Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931. Pada tahun 1963 mendirikan surat kabar Kompas bersama rekannya PK Ojong (wafat 1980) merupakan Presiden Direktur Kompas Gramedia, dan Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia.
Tahun 1973 Jakob mendapat Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah Indonesia, dan pada tahun 2013 dia menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. UGM menilai Jakob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu "kultur jurnalisme yang khas".
Sementara itu Harmoko dan H. Tahar bersama para mitranya (Jahja Surjawinata, S. Abiyasa, dan Pansa Tampubolon) tahun 1970 mendirikan Harian Pos Kota Jakarta. H. Tahar lebih banyak di dalam mengurusi bisnis di Pos Kota Grup, sedangkan Harmoko menyukai urusan di luar Pos Kota, sehingga sempat menjadi Menteri Penerangan selama 3 periode (1983-1998).
Hubungan antara Jakob Oetama dengan Harmoko dan H. Tahar cukup erat. Dalam beberapa kesempatan mereka saling bertemu di "Resto Pulau Dua" -Komplek Taman Ria Senayan, tidak jauh dari Gedung DPR/MPR Jakarta.
Kedekatan mereka semakin nyata manakala pada tahun 1989 dua grup media tersebut menjalin kongsi menerbitkan surat kabar di Surabaya, namanya Harian Surya.
Sebagai Presiden Direktur Jakob Oetama sangat perhatian terhadap semua unit usaha, termasuk surat kabar di daerah yang menginduk ke Kompas Gramedia. Selain bijaksana, beliau juga sangat "bijaksini". Hal itu sangat dirasakan oleh Dwianto Setyawan, mantan Direktur Eksekutif Harian Surya era tahun 2000-2003.
Sebagaimana biasanya setiap tahun semua unit di lingkungan Kompas Gramedia harus memberikan gambaran usahanya menyongsong kegiatan di tahun mendatang.
Dalam presentasi selalu dihadiri oleh seluruh pemegang kepentingan yang berada di kantor pusat Jakarta, dan tidak jarang terjadi adu argumentasi. Bahkan kemudian sampai muncul istilah "rapor merah" dan "rapor biru". Jika berada di zona biru, usahanya boleh dilanjutkan, sementara apabila rapornya merah siap-siap dilikuidasi alias ditutup.
Presentasi Dwianto Setyawan cenderung menuju zona merah. "Saya sangat grogi. Bukan karena kami ini bodoh, tetapi situasi dan kondisi persaingan sedang jatuh-bangun" kata Dwianto secara jujur di tengah-tengah rapat.
Semua peserta berdiskusi menentukan nasib Harian Surya. Di tengah kegentingan Jakob Oetama memecah suasana, "Oke, Mas Dwi. Jangan ragu, naikkan sedikit saja. Anda memang sudah kerja keras. Iya, kan...?"
Ketika mengucapkan kata-kata "naikkan sedikit saja" dan "iya kan" itu kepala  Jakob Oetama menoleh ke arah peserta rapat, bukan kepada Dwianto Setyawan. Dengan kata lain, Jakob Oetama ingin menegaskan kepada para pemegang kepentingan di Jakarta, bahwa usaha Harian Surya harus diberi suport (baca: didukung).