Yerusalem, belumlah terlalu malam pada awal bulan Maret 2018. Saya tiba di salah satu kota di Palestina itu ketika penduduknya yang beragama Islam sedang memasuki kawasan Al Aqsa. Mereka berbondong-bondong hendak menunaikan shalat Isyak berjamaah di dalam masjid.
Tidak pernah menduga bahwa akhirnya saya menginjakkan kaki di bumi Palestina, sebuah wilayah yang sering disebut-sebut sebagai Negeri Para Nabi. Tak pernah terbayangkan bahwa kota seluas 125 kilometer persegi itu akhirnya benar-benar kami singgahi.
Sekitar dua bulan lamanya sejak tanggal 9 Januari 2018 berniat ziarah ke Palestina, dalam benak dipenuhi angan-angan. Juliantono Hadi, Kepala Sekolah SMK Dr. Soetomo Surabaya sosok pemrakarsa keberangkatan sempat berharap, "Kalau diperkenankan kita bisa agak lama berada di Palestina, tidak cuma satu atau dua hari."
Doa beliau dikabulkan. Kami berempat --Juliantono Hadi, Ustadz Abdul Adzim Irsad, Humoris Djadigalajapo dan saya, akhirnya bisa menikmati udara Yerusalem dan beberapa kota lain di Palestina sekitar lima hari lamanya. Kami ini bagaikan mimpi.
Di muka bumi ini Yerusalem -ada yang menulis Jerusalem, adalah kota yang paling disucikan sekaligus diperebutkan. Ribuan tahun sejarahnya dipenuhi berbagai peristiwa. Yerusalem menimbulkan inspirasi jutaan manusia. Yerusalem juga mengandung peristiwa-peristiwa mengerikan.
Yerusalem dalam bahasa Arab disebut Ursalim Al Quds, tempat damai nan suci. Jejak para nabi terukir di Yerusalem. Mulai dari Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, hingga Nabi Muhammad. Bagi umat Yahudi, Yerusalem adalah tempat Nabi Daud mendirikan kerajaan Israel pada tahun 1000 sebelum Masehi setelah mengalahkan Goliath di Filistin yang sekarang dikenal sebagai Palestina.
Setelah Nabi Daud mangkat tahun 922 sebelum Masehi, kekuasaan diserahkan kepada anaknya Nabi Sulaiman. Di bawah kepemimpinan Nabi Sulaiman inilah dibangun sebuah tempat peribadatan yang dikenal oleh orang Yahudi dengan nama Bait Salomo atau Bait Sulaiman. Bait Sulaiman menurut Alkitab adalah bait suci pertama agama Yahudi kuno di Yerusalem.
300 meter sebelum 'Tembok Ratapan' diyakini sebagai tempat tinggal dan disalibnya Yesus. Di tempat ini terdapat sebuah jalan, di mana Yesus diarak setelah disiksa dan kemudian disalib. Jalan di mana Yesus diarak itu diberi nama Via Delorosa (Jalan Kesengsaraan) dan menjadi tempat bersejarah bagi umat Nasrani.
Pada bagian atas 'Tembok Ratapan', ada Masjid Al Aqsa, tempat bersejarah sekaligus kiblat pertama umat Islam. Masjidil Aqsa merupakan masjid suci umat Islam ketiga setelah Makkah dan Madinah. Di tempat inilah Nabi Muhammad melakukan Miraj dan mendapat perintah Shalat.
Karen Armstrong -mantan biarawati Katolik Roma menulis buku berjudul 'Yerusalem'. Buku yang diterbitkan pertama kali pada 1996, edisi perdana Bahasa Indonesia beredar bulan April 2018 dan dijual melalui pre-order. Karen tidak membantah bahwa kota yang dipenuhi oleh pergolakan spiritual dan politik itu menjadi kota suci bagi tiga agama: Islam, Yahudi dan Kristen.
"Situasi di Yerusalem tampak sangat serius dan sulit untuk mengetahui bagaimana konflik antara Israel dan Palestina dapat diselesaikan" tulisnya.
Apa yang dikhawatirkan Karen sungguh terjadi. Malapetaka sepertinya datang lagi. Eskalasi ketegangan antara Palestina dan AS meningkat sejak Oktober lalu, dan semakin dalam ketika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Trump memerintahkan relokasi kedutaan AS di Tel Aviv ke Yerusalem pada tanggal 14 Mei 2018.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, antara waktu 30 Maret 2018 dan 20 April 2018 penembak jitu Israel mengakibatkan setidaknya 45 warga terbunuh. Mereka adalah warga sipil tanpa senjata, termasuk dua wartawan yang mengenakan jaket bertanda 'PRESS'. Sementara itu lebih dari 6.700 lainnya terluka. Unjuk rasa itu akan terus berlangsung selama enam pekan, hingga 15 Mei 2018.
Kegigihan bangsa Palestina melawan pendudukan militer Israel memang patut diacungi jempol.
Indonesia dan Palestina
Monumen Nasional -Monas Jakarta, sepanjang Jumat (11/5/2018) berlangsung Aksi Indonesia Bebaskan Baitul Maqdis. Aksi sejumlah organisasi masyarakat -ormas-ini dilakukan sebagai rasa solidaritas dan bentuk penentangan sikap Amerika dan pendudukan Israel terhadap Palestina.
Dua panggung besar berdiri. Backdrop-nya bertuliskan #ALQUDSREDLINE dan AKSI INDONESIA BEBASKAN BAITUL MAQDIS. Pukul 06.00 WIB acara mulai berlangsung. Grup musik nasyid menyanyikan lagu dengan syair lagu diulang-ulang, "Kami bangsa Indonesia bersama rakyat Palestina, berjuang melawan Israel durjana untuk merdeka..."
Setelah itu pembacaan Surat Al-Kahfi dan Surat Al-Isra yang dibawakan oleh 1000 penghafal (hafidz) Al-Quran. Ribuan peserta aksi yang berada di bawah panggung mengikuti bacaan sambil membuka kitab atau dari gadget mereka. Para Ulama pendukung acara menyampaikan orasi serta membaca puisi.
Sebelum berakhir dengan kegiatan shalat Jumat berjamaah, Ustadz Bachtiar Nasir tampil heroik membakar semangat. Teriakan "Hidup Indonesia" dan "Bebaskan Baitul Maqdil dan Palestina" membara tiada henti. Peserta aksi, semuanya ikut larut dalam suasana hikmat.
Ya, masuk akal jika mereka larut dalam suasana. Perlu diingat, Palestina bukan sekadar negara. Palestina merupakan risalah sejarah penting. "Palestina adalah semacam dokumen tentang kebebasan berserikat. Contoh pluralisme keberagaman agama --Islam, Yahudi dan Kristen".
Bagi saya, ikut dalam aksi #BebaskanBaitulMaqdis seolah-olah merasa berada di Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H