Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Danarto: Ya, Allah, Matikan Hamba

11 April 2018   11:37 Diperbarui: 11 April 2018   19:27 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danarto 34 tahun silam (Dok Pribadi)

Salah satu judul Ya, Allah, Matikan Hamba (Dok Paribadi)
Salah satu judul Ya, Allah, Matikan Hamba (Dok Paribadi)
Memohon mati di Tanah Suci ketika beribadat haji, saya pikir wajar saja. Rasanya saya tidak sendirian. Tentu ribuan jemaah yang lan punya keinginan seperti saya. Ah, jangan-jangan memohon mati itu dosa. Ah, jangan begitu. Apa alasannya. Mati 'kan hal biasa. Ya, karena mati bagian dari hidup, hingga memohon mati adalah sama wajarnya dengan memohon hidup, waktu kita sedang sakit misalnya.

"Apakah Pak Abidin kepingin mati di Tanah Suci?" Tanya saya kepada Pak Abidin dari Majalah Tempo. "Tidak saya harus membesarkan anak-anak dulu," jawab bapak yang naik haji bersama sang istri itu.

Sebelumnya saya mengira Pak Abidin juga memohon mati seperti saya. Wah, saya bisa salah duga   dengan jemaah yang lain. Konon Kiai Bisri Syansuri (Pimpinan NU) berkali-kali memohon mati di Tanah Suci, ketika beberpa kali menunaikan ibadt haji. Beliau meninggal di Jombang.

Yang bahagia adalah Subchan Z.E. dan Bung Tomo, yang "berhasil" meninggal di Tanah Suci. Juga Kamino, teman serombongan yang sebaya dengan saya.

Pagi itu 22 September, saya mau mengumrahkan almarhum ibu saya, setelah ibadat haji saya selesai sehari sebelumnya. Kamino, seorang suami yang belum punya anak, pergi haji sendirian, karena sang istri sudah hajah setahun yang lalu.

Pagi itu badannya panas dan tidak kuat berdiri. Saya bersama seorang bapak memapahnya ke balai pengobatan KBRI yang jaraknya hanya 200 meter. Rupanya perutnya menolak makanan. Meski lemas, semangatnya masih kuat. Di balai pengobatan dengan bersemangat ia minta diinfus. Boleh juga Kamino dalam menebak kondisi tubuhnya. Memang ia diinfus. Namun tak tertolong, ia meninggal malamnya. Ia terkena sengatan matahari.

Tengah malam menjelang kami kembali ke tanah air, pintu kamar diketuk. Setelah dibuka tak ada seorang pun. Lalu ketukan berulang dan dibuka lagi, namun tak ada siapa pun yang mengetuknya.

Kami lalu menganggap Kamino yang telah berada di alam barzah yang mengetuknya. Barangkali ingin mengucapkan selamat jalan. Ketukan itulah yang mengingatkan saya kepada istrinya, di Tanjung Priok, yang kemudian saya bawakan 10 liter air Zam-Zam sebagai oleh-oleh.

"Alangkah bahagianya Kamino meninggal di Mekkah ini," ujar saya kepada teman-teman. Sebelum dikuburkan, Kamino disalatkan di Masjidil Haram, di antara doa ratusan ribu jemaah, ketika salat Asar. Kamino mestinya kamu mengajak saya. Enak saja kamu pergi sendirian, meninggalkan saya yang terbengong-bengong di depan Ka'bah. Kamu sekarang pasti bahagia, ya, 'kan.

Danarto 34 tahun silam (Dok Pribadi)
Danarto 34 tahun silam (Dok Pribadi)
Apakah kamu lantas tertegun ketika kamu lepas dari tubuhnmu sambil berguman, "O, jadi selama ini, selama hidup di dunia ini, cuma mimpi belaka." Lalu kamu bangun pelan-pelan, barangkali begitu. Persis bangun tidur, bukankah Kanjeng Nabi pernah bersabda begitu. Dan kamu lalu memandang berkeliling, suatu alam yang sejuk. Barangkali.

Lalu kamu mencari-cari teman-temanmu. "Lho ke mana Ahmad Sukarno dan Danarto yang memapah saya tadi?" Barangkali kamu bergumam seperti itu. Ah, siwalan kamu Kamino, pergi nggak ngajak-ngajak.... (Buku "Orang Jawa Naik Haji")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun