Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lion Air, Benci tapi Rindu

1 November 2018   22:44 Diperbarui: 2 November 2018   14:20 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerbangan Jakarta-Surabaya dengan Lion Air pesawat Airbus 330-300 (Dok Pribadi)

Langit sangat indah saat bis angkut yang membawa sekitar 25 penumpang tiba di depan pesawat Lion Air JT-592, Sabtu (20/10/2018), pukul 17.20. Senja mulai datang. Matahari pelan-pelan menghilang.

Butuh limabelas menit perjalanan dari Gate A2 Terminal 1 hingga lokasi pesawat yang berada di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta. Seharusnya perjalanan bis pengantar cuma 3-5 menit. Namun karena letak pesawat tidak sebagaimana mestinya, maka perjalanan agak lama. 

Sore itu tidak ada lalu-lalang kendaraan, kecuali bis angkut milik maskapai berlogo kepala singa ini. Secara keseluruhan layanan penerbangan Terminal 2 menggunakan garbarata. Entah mengapa, Lion Air JT-592 bisa nyempal (baca; terpisah) sendirian. Agak mengherankan, karena di luar kebiasaan.

Terbang menggunakan Lion Air JT-592 paling sering, kalau enggan disebut pilihan favorit. Dari Jakarta relatif masih sore, sehingga tiba di Surabaya tidak terlalu malam. Karena telah terbiasa, maka saya sedikit hafal.

Setiba di atas pesawat terasa agak berbeda. Badan pesawat sangat luas. Barisan kursi tidak hanya di kanan dan kiri saja. Tengah juga ada tempat duduk. 

Kabin atas ada di kanan, kiri, dan tengah. Kamar kecil seluruhnya ada delapan titik. Setelah duduk, membaca buku petunjuk, baru paham. Pesawat jumbo ini ternyata Airbus 330 seri 300.

Seorang pramugari saya tanya, kenapa bukan pesawat biasanya. Menurut penjelasan, pesawat ini besok pagi (Minggu, 21/10/18) bakal membawa jemaah umrah dari Surabaya menuju Tanah Suci. Pantas Kapten Pilot yang bernama Derry Muda Perkasa mengucapkan Assalamualaikum saat hendak terbang atau akan mendarat.

Umrah Harian

Bulan November 2017 Lion Air terbilang sukses memberangkatkan jemaah Umrah dari Tanah Air menuju Tanah Suci. Jemaahnya berasal dari 9 kota di Indonesia. Banjarmasin, Surabaya, Palembang, Padang, Balikpapan, Solo, Banda Aceh, Makassar, dan Jakarta.  

Program ini proyek perdana bagi Lion Air. Sukses tersebut kemudian berlanjut sampai Februari 2018, hingga Bulan Ramadhan 2018. 

Lion Air mengoperasikan armada terbarunya Boeing 737 MAX 8 berdaya angkut sekitar 175 orang. Seiring bertambahnya peminat umrah, Lion Air memanfaatkan kekuatan Airbus A330-300 yang bisa sekaligus membawa 437 penumpang. Airbus jenis ini adalah pesawat yang menerbangkan saya dari Jakarta menuju Surabaya -sebagaimana cerita sebelumnya.

Tak disangka, program "Umrah Bersama Lion Air" mempunyai prospek baru. Per tanggal 14 Oktober 2018 lalu pihak Lion menambah frekuensi penerbangan tidak hanya sekali sepekan. Lion Air bakal melayani penerbangan umrah sehari sekali dari Bandara Internasional Kertajati Majalengka, Jawa Barat tujuan Madinah. 

Boeing 737 MAX 8 dalam penerbangan perdana (Istimewa)
Boeing 737 MAX 8 dalam penerbangan perdana (Istimewa)
Prestasi buruk

Bukan berarti Lion Air berjalan tanpa halangan. Sedih dan duka seolah-olah "terbang bersama" Lion Air. Kabar tak sedap sering mendera maskapai ini. Langkah suksesnya diikuti prestasi buruk.

Di darat, pilot dan awak pesawat kerap urusan dengan aparat hukum lantaran terlibat berbagai kasus. Paling menarik jika ada berita pilot dan awak maskapai terjerat narkoba.  

