Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) 2014, setelah mengikuti fun walk bersama Jokowi di Parkir Selatan GBK Senayan Minggu 23 Februari 2014. Bertempat di markasnya yang berada di Jl Bhineka Raya No 3 Cipinang Cempedak Cawang Baru Jakarta Selatan, menggelar diskusi public yang membahas kejahatan pemilu.
Dipandu langsung oleh Sekjen Bara JP Utje Gustaf Patty, menghadirkan tiga orang nara sumber yang kompeten di bidangnya, masing-masing adalah Arif Wibowo yang Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ir Nelson Simandjuntak Anggota Bawaslu RI dan Girindra Sandino Wakil Sekjen KIPP Indonesia.
Sebagaimana dikatakan tertulis oleh Girindra Sadino , pemilihan umum 2014 merupakan ajang kontestasi politik nasional yang sangat menentukan Karena disamping suksesi politik dari dua kali periode pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden SBY, juga produk-produk hukum yang dihasilkan para legislator terpilih nanti, pada pemilu legislative tanggal 9 April 2014.
Akan sangat berpengaruh baik pada pembuatan kebijakan di bidang politik khususnya UU Pemilu paska putusan MK yang mengabulkan pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2019. Mau pun peraturan perundang-uandangan yang akan menentukan nasib bangsa dan Negara kedepannya nanti.
Singkatnya, momentum untuk melakukan koreksi radikal terhadap penyelenggarraan pengelolaan Negara demi terwujutnya kedaulatan di segala lini, terwujutnya keadilan sosial dan kemakmuran rakyat serta kejayaan nusantara.
Oleh karena itu tahap-tahap pemilu 2014 dan selanjutnya yang harus diantisipasi kerawanannya,  Terdapat paling tidak ada 8 titik rawan yang perlu diwaspadai dalam pemilu 2014 menurut versi KIPP adalah sebagaimana berikut :
Pertama :
Berkaitan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang belum juga tuntas, versi KPU per 23 Januari 2014. Jumlah DPT ada 185.813.540 orang, atau terdapat penambahan per 15 Februari 2014 menjadi sejumlah tersebut. Adapun DPT yang masih bermasalah, antara lain di Jakarta masih terdapat 13.182 kartena ada lima elemen yang belum lengkap, yaitu tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, nama dan nomer induk.
Juga di berbagai daerah masih dalam perbaikan, bahkan di beberapa daerah penyempurnaan DPT dipungli oleh oknum pejabat Disdukcapil setempat. Versi DPT parpol peserta pemilu juga layak menjasi perhatian. Karena DPT tentu yang paling krusial adalah pemenuhan hak konstitusional warga Negara, juga berpengaruh pada proses produksi dan distribusi logistic.
Ke dua :
Proses produksi dan distribusi logistic juga merupakan titik rawan yang harus segera diantisipasi. Misalnya, apakah sudah tepat jumlah, mengingat DPT terus berubah atau dalam proses perbaikan, walaupun terdapat penambahan 2% per TPS.
Apakah distribusi logistic tepat sasaran atau lokasi. Salah satu kasus yang ditemukan KIPP Indonesia adalah suatu perusahaan dalam mendistribusikan logistic tanpa adanya pengawalan. Apakah hal ini terjamin keamanannya. Karena bagaimanapun seluruh item logistic akan disalurkan ke TPS.
Yang terpenting diawasi adalah produksi dan distribusi surat suara. Karena kelebihan maupun kekurangan surat suara akan terjadi, jika tidak ada pencegahan dini. Kelebihan surat suara rawan terjadi penyalah gunaan untuk penggelembungan. Â Karena harus dikembalikan dalam keadaan masih utuh atau tanpa adanya tanda afkir, misalnya digunting atau dirobek.
Ke tiga :
Tentang mobilisasi pemilih fiktif dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Sesuai pasal 40 ayat (5) UU no 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam mengatasi masalah DPT, KPU menggunakan DPK untuk memgakomodir pemilih yang belum terakomodasi dalam DPT. KPU membuka pendaftaran DPK hingga 14 hari sebelum hari H waktu pemungutan suara pemilu legislative.
Pendaftaran akan dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS), selanjutnya PPS menyerahkan ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang kemudian diserahkan ke KPU setempat, direkapitulasi dan disahkan oleh KPU Propinsi.
Pendataan akan langsung mengecek pemilih tidak terdaftar ke lapangan (domisi pemilih tersebut) oleh PPS dan mengecek namanya dalam DPT. Namun tingkat kerawanan pemilih fiktif justru terletak pada tingkat PPS dan PPK, sehingga harus dikawal ketat hingga pengecekan dan verifikasi pemilih tidak terdaftar.
