Satu minggu telah berlalu, mereka menghitung hasil tebangan mereka. Alhasil, ahli tebang kedua ternyata lebih banyak menebang pohon. Ahli pertama kesal lalu berkata, "Bagaimana bisa terjadi. Aku lebih banyak kerja dibanding kau. Aku bangun lebih awal dan pulang paling akhir. Tebanganmu lebih banyak, Apa rahasianya?"
Ahli tebang kedua menjawab, "Kau bekerja tanpa henti, sedang aku istirahat. Namun, tak lupa mengasah kapakku. Dengan usaha yang sedikit, tapi lebih banyak pohon yang dapat ditebang"
Intinya adalah pengembangan diri dan pengasahan kapak. Berikan waktu kepada diri sendiri untuk dapat melihat kehidupan dengan pandangan yang lebih objektif. Mencari kekurangan yang kita punya dan belajar untuk mengembangkannya. Karena jika tidak demikian pikiran roh, karakter tidak dapat menjadi kuat.
Begitulah, kita harus selalu introspeksi amal maknawi dan duniawi kita. Jangan sampai ibadah salat, puasa, zakat, atau ibadah lainnya banyak (kuantitas), tapi nilainya (kualitas) sedikit. Karena ibadah pun ada ilmu dan teknik yang harus diperhatikan. Itu dapat dilakukan jika kita memberikan waktu kepada diri kita sejenak untuk belajar.
Sesibuk apa pun kita menggunakan kapak atau gergaji, tetap saja kita hatus berhenti sejenak untuk mengasah. Dalam hal ini agama menyebutnya, ber-muhasabah. Sederhananya, muhasabah itu semacam introspeksi diri dan evaluasi diri atas perbuatan-perbuatan baik dan buruk, baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, para sahabat terdekat Nabi Muhammad Saw tidak pernah menutup malamnya, kecuali telah ber-muhasabah. Seorang Abubakar yang sudah dijanjikan surga pun sangat keras menghisab dirinya. Kita sering mendengar wasiat, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab. Karena lebih mudah bagi kalian menghisap diri sendiri hari ini, daripada hari esok saat menghadapi pertemuan terbesar nanti”
Lalu, kapan kita belajar ber-muhasabah lebih dalam lagi? Kalau bicara “sikon” –situasi dan kondisi- mendingan pilih sekarang ini, setelah Ramadhan.
Atau, datangi saja ustadz Farid bin Muhammad Al-Bathoty. Orangnya masih muda, baik hati, dan ganteng pula. Dia itu staf pengajar Sekolah Tinggi Agama Islam Ali bin Abi Thalib di Sidotopo Kidul 51, Surabaya.
Selamat berlebaran. Mohon maaf kalau ada salah tulis dan segala khilaf!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H