Di udara, Lion Air memiliki catatan buruk. Berulangkali media mainstream menulis soal pesawat Lion delay akibat rusaknya pesawat. Di televisi sering melihat tayangan penumpang mengamuk, bahkan mengobrak abrik kantor perwakilan Lion Air di bandara.

Jejaring media sosial menjadi pusat curhat. Itu semua bentuk akumulasi kekesalan penumpang terkait minimnya informasi jika sedang terjadi keterlambatan pesawat. Entah, apalagi. Sepertinya masih banyak!

Aksi korporasi memborong berbagai merek dan jenis pesawat baru tidak serta merta menutup bencana. Pesawat Lion Air JT-610 yang mengalami musibah di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) disebut-sebut masih baru beroperasi.

Boeing 737 MAX 8 -yang mengalami tragedi itu, tidak hanya baru bagi Lion Air, tetapi juga baru buat Boeing, pabrikan pesawat utama asal Amerika Serikat. Lion Air Group terpikat program 737 MAX yang diluncurkan pada 20011. Boeing, antara lain, menggunakan komponen baru yang lebih efisien.

Sebagai generasi terbaru, Boeing 737 MAX dirancang sebagai pesawat penumpang super canggih. Pesawat ini memiliki kekuatan pada struktur, aerodinamika, dan avionik. 

Menurut keterangan resmi Boeing, sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, pihak Lion Air memesan 201 unit 737 MAX pada 17 November 2011, tak sampai dua bulan sejak program 737 MAX resmi diluncurkan Boeing. 

Lion Air juga menjadi pengguna pertama (launch customer) varian 737 MAX 9. Boeing 737 MAX 8 beregistrasi PK-LQP terjatuh di perairan Karawang, Senin (29/10/2018) adalah 737 MAX ke-10 yang dioperasikan Lion Air.

Benci tapi rindu

Insiden pesawat terbang itu melahirkan hikmah sangat menarik. Betapa sering penumpang merasa kesal terhadap Lion Air. Namun minat terbang menggunakan maskapai ini tetap tinggi. Mirip syair lagu, Lion Air dibenci tapi juga dirindukan. Aneh tapi nyata.

Pilihan favorit Jakarta-Surabaya menggunakan Lion Air JT-592 (Dok Pribadi)
Pilihan favorit Jakarta-Surabaya menggunakan Lion Air JT-592 (Dok Pribadi)
Pasca kejadian, ada seorang pilot maskapai Batik Air, Captain Vincent Raditya tampil memberikan testimoni. Lewatsebuah videonya yang diposting melalui akun YouTube pribadinya, dia mengungkapkan:

 "Pesawat tidak ada yang didesain untuk crash. Pesawat didesain untuk membawa penumpang dari poin A ke poin B secara efisien, aman, dan seperti itu.

Maka dibuatlah disana harus ada 2 orang  pilot di depan dan berbagai macam aturan dibuat disana. 

Semua aturan tersebut harus dipatuhi untuk menjaga keamanan seluruh penumpang tentunya.

Kalau kita sudah melihat bagaimana awal mulai sejarah itu terjadi, harusnya kita paham. Tidak ada pesawat di dunia ini yang dibuat untuk crash guys, berikut juga dengan krunya. 

Kru seperti saya dan awak penerbangan itu tidak  ada yang dilatih untuk sengaja menjatuhkan pesawat. 

Kami dilatih menghandle berbagai macam problem di udara, lagi-lagi ujungnya untuk menjamin keselamatan semuanya...."

Pernyataan Vincent sangat memikat!

Dari musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, kabar terakhir Tim Basarnas telah menemukan kotak hitam. Sebagian jenazah korban juga sudah diangkat. 

Masyarakat hampir di seluruh belahan dunia ikut berdoa.  Mudah-mudahan semua amalan semasa hidup dari 168 penumpang yang meninggal bisa diterima oleh Tuhan YME. Kepada keluarga korban yang sampai saat ini masih berharap dan menunggu jasad orang-orang terkasih mereka, semoga diberikan ketabahan iman.

Peristiwa jatuhnya pesawat pasti menyedot perhatian dunia penerbangan. Tahun 2017 kinerja penerbangan sipil Indonesia sudah bagus. Dinilai minim kecelakaan fatal. Upaya berbagai pihak untuk meningkatakan standar keselamatan penerbangan merasa terpukul atas kejadian gagal terbang Lion Air JT-610 yang merenggut ratusan jiwa. Pengalaman berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun