"Apakah Pak Abidin kepingin mati di Tanah Suci?" Tanya saya kepada Pak Abidin dari Majalah Tempo. "Tidak saya harus membesarkan anak-anak dulu," jawab bapak yang naik haji bersama sang istri itu.
Sebelumnya saya mengira Pak Abidin juga memohon mati seperti saya. Wah, saya bisa salah duga  dengan jemaah yang lain. Konon Kiai Bisri Syansuri (Pimpinan NU) berkali-kali memohon mati di Tanah Suci, ketika beberpa kali menunaikan ibadt haji. Beliau meninggal di Jombang.
Yang bahagia adalah Subchan Z.E. dan Bung Tomo, yang "berhasil" meninggal di Tanah Suci. Juga Kamino, teman serombongan yang sebaya dengan saya.
Pagi itu 22 September, saya mau mengumrahkan almarhum ibu saya, setelah ibadat haji saya selesai sehari sebelumnya. Kamino, seorang suami yang belum punya anak, pergi haji sendirian, karena sang istri sudah hajah setahun yang lalu.
Pagi itu badannya panas dan tidak kuat berdiri. Saya bersama seorang bapak memapahnya ke balai pengobatan KBRI yang jaraknya hanya 200 meter. Rupanya perutnya menolak makanan. Meski lemas, semangatnya masih kuat. Di balai pengobatan dengan bersemangat ia minta diinfus. Boleh juga Kamino dalam menebak kondisi tubuhnya. Memang ia diinfus. Namun tak tertolong, ia meninggal malamnya. Ia terkena sengatan matahari.
Tengah malam menjelang kami kembali ke tanah air, pintu kamar diketuk. Setelah dibuka tak ada seorang pun. Lalu ketukan berulang dan dibuka lagi, namun tak ada siapa pun yang mengetuknya.
Kami lalu menganggap Kamino yang telah berada di alam barzah yang mengetuknya. Barangkali ingin mengucapkan selamat jalan. Ketukan itulah yang mengingatkan saya kepada istrinya, di Tanjung Priok, yang kemudian saya bawakan 10 liter air Zam-Zam sebagai oleh-oleh.
"Alangkah bahagianya Kamino meninggal di Mekkah ini," ujar saya kepada teman-teman. Sebelum dikuburkan, Kamino disalatkan di Masjidil Haram, di antara doa ratusan ribu jemaah, ketika salat Asar. Kamino mestinya kamu mengajak saya. Enak saja kamu pergi sendirian, meninggalkan saya yang terbengong-bengong di depan Ka'bah. Kamu sekarang pasti bahagia, ya, 'kan.
Lalu kamu mencari-cari teman-temanmu. "Lho ke mana Ahmad Sukarno dan Danarto yang memapah saya tadi?" Barangkali kamu bergumam seperti itu. Ah, siwalan kamu Kamino, pergi nggak ngajak-ngajak.... (Buku "Orang Jawa Naik Haji")