Hari Jumat (11/1/2019) pukul 15.00 -sebut saja namanya Umar, berdiri di sebuah lorong pertokoan BG Junction, Bubutan, Surabaya. Dengan wajah gelisah, dia menoleh ke belakang. Dilihatnya puluhan orang punya nasib sama, juga sedang mengantre. Ada yang bersandar dan lesehan di lantai karena saking lelahnya.
Hampir semua jemaah umrah (dan kemungkinan jemaah haji) sejak awal tahun 2019 berada pada zona tidak nyaman. Mereka harus berkejar-kejaran mencari kota yang bisa melayani rekam biometrik.Â
Umar berkisah tentang kesulitan yang dialami selama pengurusan rekam biometrik. Terdaftar sebagai jemaah umrah travel biro Jelajah Toyibah, Solo, Jawa Tengah, Umar berangkat ke Tanah Suci tanggal 23 Januari 2019.
"Justru masih tersisa kuota keberangkatan umrah tanggal 21 Januari 2019" tutur Umar, heran.
Menurut Umar pengurusan VFS agak aneh. Kuota pengurusan harusnya urut kacang. Di mulai sejak angka kecil, menuju ke urutan angka berikutnya. Karena dikejar waktu, Umar dan kawan-kawan akhirnya berangkat ke Surabaya.
Tiba di Surabaya Umar masih harus berjuang. Jemaah umrah dari daerah-daerah juga tumplek blek (baca: datang bersamaan) di BG Junction. Kesulitan itu bukan hanya milik Umar, tetapi juga menimpa jemaah umrah di seluruh tanah air.
Terpisah, Muhammad Iqbal Ibrahim dari sebuah biro perjalanan haji dan umrah di Sidoarjo punya pengalaman lain. Sejak pukul 14.00 dia sudah antre di BG Junction. Iqbal tidak sendirian. Ia membawa serta jemaah umrah yang akan berangkat tanggal 28 Januari 2019. Tiga jam kemudian, sekitar pukul 17.00 baru bisa dilayani.
Iqbal mendaftarkan berkas-berkas sampai di depan loket. Selanjutnya para jemaah yang antre. Pengambilan rekam sidik jari dan rekam mata memang tidak boleh diwakilkan.Â
Menurut Iqbal, rekam biometrik dilayani pada hari Senin sampai hari Jumat. Berhubung ada lonjakan pengguna, maka terpaksa dibuka penambahan jam layanan pada hari Sabtu dan Minggu.
Sejak diberlakukan ketentuaan baru kesibukan Iqbal bertambah. Selama ini dia membantu urusan paspor dan visa saja. Sekarang perlu tambahan waktu untuk pengurusan rekam biometrik. Biaya yang dikeluarkan untuk setiap orang (dalam bentuk dolar) mencapai Rp 120.000,-
Petugas VFS berulangkali terlihat melarang siapa saja yang hendak mengambil foto selama proses rekam biometrik. Foto boleh asalkan di luar area kerja.