Mengenakan hem batik lengan panjang advokat senior Trimoelja D. Soerjadi bersama istri berdiri di pintu masuk Hotel Mercure-Grand Mirama, Surabaya. Wajahnya penuh senyum menyambut setiap tamu yang hadir. Apabila yang datang sahabat atau kolega lama, tak segan dia memeluknya.
Minggu siang (23/2/2014) Trimoelja meluncurkan buku berjudul: Manusia Merdeka, Sebuah Memoar. Acara tersebut berlangsung hangat, penuh persaudaraan karena mengambil model diskusi interaktif. Jalannya bedah buku juga penuh canda.
"Saya hadirkan tiga orang batak, persembahan spesial untuk para hadirin" ujar Trimoelja mengawali acara. Kalimat pembuka ini tentu saja membuat tertawa para hadirin.
Trimoelja serius. Memang ada tiga penyaji, semuanya orang Batak. Mereka adalah pengacara kawakan Adnan Buyung Nasution (kini sudah almarhum), mantan hakim Monang Siringo-ringo serta Sosiolog Universitas Airlangga Hotman Siahaan bertindak  sebagai moderator.
Adnan Buyung Nasution, akrab dipanggil abang menilai, buku Trimoelja perlu mendapat apresiasi. "Figur Trimoelja adalah sosok pembela rakyat jelata, sekalipun secara garis keturunan Trimoelja merupakan anak kaya dan mempunyai "darah biru" (keturunan ningrat)," katanya.
Monang Siringo-ringo, mantan Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya dan Kepala Kejaksaan Tinggi di Medan, menyebut Trimoelja sebagai tokoh penegak hukum dengan kemandirian kuat.
"Karakter beliau waktu masih muda hingga tua sekarang tetap cemerlang" kata Monang yang mengaku kenal dekat luar dalam. "Artinya, sebagai kawan di luar persidangan dan menjadi lawan saat di persidangan," imbuh dia.
Adnan Buyung menyebutkan profesi advokat memang unik, karena dalam menjalankan profesinya di hadapan hakim dan jaksa masing-masing mewakili kepentingan berbeda. Meskipun berdebat habis-habisan di peradilan, tapi harus tetap bersahabat.
"Hari ini mereka bersahabat, tapi besok di ruang sidang bisa jadi mereka berantem. Sekarang sudah saatnya dibangun kembali jiwa keberanian dan jiwa persidangan yang sehat" ujarnya.
Moderator Hotman Siahaan, berhasil membangun suasana emosional melalui testimoni berbagai pihak. Ada politikus gaek Moestahid Astari dan dokter Sentot Soeatmadji. Dari rekan seprofesi muncul Oemar Ishananto dan Pieter Talaway. Pihak keluarga tampil memberikan kesan adalah Nyonya Dyah Eko Rahaju (istri), serta Adnan Tripradipta dan Asri Suryaningtyas , putra-putri Trimoelja.
Mantan Kepala Bulog Rahardi Ramelan selaku figur yang pernah dibela Trimoelja ketika dia menjadi terdakwa dalam kasus "Bulog Gate II" ikut memberikan kesaksian.
Trimoelja D Soerjadi menjadi memang terkenal. Ia sangat berani menentang kebijakan pemerintahan Orde Baru, terkait mesalah hukum. Salah satu kasus yang merupakan highlight dalam perjalanan profesi advokat adalah saat menangani pembunuhan Marsinah (1993). Kasus ini mengantarnya menerima penghargaan Yam Thiam Hien Award tahun 1994.
Dipanggil Waras
Di kalangan kerabat dan kawan dekatnya, Trimoelja kecil dipanggil dengan nama "Waras" -bahkan hingga sekarang. Mengapa? Waras merupakan nama pemberian dokter Sayid Rahmat. Dokter spesialis anak ini kerap memeriksa kesehatan Trimoelja kecil yang di usia 2-4 tahun sering sakit-sakitan.
Dokter Rahmat suatu ketika menyarankan agar Trimoelja diberi tambahan nama Waras. Dalam bahasa Jawa, "Waras" artinya sembuh alias sehat. Pemberian nama "Waras" maka Trimoelja diharapkan selalu sehat. Usul tersebut diterima oleh orangtua beliau.
