Mohon tunggu...
Arifiadi Patahuddin
Arifiadi Patahuddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bekerja sebagai IT consultant, bercita-cita menjadi seorang atlet olahraga. Semoga bisa menjadi Mentri Olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Aku dan Sepeda Pertamaku

12 Juni 2015   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 1622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Mungkin semua anak sangat mengidamkan mendapatkan sepeda, baik anak-anak di pedesaan maupun di perkotaan. Dengan bermain sepeda anak akan mengenal daerah sekitar, menambah teman dan menghilangkan rasa jenuh bermain hanya disekitaran rumah. Dengan bersepeda mumungkinkan menjelajah kampung sekitar, betapa menyenangkannya bermain sepeda dengan teman-teman.

Hampir semua orang mempunyai kenangan seru pertaman kali bersepeda atau pertaman kali mendapatkan sepeda. Flashback ke tahun 90an dijaman SD, kali ini Aku akan berbagi cerita bersepeda.

Belajar bersepeda.

Hari minggu telah tiba, pagi-pagi kami berkumpul disekitaran rumah Aku sembari menunggu teman lain, tentunya dengan sepeda masing masing. Saat itu Aku belum mempunyai sepeda, alhasil Aku hanya menjadi penonton setia ditengah riuhnya teman-teman merencanakan mau kemana bersepeda hari ini. Untungnya ada sepupu yang juga turut dalam rencana tour hari ini. Akupun diajak, walaupun hanya dibonceng . lumayan lah daripada di rumah menghabiskan hari minggu yang membosankan.

Selesai dari keliling bareng teman, karena rasa penasaran dan tidak ingin dibully karena tidak bisa bersepeda, Aku memberanikan diri untuk belajar bersepeda, sebelumnya Aku punya rasa takut yang berlebih jika nantinya terjatuh pas belajar bersepeda. Ahh .. Demi harga diri dan kesenangan, kutanggalkan sementara rasa takut itu. Aku minta tolong diajari oleh sepupu. Diajarkannya bagaimana memposisikan kaki di pedal, memegang stem yang baik dan kapan harus dududk di saddle. Aku mulai mengayuh roda pertama. "Ayo terus kayuh … ayo terus, jangan lihat ban sepedanya..lihat jalan, atur keseimbanganmu", begitulah instruksi dari sepupu dan Akupun masih saja melihat ban, akhirnya terjatuh. Duhh ..sakit juga, sempat agak takut untuk mencoba lgi. Namun Aku tak mau patah semangat, coba dan coba lagi. Masih instruksi yang sama dari sepupu,diteriakkan untuk tidak melihat ban, tapi entah kenapa Aku tetap fokus melihat ban depan sepeda dan akhirnya terjatuh dan terjatuh lagi. Entah sudah berapa banyak luka goresan di kaki yang perih ini.

Aku putuskan untuk istrahat sejenak dan menyimak arahan dari sepupu. Kucermati dengan seksama dan dalam tempo yang singkat Aku mencoba lgi, alhasil Aku sudah bisa mengayuh sampai sepuluh kali putaran roda kemudian terjatuh. Lumayan lah sudah ada peningkatan, tidak sia-sia luka perih yang kudapatkan.

Minggu depan kami berkumpul lagi, dan seperti biasa kami tour bekeliling kampung, kali ini Aku sudah bisa bersepeda, betapa senangnya diri ini. Sepulang dari tour keliling kampung, badan yang capek  segera segar kembali  dengan terjun ke sungai untuk mandi. Ya rumah kami berdekatan dengan aliran sungai.

Kembali ke rumah, Aku memberanikan diri untuk meminta dibelikan sepeda, padahal Aku tau ekonomi keluarga pas-pasan.  Sepeda baru saat itu termasuk barang yang mahal. Alhamdulillah, setelah meminta dan sedikit merengek, bapak bersedia membelikan sepeda, tapi sepeda bekas. “Coba kamu tanya temanmu siapa tau ada yang ingin jual sepedanya” kata bapak.  . Akupun sangat semangat untuk bertanya ke teman-teman mencari sepeda bekas. Kesana-kemari mencari, rupanya belum ada yang ingin menjual sepeda bekasnya, apalagi saat itu sepeda sangat membumi dikampung Aku. Hari demi hari Akupun belum mendapatkan sepedanya.  Tak patah semangat Aku  tetap  berusaha mencari tau siapa dikampung ini yang berniat menjual sepedanya.

Tiba-tiba suara bapak memanggil “rif kesini bantu bapak”. Aku pun menemuinya. “coba masukkan bungkus mie ini kedalam amplop, nanti kita bawa ke toko sana dan masukkan kedalam  box undiannya, siapa tau bisa dapat hadiah”. Akupun mengikuti instruksinya tampa banyak tanya hadiah apa yang dimaksud. Sangat banyak bungkusan mie yang kami harus rapikan dulu dan memasukkan satu persatu bungkusan itu kedalam amplop. Ibuku bertugas menulis alamat rumah satu persatu. Kasihan juga melihat tangannya yang pegal karena menulis ratusan bahkan ribuan lembar amplop.  Bungkusan mie memang banyak dirumah, maklum ibu jualan mie rebus di rumah waktu itu.

Kekuatan do'a

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun