Ruang utama Masjid AL Muslimun Rungkut Barata, Kecamatan Gunung Anyar-Surabaya, Rabu (9/3/2016) pagi, lebih meriah daripada biasanya. Jamaah berbondong-bondong, datang dari berbagai lapisan usia. Tua, muda, anak-anak, dan bahkan ada seorang ibu datang menggendong bayinya. Puluhan jamaah membentuk barisan atau biasa disebut shaf. Jamaah pria di barisan depan, sementara jamaah wanita di bagian belakang.
[caption caption="Suasana dari halaman belakang Masjid hari Rabu pagi"][/caption]Mereka melaksanakan salat Gerhana Matahari Total 2016, disusul kemudian mendengarkan tausiyah ustadz Carlos Abu Hamzah. Di tengah suasana khusyuk itu sekali-sekali terdengar suara "klik", bunyi kamera atau handphone milik jamaah. Sudah pasti ada yang mengabadikan momen ini. Anak-anak berlarian di serambi masjid sesekali mengintip gerhana lewat kacamata khusus.
Hari ini sungguh jauh berbeda dengan keadaan Gerhana Matahari Total (GMT) tahun 1983. Sejenak saya merangkai kenangan, GMT itu terjadi tanggal 11 Juni 1983 bertepatan dengan 29 Sya’ban 1403 H. Kalau tidak salah ingat, siang sekitar pukul 11.00 WIB terjadi gerhana, malamnya umat Islam mengadakan salat tarawih, sebab esok hari 12 Juni 1983 merupakan permulaan puasa Ramadan 1403 H.
Peristiwa GMT 1983 penuh keterbatasan sarana. Pada usia “kepala 2” saya dapat menikmati gerhana matahari yang waktu itu disebut-sebut sebagai peristiwa menyeramkan dan tabu untuk dilihat langsung. Pemerintah melarang keras bagi siapapun, tanpa kecuali. Inilah salah satu kekeliruan informasi yang berakibat fatal. Teknologi belum canggih membuat para peneliti salah kaprah menyikapi GMT 1983.
[caption caption="Anak-anak mengintai gerhana matahari dari serambi Masjid"]
Sekitar 5 menit berselang, cahaya matahari muncul lagi. Mula-mula seperti datangnya matahari pagi. Dalam liputan itu, saya menuliskan suasana dimana ada hewan KBS mengeluarkan suara sebagaimana halnya ketika matahari mulai beranjak naik menuju ufuk. Kokok ayam ramai, bersahut-sahutan! Kejadian itu sangat cepat, karena dalam hitungan detik matahari kembali ke posisi awal, terang benderang.
Luar biasa
Tahun 1983 Masjid AL Muslimun belum semegah saat ini. Buku “Sejarah Masjid AL Muslimun Rungkut Barata Surabaya” (diterbitkan secara terbatas tahun 2007) tertulis, bahwa sebuah rapat pengurus RW Rungkut Barata tanggal 20 Januari 1983, baru sebatas menggagas terbentuknya panitia pembangunan masjid. Kemudian ditetapkanlah rencana bangunan masjid pada areal tanah seluas 3500 meterpersegi dengan biaya sebesar Rp 18.000.000,- Saya membayangkan masjid AL Muslimun saat itu tengah berada dalam lipatan badai. Berproses menuju cita-cita besar.
Kini - 33 tahun kemudian (1983-2016) masjid AL Muslimun menjelma menjadi bangunan permanen yang kukuh. Padahal awalnya cuma berupa “bedeng”. Sebentar lagi bakal dilengkapi gedung dakwah. Periode pengurus pun silih berganti. Dari semula pola ketakmiran sekarang bentuknya yayasan berakte notaris. Terbaru, susunan personalia Yayasan Masjid AL Muslimun berjumlah 71 orang. Di tengah modernisasi jaman kalau SDM sebanyak itu tidak bergerak maksimal, sungguh merugi. Harus luar biasa!
[caption caption="Ibu-ibu Pewirta menyerahkan bantuan ke Pondok Pesantren Metal, Pasuruan"]
[caption caption="Panitia Hari Besar Islam Yayasan Masjid Al-Muslimun menyerahkan bantuan berupa daging kurban"]
Pelan-pelan tapi pasti gerhana matahari total 2016 sudah usai. Satu demi satu para jamaah berpaling menuju rumah masing-masing. Suasana meriah, lantaran parkiran masjid sangat padat. Kami semua baru saja menikmati #GMT2016 (baca: gerhana matahari total) di atas langit masjid AL Muslimun.
Barakallah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H