Harapan dan doa yang terkandung itu dikabulkan Allah. Semenjak dipanggil Waras, Trimoelja kecil ternyata tumbuh menjadi anak yang sehat. Tidak saja fisiknya melainkan juga akalnya.Â
Soerjadi merupakan advokat kawakan Indonesia yang kerap menyebut dirinya sebagai pengacara pedesaan. Dia lebih memilih berkarier dari kota kelahirannya di Surabaya selama 50 tahun lebih meskipun berbagai tawaran dan kesempatan pernah mampir mengajaknya ke Jakarta.
"Saya ini kan dilahirkan dan dibesarkan di Surabaya. Saya ini bonek asli. Saya tidak boleh lupa asal usul saya." Kalimat yang sering disampaikan kepada awak media.
***
Boleh jadi acara peluncuran buku bersama 3 orang batak itu merupakan pertemuan terakhir saya dengan Trimoelja D. Soerjadi. Sebelumnya perkenalan terjalin pada tahun 1980-an di Pengadilan Negeri Surabaya. Beliau menekuni karir sebagai pengacara, sedangkan saya sedang membangun karir menjadi jurnalis.
Hubungan menjadi lebih akrab sekitar tahun 2005-an ketika beliau ditunjuk sebagai anggota Board of Surabaya Academy, sebuah lembaga nirlaba bentukan Radio Suara Surabaya. Kegiatan Surabaya Academy banyak mendapat dukungan penuh dari beberapa media cetak di Surabaya.
Anggota board itu terdiri dari 12 orang, masing-masing: Â Soetojo Soekomihardjo (CEO Radio SS-sudah almarhum), Ali Maschan Moesa, Herman Halim, Liem Ou Yen, Kresnayana Yahya, Johan Silas, Hotman Siahaan, Errol Jonathans (sekarang CEO Radio SS), Nalini M. Agung, Sirikit Syah dan terakhir masuk Trimoelja D Soerjadi menggantikan salah seorang anggota board yang berhalangan tetap.
Board of Surabaya Academy setiap dua tahun memberikan penghargaan berupa Surabaya Academy Award (SAA) kepada sosok berprestasi melalui beberapa kali penyaringan dan diskusi. Tidak jarang penerima penghargaan SAA bukan orang-orang terkenal, tetapi karena kemandirian dan dedikasinya telah menginspirasikan masyarakat dan memberi solusi kongkrit untuk membangun Surabaya sebagai kota yang bermartabat.
Ada beberapa kategori pilihan, misalnya tentang "Lingkungan Hidup", "Pendidikan", dan kategori "Board Preference". Dalam pemilihan dan penyaringan anggota board harus pandai mengelola konflik kepentingan. Karena sosok yang muncul untuk dinilai bisa jadi kenal secara pribadi dengan anggota board. Di sinilah prefesionalitas mereka diuji. Meskipun satu sama lain saling adu argumentasi, pada akhirnya kata sepakat harus didapat.
Sebagai anggota yang terbilang baru, Trimoelja selalu tampil menjadi penengah. Dia sering menyampaikan wacana-wacana baru, terkait masalah hukum. Semua anggota board biasanya dapat menerimanya, terlebih kalau Trimoelja menyampaikan guyonan-guyonan khasnya. Aktivitas Surabaya Academy untuk sementara terhenti, setidaknya sampai hari ini.
Innalillahi wainnailaihi roji'un. Lelaki bernama lengkap Trimoelja Darmasetia Soerjadi kelahiran Surabaya 7 Januari 1939 pada hari Kamis (17/5/2018) pukul 06.30 WIB telah meninggal dunia.
Setelah berjuang menghadapi sakit infeksi paru-paru, Pak Tri-begitu sapaan akrabnya- menghembuskan napas terakhir di usianya yang ke-79 tepat di hari pertama bulan puasa Ramadhan 1439 H.
Selamat jalan Pak Tri. Semoga segala amal baik Anda diterima Tuhan Yang Maha Esa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H