Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PKI, Duri yang Melukai Hati

30 September 2017   21:05 Diperbarui: 30 September 2017   21:21 1932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nonton bareng Film Pengkhiatan G30S-PKI di Masjid Al Muslimun, Rungkut Surabaya, Jumat (30/9/2017) -Dok.Pribadi

PKI berganti baju
Sejarah bukanlah sebuah khayalan, bukan juga cerita atau opini. Sejarah sekelam apapun --termasuk PKI adalah sebuah fakta. Dua peristiwa, masing-masing di Madiun (1948) dan Lubang Buaya (1965) menjadi saksi bisu tragedi nasional. PKI telah membunuh sejumlah pejuang nasional, ulama, pemuda, guru, pamong, tani, dan prajurit dalam suatu makar. Dua kali dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, PKI mengkhianati bangsa dan negara. Dengan mengusung idiologi asing Marxisme-Leninisme, PKI menggunting dalam lipatan serta menusuk dari belakang.

Nonton bareng Film Pengkhiatan G30S-PKI di Masjid Al Muslimun, Rungkut Surabaya, Jumat (30/9/2017) -Dok.Pribadi
Nonton bareng Film Pengkhiatan G30S-PKI di Masjid Al Muslimun, Rungkut Surabaya, Jumat (30/9/2017) -Dok.Pribadi
Tanggal 18 September 1948 PKI memproklamasikan Republik Soviet di Madiun, menangkap sejumlah pejuang kemerdekaan. Dalam peristiwa ini lebih dari 200 orang dikabarkan menjadi korban keganasan PKI. Andaikata PKI berhasil di dalam pemberontakan itu, barangkali pembunuhan massal masih akan berlanjut dengan beberapa juta orang lawannya di berbagai kota atau desa di seluruh Indonesia.

Hari Jumat tanggal 1 Oktober 1965 pukul 04.00 WIB, PKI menculik sejumlah jenderal, dengan dalih dipanggil Presiden Soekarno. Mereka, Jenderal Ahmad Yani, Letjen S. Parman, Letjen Suprapto, Letjen M.T. Haryono, Mayjen Sutojo Siswomihardjo, Mayjen DI Pandjaitan kemudian dibunuh dan jenazahnya dimasukkan ke sebuah galian sumur. Lokasi tempat pembunuhan ini dikenal dengan nama Lubang Buaya. Jenderal A.H. Nasution lolos, tetapi ajudannya Kapten CZI Piere Tendean ikut dibawa penculik dan akhirnya ikut dibunuh.

Separo abad lebih (1965-2017) persisnya 52 tahun perebutan kekuasaan dengan nama Gerakan 30 September/PKI berlalu sudah. Ada beberapa faktor penyebab gagalnya pemberontakan ini, sebagaimana banyak ditulis dalam buku sejarah tentang Partai Komunis Indonesia. Akan tetapi yang perlu mendapat perhatian dan kajian lebih dalam, apakah gerakan 30 September itu merupakan tujuan akhir atau hanyalah merupakan langkah awal dari sebuah skenario besar?

Kiranya pertanyaan besar di atas perlu mendapat perhatian serius, mengingat saat ini semakin banyak pihak mengkhawatirkan timbulnya gerakan-gerakan yang mulai memengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika bertarung lewat ideologi agak sulit, ada kemungkinan PKI menempuh pintu lain, misalnya, melalui obat-obat psikotropika, suap menyuap termasuk adu fitnah lewat keyakinan agama. Lihat saja bagaimana konsumsi dan perdagangan narkoba sudah menembus batas usia sekolah dasar, perilaku koruptif pun seolah-olah tiada henti, dan semakin merajalelanya ujaran kebencian sesama anak bangsa. PKI selalu cerdik membaca situasi. PKI sudah berganti baju.

Sejarah bakal membuktikannya. Wallahu a'alam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun