Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Antara "News Literacy", Saracen, dan Alquran

31 Agustus 2017   17:25 Diperbarui: 2 September 2017   19:23 2597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita terbongkarnya sindikat Saracen menghiasi hampir semua koran (Dok.Pribadi)

Ho Chi Minh City -Vietnam,  selama satu minggu (30 Juli 2017 -- 5 Agustus 2017) setiap hari diguyur hujan. Udara dingin membuat 16 orang dari 10 negara yang sedang mengikuti workshop "News Literacy" merasa nyaman. Dua orang peserta berasal dari Indonesia.

Belum banyak negara yang menerapkan kurikulum news literacy, termasuk Indonesia. Bahkan University of Social Sciences and Humanities Vietnam National tempat workshop berlangsung harus melakukan kerja sama dengan The University of Hongkong dan Stony Brook, Long Island, New York --Amerika Serikat.

News literacy terjemahan lepasnya adalah usaha untuk mengonseptualisasi metode soal cara mengonsumsi pemberitaan. Untuk itu dibutuhkan pemikiran kritis, sehingga setiap kali membaca atau mengonsumsi pemberitaan yang ada di media sudah terbekali dengan keputusan yang penuh informasi.

Di Indonesia baru mengenal media literasi, atau sering diterjemahkan sebagai melek media. Konsep media literasi itu hanya sampai menyadarkan orang bagaimana memilih atau mengonsumsi media, bukan memilah pemberitaannya. Sedangkan News literacy lebih dalam, menyoal skeptis tentang sebuah berita.

Masyarakat secara umum menganggap setiap pemberitaan itu ansich jurnalisme. Padahal harus juga dimengerti bahwa jurnalisme bersinggungan dengan beberapa 'tetangga' seperti hiburan, promosi, propaganda, dan informasi mentah. Oleh karena itu harus paham cara membedakannya.

Jurnalisme yang baik selalu menerapkan IMVAIN (Independent, Multiple, Verifies, Authoritative, Informed, Named), yang bisa digunakan saat menganalisis sumber berita. Sumbernya independen, terverifikasi, tahu yang sebenarnya dan berwenang menyampaikan informasi. Jika narasumber mau disebut namanya, lebih baik ketimbang yang tidak. Berita dengan sumber yang tidak IMVAIN pasti ada sesuatu di baliknya. Harus diwaspadai.

Bukan hanya soal pemberitaan, tapi juga gambar atau foto. Kadang foto yang dipakai untuk berita tertentu bisa tidak sesuai konteks, dan malah menimbulkan pertanyaan atau konflik baru. Ada beberapa cara untuk menganalisis foto, misalnya dengan First Draft. Perhatikan detail apakah demo orang-orang berhijab tentang Palestina benar-benar terjadi di Palestina, bisa jadi itu protes orang-orang Islam di Perancis.

Sekembalinya ke negara asal Indonesia, Rizky Sekar Afrisia menceritakan ulang kepada ibunya bagaimana ke-seharian workshop. Suasana pembelajaran itu, ada yang duduk sambil menyandarkan punggung, ada pula yang duduk dengan kaki selonjor. Bentuk kelas pun menyesuaikan situasi. Dari semula duduk di kursi bisa berpindah "ngelempoh" (Jawa: duduk) di lantai bawah.

Namun demikian seluruhnya terus menyimak, sebab untuk berkesempatan bisa ikut workshop para peserta melewati berbagai tahapan tes. Tidak hanya kemampuan berbahasa asing, namun juga sejauh mana minat peserta untuk ikut menyebarkan ke masyarakat luas. Dalam jangka panjang masyarakat diharapkan terbiasa "menyaring" informasi, apakah produk jurnalistik atau berita bohong. News literacy menjadi sebuah kebiasaan.

Pelajaran yang bisa dipetik selama workshop ada banyak cara mendeteksi berita bohong atau tidak. Sebaliknya ada banyak cara membuat berita hoax, termasuk membuat foto editan. Pesan serius disampaikan Rizky Sekar Afrisia, andaikata ada banyak lembaga pendidikan di Indonesia ikut menyebarkan news literacy, maka hasilnya masyarakat akan semakin kritis. Masyarakat menjadi lebih bijak menghadapi maraknya media sosial.

Melalui situs jejaring sosial Facebook, Twitter, Instagram, dan Whatsapp masyarakat saling berbagi tautan dan konten tanpa mengecek kebenarannya  terlebih dahulu. Selain membingungkan hal itu berpontensi memicu konflik sosial.

Terbongkarnya sindikat bernama Saracen oleh aparat keamanan, memperjelas keyakinan bahwa industri penyebar kebencian itu benar-benar ada. Editorial sebuah media cetak menulis: makin menjijikkan lagi, industri ini bisa tumbuh dan berkembang karena ada orang atau pihak yang memang mau membayar mahal untuk virus kebenciaan.

Pesan Alquran

Mendengar cerita seputar workshop dari Rizky Sekar Afrisia, sang ibu justru mengingatkan, jauh-jauh hari Alquran sudah memberikan sinyal kepada umat manusia, apabila mendapat kabar jangan ditelan mentah-mentah. 

Ada kisah yang bisa menjadi cermin pada zaman kenabian tatkala Aisyah RA, istri Rasulullah Muhammad SAW pernah difitnah berselingkuh dengan salah seorang sahabat bernama Shafwan. Fitnah itu ditelan begitu saja bahkan sempat mengubah sikap Rasulullah SAW kepada Aisyah. Kemudian, turunlah Surat An-Nur ayat 11 sampai ayat 26 di mana Allah menyatakan Aisyah RA tidak bersalah.

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang akan diperbuatnya. Dan barang siapa diantara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar pula." (QS 24:11).

Dalam tayangan "Halal-Haram Saracen" di Indonesia Lawyers Club TV-One (Selasa, 29/8/2017)  pembawa acara Karni Ilyas berpesan, "Kebebasan media itu bisa menimbulkan hasil baik dan hasil buruk. Tetapi tanpa kebebasan media akan muncul sesuatu yang selalu buruk."

Karni Ilyas mewanti-wanti pemirsa (baca: masyarakat) dengan mengutip Firman Allah,

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS 49:6)

Sesungguhnya workshop "News Literacy" di Vietnam dan pesan Alquran memiliki benang merah.  Terkait dengan segala macam kebohongan serta ujaran kebencian, lima belas abad silam Alquran sudah membunyikan alarm.

Penghargaan peserta
Penghargaan peserta
Diskusi antara ibu dan anak tentang News Literacy, Saracen serta Alquran menjadi semakin memikat. Kesimpulannya: Alquran menjawab semua persoalan manusia hingga akhir zaman!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun