Masa kampanye pemilu presiden dan wakil presiden telah usai dan kini memasuki hari tenang selama tiga hari sebelum hari H, 9 Juli 2014 yang akan mengukir prestasi sejarah demokrasi negeri ini. Siapapun yang akan menjadi pemenang dari kedua pasangan ‘All Indonesian Final Idol’, tidak perlu membusungkan dada dan sebaliknya salah satu yang kalah juga harus siap berlapang dada. Kemenangan demokrasi tetap berada ditangan rakyat, siapapun yang akan menjadi pemimpinnya.
Kampanye terbuka yang tidak menutup kemungkinan juga diwarnai oleh kampanye hitam dan kampanye negatif, maupun kampanye tertutup yang lebih bersih. Melalui paling tidak lima kali debat kandidat langsung oleh pasangan masing-masing capres-cawapres yang difasilitasi oleh KPU dan sekali dialog oleh Kadin. Ditambah sekian banyak kali debat tidak langsung oleh tim suksesnya, dalam bentuk talk show, diskusi, dialog atau apapun namanya diberbagai stasiun televisi dan radio.
Kisaran waktu kampanye yang berlangsug sekitar satu bulan, kiranya sudah cukup sebagai acuan untuk mengambil keputusan menetapkan calon yang akan dipilih dari kedua pasangan calon pemimpin bangsa untuk periode lima tahun kedepan. Azas pemilu ‘langsung umum bebas dan rahasia serta jujur dan adil (luber jurdil), tetap harus dipatuhi dan diyakini sebagai perangkat lunak yang ideal.
Setiap orang tentu mempunyai kekurangan dan kelebihan atau kelemahan dan kekuatan masing-masing, juga dimiliki kedua pasang calon pemimpin bangsa yang telah terpilih oleh seleksi KPU sebagai putra bangsa yang terbaik saat ini. Melalui proses kampanya masyarakat berhak juga menilai kapasitas dan kapabelitas mereka, terlepas dari fanatisme yang melekat sebelumnya.
Menilai melalui penampilan kampanye pasangan nomer urut satu, terkesan banyak menunjukkan kelemahan. Antara lain dalam lima kali debat kandidat, pasangan ini banyak melontarkan kata-kata setuju atau mendukung program pasangan lawannya. Idealnya tidak perlu mengatakan hal itu, karena ini debat bukan diskusi atau dialog. Justru yang diperlukan adalah sedapat mungkin menyangkal atau menandingi. Jangan lugas terlihat jelas atau vulgar, meski dianggap konsekuen dan konsisten, tetapi terkesan kalah nyali mempertahankan argumentasi factual dan aktual.
Kalaupun setuju, lebih baik tidak dikatakan atau dikatakan tersamar dengan ilustrasi cerita. Seperti strategi kubu lawan yang sengaja tidak menjawab pertanyaan ‘setuju atau tidak akan mencetak sawah 1000 ha’. Tetapi dijawan dengan cerita teknis mencetak sawah, dimulai dari membuat waduk dan saluran irigasi terlebih dahulu sebagai sumber pengairan, baru kemudianmencetak sawahnya. Ketika ditanya tanggapan balik, jawabnya adalah ‘sudah ada dalam visi dan misi’.
Selain itu pasangan ini juga kurang menguasai data-data pendukung, misalnya dalam menyebut kebocoran anggaran. Sampai-sampai presidenSBY mempertanyakan hal itu. Bahkan sampai data yang remeh temeh sekalipun, membedakan data penghargaan kalpataru dan adipura dalam acara debat kandidat yang terakhir. Sehingga kubu lawan menjawab dengan jawaban ‘tidak mau menjawab’ atas pertanyaan yang salah tersebut.
Kelemahan lain dari pasangan nomer satu ini, antara lain adalah terkait kasus dugaan kampanye hitam ‘obor rakyat’ misalnya. Ditambah kasus kampanye negative ‘politik uang’ dalam menyampaikan surat kepada para guru. Kendati dibantah, tetapi surat kampanye itu melanggar lintas batas wilayah yang seharusnya steril, yaitu memakai alamat sekolah yang seharusnya steril dari kgiatan kampanye. Politik uang ini konon terulang kembali dengan cara diselipkan kedalam dos kemasan makanan dalam suatu acara.
Dari berbagai data hasil survei beberapa lembaga survei yang ada, pasangan ini juga sering berada dibawah angka elektabilitas kubu lawannya, menurut versi kubu lawan tentunya. Sedang menurut versi sendiri pasti berada diatas kubu lawannya. Sayangnya tidak banyak dan tidak sering dipublikasikan. Ini juga menunjukkan kelemahan tersendiri, seolah menyembunyikan kelemahannya yang sudah banyak diketahui publik.
Lembaga survei tentu tidak serta merta dapat dipercaya begitu saja. Banyak faktor yang bermain didalam kredibelitasnya. Dari masalah lokasi pengambilan sampel misalnya, bisa saja dari kalangan sendiri atau konstituen atau mengacu dapil pemilu caleg. Kepemilikan lembaga survei dan segi pembiayaan atau pesanan misalnya, juga dapat dicurigai untuk merekayasa hasil survei.
Namun perlu juga menengok hasil survei lembaga yang diyakini independen, adalah milik pemerintah. Sesuai peraturan perundangan bahwa instansi pemerintah dan aparaturnya tidak boleh berpolitik, maka konsekuensi logisnya adalah betul-betul netral atau tidak memihak salah satu kubu. Sesuau topoksi sebagai lembaga penelitian, anggaran survei bersumber dari APBN, demikian juga gaji dan tunjangan kinerja aparaturnya. Kalau aparatur pemerintah konsekuen dan konsisten dengan komitmen ini, dapat dipastikan hasil surveinya dapat dipercaya sepenuhnya.
Satu-satunya instansi pemerintah yang melakukan survei tingkat elektabilitas, adalah LIPI menempatkan pasangan nomer urut satu ini dibawah pasangan nomer urut dua, satu-satunya lawan politiknya. Kesengajaan atau kebetulan hasil survei LIPI ini ditayangkan oleh stasiun televisi yang selama ini dinilai pro pasangan nomer urut dua. Sementara itu televise yang pro pasangan no satu tidak menayangkan.
Sementara itu maneuver kampanye pasangan calon nomer urut dua, sangat sedikit atau bahkan nyaris tidak menunjukkan kelemahannya. Justru sebaliknya menjadi korban kampanye hitam dan negatif dari manuver kampanye kubu lawannya.Tentu juga sudah melakukan perlawanan, pembelaan dan klarifikasi serta melaporkan ke Bawaslu dan mengadu memperkarakan ke kepolisian.
Perlu menjadi kajian dan temuan pengalaman, bahwa menyerang lawan dengan kampanye hitam dan negatif, justru menunjukkan kelemahan yang pasti merugikan diri sendiri. Dilain fihak justru menguntungkan kubu lawan, sebagai iklan menarik simpati bagi para pemilih pemula dan masa mengambang atau non fanatisme untuk bergabung memilih kubu yang dipecundangi.
Hari tenang tinggal dua hari lagi, masih cukup waktu dengan pikiran tenang mempelajari acuan untuk menentukan pilihan dalam pesta demokrasi 9 Juli 2014. Kalah dan menang itu masalah biasa, sungguh luar biasa istimewa kalau kalah dan menang itu diperoleh dengan cara ‘lege artis’, wajar, terhormat dan bermartabat sesuai azas pemilu dan peraturan perundangannya.
Tags : kawalpilpres,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H