Mohon tunggu...
Arifin
Arifin Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis

Seorang guru biasa yang ingin terus membaca, menulis, berbagi dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Menteri dan Misinterpretasi

4 Desember 2024   07:40 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:43 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Interaksi guru vs guru  (Sumber: Koleksi Pribadi)

Dalam catatan saya, ada dua pernyataan Pak Menteri yang menimbulkan misinterpretasi dari sebagian warga. Pertama tentang deep learning dan kedua tentang kenaikan gaji guru.

Tentang deep learning, sebagian warga memahaminya sebagai konstruk pengganti Kurikulum Merdeka (Kurmer). Mereka meramaikan dunia maya dengan meme dan tulisan tentang rencana penggantian Kurmer dengan Kurikulum Ful-Ful. Kurikulum Ful-Ful ini muncul sebagai bentuk interpretasi mereka atas pernyataan Pak Menteri bahwa dalam deep learning itu ada tiga ful, yaitu mindful learning, meaningful learning dan joyful leaning.

Kehebohan ini baru berhenti setelah Pak Menteri menyampaikan klarifikasi bahwa deep learning bukanlah kurikulum, ia hanya sebuah pendekatan belajar. Deep learning merupakan hasil reinventing konsep pembelajaran yang sudah ada dan diangkat kembali sebagai alternatif pendekatan dalam belajar.

Kehebohan juga terjadi ketika Pak Menteri memberikan penjelasan tentang rencana pemerintah baru yang akan menaikkan gaji guru. Guru ASN akan dinaikkan gaji/tunjangannya sebesar satu kali gaji dan guru non-ASN akan menerima tambahan gaji sebesar Rp. 2 juta. Tentang nominal 2 juta ini kita semua memiliki memori masa kampanye, dimana ada janji menaikkan gaji guru sebesar Rp. 2 juta.

Ungkapan, “kenaikan satu kali gaji pokok bagi guru ASN” mengalami (mis)intrepretasi ketika diterima oleh warga, khususnya guru. Mereka mulai membuat intrepretasi bahwa guru ASN, baik yang sudah bersertifikat pendidik maupun yang belum, akan mendapatkan kenaikan satu kali gaji pokok. Guru ASN yang sudah sertifikasi pun membuat hitungan. Misalnya, jika guru ASN yang sudah bersertifikasi itu bergaji pokok Rp. 4 juta, maka setiap bulannya akan menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp.12 juta (gaji pokok + tunjangan sertifikasi + 1 kali gaji pokok).

Demikian pula dengan guru honorer, mereka pun memiliki (mis) interpretasi bahwa mereka akan menerima tambahan gaji sebesar Rp 2 juta. Jika sekarang mereka bergaji 2 juta, maka mereka akan memperoleh penghasilan sebesar Rp. 4 juta setelah ada penambahan gaji seperti yang disampaikan Pak Menteri.

Sebagai guru, saya berharap bahwa misintrepretasi para guru ini terbukti benar. Guru ASN yang sudah bersertifikasi akan menerima tiga kali gaji pokok dan yang belum sertifikasi juga mendapat dua kali gaji pokok. Guru non-ASN juga mendapatkan tambahan Rp. 2 juta sebagaimana dijanjikan di masa kampanye, bukan hanya sekadar omon-omon kosong.

Mengapa terjadi Misinterpretasi?

Misinterpretasi atau salah paham terjadi karena beberapa hal. Salah satu sebab terjadinya misinterpretasi adalah ketidakjelasan atau ambiguitas pesan yang disampaikan. Bisa jadi, pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan masih bersifat umum, belum terperinci. Pengirim pesan hanya menyampaikan konten secara global. Inti dan rincian pesan tidak sepenuhnya tersampaikan sehingga menimbulkan ketidakjelasan/ ambiguitas. Pesan yang ambigu akan memunculkan banyak (mis)interpretasi dari penerima pesan.

Misinterpretasi juga bisa disebabkan oleh adanya informasi yang berlebihan. Banyaknya informasi mentah yang tergesa-gesa dishare ke luar akan memunculkan salah paham. Ide-ide atau pesan intinya tidak tertangkap dengan jelas oleh penerima pesan. Yang ditangkap hanya kulitnya atau judulnya saja. Apalagi kalau si penerima belum terlatih dalam kompetensi literasinya.

Nah, agar tidak lagi memunculkan kehebohan-kehebohan yang tidak perlu, pihak penyampai informasi perlu menampilkan konten secara matang. Hanya ide yang sudah matang yang dibagi ke publik agar tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.  Para ahli atau staf di belakang penyampai pesan perlu menyiapkan konsep jadi yang jelas dan rinci terlebih dahulu.

Penyampai pesan, apalagi jika seorang publik figur yang dipercaya, perlu mempertimbangkan setiap pernyataan yang dikeluarkan. Karena, apa yang disampaikan akan dipersepsi sebagai kebijakan oleh publik.  Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun