Cinta adalah sebuah emosi dari efek yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri akibat faktor pembentukannya. Dalam konteks filosofi, cinta merupakan sifat baik yang mewarnai semua kebaikan, perasaan belas kasih sayang.
Ungkapan cinta dalam sejarah yang dituliskan oleh " Diane Ackerman" dalam bukunya tentang "Sejarah cinta" mengatakan bahwa cinta memaksa ovid menderita dan stendhal disiksa dengan indah. Bagi plato cinta berarti diri kedua yang terbelah, bagi ilmuan zaman ini, cinta mungkin suatu koktail biokimia berisi oksitosin dan feniletilamin, ackeman menjelajahi sejarah, sastra, biologi, dan budaya pop dalam mencari "yang maha terpahami". Ia menyandingkan cleopatra dengan abelard dan helois.Â
Freud dengan balde runner. Ia mengeksplorasi daya tarik perselingkuhan, daya pikat afrodisiak (termasuk ramuan orang romawi yang terbuat dari isi ikan busuk), dan kultus ciuman. Ia mengungkap rahasia para pencinta yang tak pernah terpuaskan seperti casanova dan don juan sambil membuka trauma keseluruhan masyarakat yang kehilangan kemampuannya untuk mencintai. Ditulis dengan memikat, diuangkapkan dengan indah, sejarah cinta adalah hal terbaik berikutnya bagi cinta itu sendiri, sebuah buku yang membelai, menggetarkan, dan menggembirakan. (Sumber : Buku Diaene Ackerman"Sejarah cinta).
Sekilas akan kita bahas mengenai "ilusi kata cinta" di era modern hari ini. Jika sesuai fakta maka yang terbentuk adalah kasih sayang, jika sesuai keadaan hari ini maka yang terbentuk adalah kesengsarahan. Banyak bermunculan rasa cinta menjadi benci, rasa sayang menjadi rasa tidak suka.
Mengapa demikian terjadi karena cinta tidak dimunculkan dari hati, tapi muncul dari logika yang terpisah antara hati dan kepentingan. Kita perlu tau, cinta hari ini berbeda dengan cinta dimasa lampau yang pernah dicontohkan dan digambarkan dalam kisah cinta suatu pasangan.
Dulu cinta muncul karena ada ketertarikan untuk saling menjaga satu sama lain, namun hari ini cinta muncul karena ada sebuah kepentingan yang ingin dipertukar belikan, sehingga ketika kepentingan itu sudah didapatkan maka berakhir pula cinta ini.
Data penceraian untuk wilayah indonesia saja mencapai 516.334 kasus terakhir tercatat tahun 2022. Padahal hubungan yang dibangun dan diikat dengan simpul agama masih dapat berpisah apalagi hanya simpul akan dasar kepentingan.
Sungguh ada hal yang menjadikan sebuah ilusi semata. Selai  kasus itu, banyak pula kasus poligami dalam sebuah keluarga. Entah apa yang menjadikan kepentingan yang melahirkan suatu hubungan antara dua insan namun yang saya yakini ada ketidaktuntasan dalam membangun dan membina hubungan.
Itu cinta dan fakta itu sayang, tapi kenapa itu luluh lantah begitu saja. Hancur begitu saja. Itu simpul tapi juga putus. Apakah ini ilusi kata cinta dengan substansinya, ataukan sebuah praktek yang salah dari manusianya. Kita tidak dapat mengetahui secara detail, hanya sebuah pendekatan bahwa membangun dan membina sebuah cinta jangan sampai hancur hanya karena kepentingan yang meracuni hubungan ini.
Ikatan dibangun untuk menyatukan raga, pikiran, rasa untuk mencapai sebuah titik dimana keihklasan untuk menerima setiap konsekuensi dari kehidupan berpasangan. Cinta bukan ilusi, hanya tindakan manusia yang membangun unsur fatamorgana dalam penjalanannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H