Pak Jakob selamat, ya. Semoga sehat selalu. 27-9-2014
H. Tahar
Ini kepala ikan saos tomat tanpa santan & cabe
Tulisan di atas secarik kertas blok note ini adalah ucapan selamat ulang tahun dari Pemimpin Umum Harian Pos Kota, H. Tahar yang ditujukan kepada sahabatnya, Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama yang tengah merayakan ulang tahun ke-83 (Sabtu 27/9/2014).
Bersama dengan ucapan tertulis H. Tahar mengirim hadiah berupa masakan kepala ikan. Racikan RM Pagi Sore di Jl. Krekot Bunder --Pasar Baru itu sekitar pukul 09.30 WIB meluncur melalui jasa kurir ojek ke rumah Jakob Oetama di Jl. Sriwijaya --Kebayoran, Jakarta.
Tukang ojek berkumis yang sehari-hari mangkal di antara puluhan bemo roda tiga itu sudah hafal sebab sering mendapat amanat mengirim hal serupa.
Begitulah salah satu gaya unik silaturahim para "manusia setengah dewa" alias owner surat kabar beken di jagad Indonesia. Mereka, para jurnalis senior punya hubungan erat, saling berkunjung dan mengunjungi.Â
Meskipun tidak harus seringkali berjumpa, namun ada banyak macam agenda menjalin hubungan baik. Satu sama lain punya cara tersendiri mengikat persahabatan.
Jakob Oetama setiap pulang dari luar negeri selalu membawakan cerutu terbaik untuk dihadiahkan kepada H. Tahar dan H. Harmoko. Bagi Jakob Oetama dua nama tersebut tidak asing.
H. Tahar berkawan dengan Jakob Oetama sejak sama-sama aktif menjadi "Seniman Senen". Sedangkan Jakob Oetama dan Harmoko memang seiring sejalan di kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia.
Bahkan Jakob Oetama dan Harmoko bersama dengan Jusuf Wanandi, Muhammad Chudori, Eric Samola, Fikri Jufri, Goenawan Mohamad, H. G. Rorimpandey, inisiator berdirinya Jakarta Post, harian nasional Indonesia berbahasa Inggris.
Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931. Pada tahun 1963 mendirikan surat kabar Kompas bersama rekannya PK Ojong (wafat 1980) merupakan Presiden Direktur Kompas Gramedia, dan Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia.
Tahun 1973 Jakob mendapat Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah Indonesia, dan pada tahun 2013 dia menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. UGM menilai Jakob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu "kultur jurnalisme yang khas".
Sementara itu Harmoko dan H. Tahar bersama para mitranya (Jahja Surjawinata, S. Abiyasa, dan Pansa Tampubolon) tahun 1970 mendirikan Harian Pos Kota Jakarta. H. Tahar lebih banyak di dalam mengurusi bisnis di Pos Kota Grup, sedangkan Harmoko menyukai urusan di luar Pos Kota, sehingga sempat menjadi Menteri Penerangan selama 3 periode (1983-1998).
Hubungan antara Jakob Oetama dengan Harmoko dan H. Tahar cukup erat. Dalam beberapa kesempatan mereka saling bertemu di "Resto Pulau Dua" -Komplek Taman Ria Senayan, tidak jauh dari Gedung DPR/MPR Jakarta.
Kedekatan mereka semakin nyata manakala pada tahun 1989 dua grup media tersebut menjalin kongsi menerbitkan surat kabar di Surabaya, namanya Harian Surya.
Sebagai Presiden Direktur Jakob Oetama sangat perhatian terhadap semua unit usaha, termasuk surat kabar di daerah yang menginduk ke Kompas Gramedia. Selain bijaksana, beliau juga sangat "bijaksini". Hal itu sangat dirasakan oleh Dwianto Setyawan, mantan Direktur Eksekutif Harian Surya era tahun 2000-2003.
Sebagaimana biasanya setiap tahun semua unit di lingkungan Kompas Gramedia harus memberikan gambaran usahanya menyongsong kegiatan di tahun mendatang.
Dalam presentasi selalu dihadiri oleh seluruh pemegang kepentingan yang berada di kantor pusat Jakarta, dan tidak jarang terjadi adu argumentasi. Bahkan kemudian sampai muncul istilah "rapor merah" dan "rapor biru". Jika berada di zona biru, usahanya boleh dilanjutkan, sementara apabila rapornya merah siap-siap dilikuidasi alias ditutup.
Presentasi Dwianto Setyawan cenderung menuju zona merah. "Saya sangat grogi. Bukan karena kami ini bodoh, tetapi situasi dan kondisi persaingan sedang jatuh-bangun" kata Dwianto secara jujur di tengah-tengah rapat.
Semua peserta berdiskusi menentukan nasib Harian Surya. Di tengah kegentingan Jakob Oetama memecah suasana, "Oke, Mas Dwi. Jangan ragu, naikkan sedikit saja. Anda memang sudah kerja keras. Iya, kan...?"
Ketika mengucapkan kata-kata "naikkan sedikit saja" dan "iya kan" itu kepala  Jakob Oetama menoleh ke arah peserta rapat, bukan kepada Dwianto Setyawan. Dengan kata lain, Jakob Oetama ingin menegaskan kepada para pemegang kepentingan di Jakarta, bahwa usaha Harian Surya harus diberi suport (baca: didukung).
Di bidang redaksi Jakob Oetama juga sering memberikan masukan sehingga lolos dari berbagai ujian. "Pak Jakob selain bijaksana, juga bijaksini," tutur Dwianto Setyawan melalui telepon ketika mengenang peristiwa itu.
'Bijaksana' artinya selalu memahami kepentingan para pemegang modal. 'Bijaksini' maksudnya mengerti situasi dan kondisi di daerah dengan tetap melindungi aset-asetnya.
Bagi Jakob karyawan adalah manusia yang harus dikembangkan dan dioptimalkan serta dihormati. Falsafanya  humanisme transendental atau kemanusiaan beriman menjadi nyawa manajemen dan pendirian, serta sikap Jakob Oetama sebagai manusia, pengusaha, guru, dan anggota masyarakat.
Sebagaimana diketahui, sebelum terjun menekuni dunia jurnalistik, tahun 1952 Jakob pernah menjadi guru SMP Mardiyuana di Cipanas dan guru SMP Van Lith di Jakarta.
Pak JO, demikian panggilan akrab rekan sejawatnya, selalu menunjukkan dedikasinya. Rutinitas datang ke kantor di Jl. Palmerah Selatan, Jakarta pada pukul 07.00 WIB tetap terjaga, meskipun tidak lagi sehari penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H