Ke empat :
Dana kampanye parpol di pemilu 2014 ini sangat rawan oleh tindak pidana pencucian uang. Sementara itu 12 pasal memgenai dana kampanye, ditambah 4 pasal tentang sanksi pidana pelanggaran dana kampanye legislative dalam UU No 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; sama sekali tidak akan mampu menjerat tindak pidana pencucian uang dan tidak cukup luas, rinci dan spesifik sebagai dasar penegakkan hukum atas berbagai bentuk penyimpangan.
Oleh karena itu pencegahan dan penanggulangan indak pidana pencucian uang dalam pemilu 2014 harus dilengkapi dengan implementasi UU no 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Serta UU no 15/2002 tentang tindak pidana pencucian uang yang mendefinisikan secara luas konsep money laundrying, transaksi keunangan mencurigakan, jenis-jenis harta kekayaan hasil tindak pidana, kewajiban penyedia jasa keuangan, serta tugas pokok dan fungsi Pusat Pelaporan Serta Analisis Transaksi Kekuangan (PPATK), termasuk kerjasama internasional dalam masalah tindak pidana pencucian uang.
Begitu pula dana bansos atau hibah populis yang seringkali disalurkan dengan menyelipkan kepentingan politik tertentu, seperti atribut parpol atau nama caleg dan iming-iming lainnya. Saat ini ada 10 orang menteri cabinet yang menjadsi calon anggota legislative pada pemilu 2014. Maka usulan dana bansos dicairkan setelah selesai pemilu, patut diapresiasi.
Ke lima :
Independensi penyelenggaraan dari pusat hingga daerah-daerah kabupaten/kota harus diawasi. Institusi maupun komisioner KPU dan jajaran sekretariat KPUÂ selama masa jabatannya harus tidak berada dalam rentang kendali (span of control) politik para kontestan pemilu maupun pendukungnya. Serta fihak mana pun yang mempunyai kepentingan politik dalam pemilukada, pemilu legislative dan pemilu eksekutif/presiden
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie di beberapa media menjelaskan bahwa jumlah penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sampai Februari 2014 terkait dengan kasus Pemilukada dan Pemilu 2014 sebanyak 199 orang. Sedang anggota penyelenggara pemilu yang diberhentikan sementara sebanyak 13 orang. Yang diberi sanksi peringatan tertulis sejumlah 114 orang dan yang direhabilitasi jauh lebih banyak, yaitu mencapai jumlah 419 orang.
Ke enam :
Masa kampanye juga merupakan titik raawan, harus diantisipasi dan dipantau apakah mereka kontestan pemilu menggunakan fasilitas Negara atau tidak. Juga politik uang tidak dapat dihindari ditahapan kampanye kedepan hingga masa tenang.
Pengalaman KIPP pada pemantauan pemilukada dibeberapa daerah, paling banyak menemukan politik uang pada masa tenang. Misalnya serangan fajar, semua tim operasi politik uang berkumpul ditempat korlapnya. Menjelang pagi mereka mengetuk satu persatu pintu warga untuk membagikan uang.
Ke tujuh :
Diskriminasi dalam menentukan zonasi kampanye, lokasi-lokasi TPS yang sulit diakses di basis-basis parpol tertentu harus menjadi perhatian serius. Pengalaman KIPP pada pemantauan pemilukada kadang di kelurahan ada penimbunan formulir C6 (surat undangan untuk pemilih dan lokasi TPS) yang belum diberikan kepada pemilih.
Ke delapan :
Dihari H rekapitulasi suara oleh PPS ditingkat desa dan kelurahan. Pengalaman pada pemilu orde baru, pemilu 1999 dan pemilu 2004. KIPP Indonesia mensinyalir adanya mobilisasi kekuatan politik yang  dilakukan ditingkat desa dan kelurahan sebagai sebuah entitas politik. Belum ada kajian serta solusi untuk mengeliminir potensi kecurangan itu, agar tidak terjadi pada pemilu 2014.
Pemantauan KIPP hingga tingkat PPS menemukan keluhan dari penyelenggara ditingkat PPS, bahkan ada ancaman pengunduran diri masal ditingkat PPS karena alasan beragam. Antra lain honor yang rendah namun tanggung jawab yang besar, ditambah sanksi pidana dan denda jika melakukan kelalaian. Bukan hanya ditingkat PPS saja, namun ditingkat kecamatan, kabupaten hingga pusat juga rawan.
Kemudian  pada hari H di jalan-jalan yang dilalui pemilih menuju TPS, pada masa tenang sudah bersih. Pengalaman KIPP dibeberapa pemilukada, jalan-jalan tersebut paginya sudah ada tempelan baru, seperti poster, stiker dan alat lainnya para kontestan pemilu. Hal tersebut secara psikologis akan berdampak pada pemilih.
Juga setelah pemilih selesai mencoblos ada ‘juragan politik uang’ yang sudah menunggu, biasanya di tempat-tempat yang tidak banyak diketahui orang, namun ada juga yang terang-terangan.
Tags : jokowi, pemilu 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H