Salah satu landasan teoritis yang digunakan Kemendikdasmen dalam mengembangan konsep Pembelajaran Mendalam (deep learning) adalah hasil penelitian atau teorinya Marton & Saljo (1976). Nah, seperti apakah konsep Marton & Saljo tentang deep learning ini. Tulisan singkat ini mencoba mengeksplorasi secara sekilas tentang teorinya Marton & Saljo.
Dalam penelitian merepembelajaran yang berbeda, yaitu surface learning dan deep learning. Kedua istilah ini menggambarkan cara siswa memproses informasi dalam pembelajaran.
ka yang terkenal, Marton dan Salj (1976) membedakan dua jenis pendekatanSurface Learning dan Deep Learning
Surface Learning (Pembelajaran Permukaan/ dangkal) ditandai dengan pendekatan yang lebih mekanis dan kurang reflektif. Siswa cenderung hanya menghafal informasi untuk memenuhi tuntutan tugas tanpa benar-benar memahami atau menghubungkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang lebih luas. Pembelajaran permukaan ini berfokus pada penguasaan fakta-fakta secara dangkal dan tidak melibatkan keterlibatan kognitif yang mendalam. Pembelajaran dangkal (surface learning) hanya fokus pada memorisasi dan reproduksi tanpa memahami konsep dan prinsipnya.Â
Ciri-ciri pembelajaran dangkal menurut Marton dan Salj (1976) antara lain:Â
1. Memorisasi dan reproduksi informasi, siswa hanya menghafal fakta atau informasi tanpa benar-benar memahami konteks atau hubungan antara konsep-konsep tersebut. Kemudian siswa membuka kembali memori untuk menjawab soal tes atau ujian.
2. Kurangnya pemahaman dan refleksi, siswa tidak merenung atau mempertimbangkan bagaimana informasi tersebut terkait dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Siswa tidak melakukan pengembangan konsep dengan cara menghubungkan antar konsep dan tidak mengembangkan kemampuan analitis kritisnya.
3. Tujuan jangka pendek, pembelajaran dilakukan untuk memenuhi tuntutan tugas atau ujian, tanpa ada keinginan untuk memahami materi secara mendalam atau menerapkannya dalam situasi yang lebih luas.
Menurut penelitian mereka, siswa yang menggunakan pendekatan ini cenderung mendapatkan hasil belajar yang terbatas dan tidak dapat menghubungkan pengetahuan yang dipelajari dengan pengalaman mereka yang lebih luas.
Deep Learning (Pembelajaran Mendalam), sebaliknya, Â mencakup pemrosesan informasi yang lebih kompleks dan reflektif. Siswa yang menggunakan pendekatan ini tidak hanya menghafal informasi, tetapi mereka berusaha untuk memahami konsep secara menyeluruh, menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada, dan melihat hubungan antar konsep. Pembelajaran mendalam ini melibatkan pemikiran kritis, analisis, serta penerapan pengetahuan dalam konteks yang lebih luas. Marton dan Salj menunjukkan bahwa siswa yang belajar secara mendalam cenderung menunjukkan pemahaman yang lebih baik terhadap materi dan mampu mengaplikasikan pengetahuan dalam situasi yang lebih beragam. Â
Karakteristik pembelajaran mendalam (deep learning) menurut Marton dan Salj (1976) antara lain:
1. Pemahaman konsep n dan prinsip, Â siswa berusaha memahami hubungan antar konsep, bukan hanya menghafal informasi secara terpisah.
2. Refleksi mendalam, siswa cenderung mengembangkan kemampuan analitis dan kritisnya,serta merenung dan mengeksplorasi makna serta implikasi dari informasi yang mereka pelajari. Siswa mencari makna dan relevansi dari apa yang mereka pelajari secara kontekstual serta mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
3. Tujuan jangka panjang, pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk menguasai dan mengaplikasikan pengetahuan secara lebih luas dan mendalam. Apa yang diperoleh siswa tidak hanya untuk informasi jangka pendek, namun dimanfaatkan untuk manfaat yang lebih luas di jangka panjang.
Pembelajaran mendalam memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih kuat dan dapat digunakan dalam situasi baru, serta mendorong keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah.
Strategi Implementasi Deep LearningÂ
Implementasi deep learning dalam proses pembelajaran memerlukan perubahan pendekatan pengajaran yang lebih aktif, reflektif, dan berbasis pada pemahaman konsep. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diimplementasikan untuk mendorong pembelajaran mendalam sesuai dengan teori Marton dan Salj:
1. Desain Pembelajaran yang Berfokus pada Pemahaman: Pembelajaran sebaiknya dirancang untuk mendorong siswa tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami dan mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Aktivitas yang mendorong eksplorasi dan analisis konsep, seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan pembelajaran berbasis masalah, dapat memperkuat pemahaman yang mendalam.
2. Penggunaan Metode Pengajaran Aktif: Guru dapat mendorong pembelajaran mendalam dengan menggunakan metode yang aktif dan partisipatif. Misalnya, teknik pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) yang mendorong siswa untuk memecahkan masalah yang relevan dengan kehidupan mereka, dapat memperkuat pemahaman dan aplikasi pengetahuan.
3. Metode Pengajaran yang Mengedepankan Keterlibatan Emosional dan Kognitif: Guru harus menciptakan lingkungan pembelajaran yang tidak hanya merangsang aspek kognitif siswa, tetapi juga aspek emosional mereka. Keterlibatan emosional dapat meningkatkan motivasi dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Misalnya, memberikan siswa kesempatan untuk mengaitkan pembelajaran dengan minat pribadi mereka atau dengan isu-isu sosial yang relevan.
4. Penggunaan Pertanyaan yang Menantang: Penggunaan pertanyaan terbuka yang menantang siswa untuk berpikir kritis dapat mendorong mereka untuk mengeksplorasi lebih dalam topik yang dipelajari. Misalnya, alih-alih hanya bertanya "Apa itu teori X?", guru bisa bertanya "Bagaimana teori X dapat diterapkan dalam situasi Y?" Pertanyaan semacam ini mendorong siswa untuk menghubungkan informasi yang sudah mereka ketahui dengan konteks yang lebih luas dan untuk memahami konsep secara lebih mendalam.
5. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning): Pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah pendekatan yang memungkinkan siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang nyata. Melalui PBL, siswa didorong untuk menggunakan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan, merangsang keterlibatan mereka dalam pemikiran kritis dan refleksi mendalam tentang materi pelajaran.
6. Kolaborasi dan Diskusi Kelompok: Pembelajaran yang melibatkan kolaborasi antar siswa dapat memperdalam pemahaman mereka. Diskusi kelompok memungkinkan siswa untuk saling bertukar perspektif, mempertanyakan ide-ide, dan membangun pemahaman yang lebih kuat tentang materi. Diskusi ini juga dapat memperkaya pengalaman belajar dengan memaksa siswa untuk menjelaskan dan mengartikulasikan pengetahuan mereka dengan cara yang lebih jelas dan terstruktur.
7. Evaluasi yang Menilai Pemahaman, bukan Hanya Hafalan: Penilaian yang hanya menguji kemampuan menghafal informasi terbatas pada pendekatan pembelajaran dangkal. Sebaliknya, penilaian yang menilai pemahaman konsep dan kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks yang berbeda dapat mendorong pembelajaran mendalam.
8. Memberikan Umpan Balik yang Konstruktif: Umpan balik yang membangun sangat penting untuk mendorong siswa agar terus mengembangkan pemahaman mereka. Umpan balik ini harus bersifat reflektif, memberikan siswa wawasan mengenai pemahaman mereka tentang materi, dan menyarankan cara-cara untuk mendalami topik lebih lanjut.
9. Fostering Reflection and Self-Regulation: Pembelajaran mendalam juga dapat didorong dengan memberi siswa kesempatan untuk merefleksikan proses belajar mereka. Misalnya, dengan memberikan umpan balik yang konstruktif, serta memberi ruang bagi siswa untuk mengatur cara mereka belajar, dapat membantu mereka mengembangkan pemahaman yang lebih dalam.
Epilog
Marton dan Salj (1976) memberikan dasar pemahaman yang kuat tentang pentingnya pembelajaran mendalam dalam pendidikan. Deep learning bukan hanya tentang menghafal fakta, tetapi tentang memahami hubungan antar konsep, berpikir kritis, dan menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman nyata. Dengan menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang menantang siswa untuk berpikir lebih dalam, seperti pembelajaran berbasis masalah, diskusi kelompok, dan pemberian umpan balik yang konstruktif, pendidik dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mendalam yang lebih efektif dan bermakna.
Referensi
1. Marton, F., & Salj, R. (1976). "On qualitative differences in learning: I---Outcome and process". British Journal of Educational Psychology, 46(1), 4--11.
2. Biggs, J. (1999). What the student does: Teaching for enhanced learning. Higher Education Research & Development, 18(1), 57-75.
3. Entwistle, N. (1981). Styles of learning and teaching: An integrated outline of educational psychology for students, teachers and lecturers. John Wiley & Sons.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H