempat. Badan kekar. Berjaket besar. Berukuran longgar. Orang Turki saja kedinginan. Apalagi macam saya. Jemaah perempuan boleh ikut shalat. Tetapi harus naik tangga. Tempatnya di lantai dua.
Rombongan terpaksa berpencar. Empat perempuan naik ke atas. Tujuh pria masuk dari pintu yang berada di bawah. Ruangan utama masih longgar. Tapi kutbah sudah berlangsung.
Di luar kebiasaan. Para jemaah menghadap kiblat. Seperti di Indonesia. Sedangkan pemberi kutbah berada di samping kiri (selatan). Duduk di atas mimbar. Menghadap ke utara. Lebih dari setengah jam lamanya. Seorang petugas menaiki tangga. Sepertinya mengingatkan. Berbisik kepada pengkutbah. Sebelum berakhir, doa bersama. Setelah itu pemberi kutbah turun.
Tak lama kemudian suara adzan berkumandang. Kemudian semua jamaah berdiri. Mengangkat tangan. Takbir dan shalat. Saya bertanya orang di sebelah. Ternyata shalat sunah. Teman saya bilang, sebagian besar umat Muslim Turki menganut mahzab Imam Abu Hanifah. Memang terasa agak lama. Dibanding salat Jumat di Indonesia pada umumnya.
Rupanya dari sini 'ritual jumatan' sesungguhnya bermula. Khatib naik mimbar. Posisi mimbar seperti pada umumnya, ada di barat. Menghadap timur. Memberi kutbah sambil berdiri. Menghadap arah jamaah. Menyerupai tata cara selama ini. Sesi pertama menyampaikan pokok materi kutbah. Berikutnya sesi kedua diisi doa penutup.
Bubar shalat Jumat. Menuju pintu keluar. Jemaah saling berimpitan. Terombang-ambing. Seperti diayun gelombang air pasang. Hanyut ke kanan atau ke kiri. Semua jemaah merasakan hal yang sama. Tanpa keluhan. Sedikit pun tak ada teriakan. Pengalaman menyenangkan.
Selama waktu shalat, turis asing dilarang masuk. Mereka, boleh masuk melalui pintu sebelah utara. Pengunjung non muslim diarahkan untuk masuk dan keluar lewat satu pintu ini. Pintu utama atau pintu barat lebih diperuntukkan bagi orang Turki. Juga bagi orang yang hendak menunaikan sholat di masjid ini.
Peraturan ketat. Wisatawan wajib berpakaian sopan saat memasuki ruang masjid. Wanita harus mengenakan kerudung. Turis asing atau tamu non muslim cukup melihat dari belakang. Tak bisa menjangkau bagian depan. Karena tempat shalat. Penjaga selalu siap mengingatkan di depan pintu masuk.
Interior marmer
Blue Mosque si masjid Biru. Simbol kejayaan Islam pada masa Kekaisaran Utsmaniyah, Turki  di masa lampau. Dibangun antara tahun 1609 dan 1616 atas perintah Sultan Ahmed I, yang kemudian menjadi nama masjid tersebut.
Dikenal dengan sebutan Masjid Biru karena pada masa lalu interiornya memang berwarna biru. Cat biru bukan merupakan bagian dari dekor asli Masjid. Warna kubahnya dari kejauhan malah cenderung abu-abu. Nah, warna kebiru-biruan justru akan terlihat dari dekat.
Laut Marmara tampak indah. Terlihat jelas saat berada di masjid ini. Saat langit mulai senja semakin mempesona. Sebaliknya. Dilihat dari laut, kubah dan menaranya mendominasi cakrawala kota Istanbul. Karena keindahannya, masjid ini pun menjadi maskot.
Elemen penting dalam masjid ini adalah mihrab. Terbuat dari marmer. Bukan sembarang marmer. Karena diambil dari dalam laut Marmara. Sekarang menjadi jelas mengapa dinamakan Laut Marmara. Marmara artinya marmer. Di Masjid Biru marmer dpahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel di atasnya.Â
Tembok sekelilingnya penuh keramik. Masjid Biru sungguh istimewa. Dalam kondisi jemaah paling penuh sekalipun, semua jemaah di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam.
Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1616. Memerlukan waktu 7 tahun. Akibat jumlah menara yang sama dengan Masjidil Haram di Makkah, Sultan Ahmed I mendapat kritikan tajam. Akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil Haram.
Sejauh mata memandang. Setidaknya setelah kondisi mulai sepi, saya belum menemukan rombongan wisata berasal dari tanah air.Â
Alhamdulillah, "Sahabat Manaya Explore Turkey" bisa masuk. Sekaligus melaksanakan shalat Jumat di Blue Mosque atau si Masjid Biru.
Situasi luar masjid, hujan turun rintik-rintik. Â Meskipun payungan tetap saja kedinginan. Akibat tampias air hujan. Tak ada lagi kehangatan. Sekujur tubuh gelisah, karena menggigil.
Tulisan terkait:
Istri Presiden Turki, Si Cantik Peduli Plastik
Melihat Masjid di Turki yang Selalu Dijaga Polisi
Tradisi, Atraksi, dan Inovasi Teh Turki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H