Mohon tunggu...
Arif Husni Mubarok
Arif Husni Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif PKN STAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dari Gini Ratio ke Pertumbuhan: Peran PPh 21 dalam Menata Keadilan Ekonomi

21 Januari 2025   12:21 Diperbarui: 21 Januari 2025   15:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketimpangan ekonomi di Indonesia terus menjadi tantangan besar yang membutuhkan perhatian serius. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, Gini ratio Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar 0,379, menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun angka ini menunjukkan perbaikan, ketimpangan yang mencolok antara wilayah perkotaan dan perdesaan tetap menjadi isu utama. Data menunjukkan bahwa Gini ratio di perkotaan mencapai 0,399, sementara di perdesaan hanya 0,306, menandakan adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah. Ketimpangan ini disebabkan oleh beberapa faktor mendasar, seperti akses yang tidak merata terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja. Wilayah perkotaan, terutama di Pulau Jawa, memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan daerah-daerah terpencil, sehingga memperbesar jurang kesenjangan ekonomi. Selain itu, ketiadaan infrastruktur memadai di banyak wilayah perdesaan membatasi peluang ekonomi dan sosial yang dapat diakses masyarakatnya. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Sebagai salah satu instrumen perpajakan utama, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 memainkan peran penting dalam redistribusi pendapatan. PPh 21 dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima oleh individu dalam negeri sehubungan dengan pekerjaannya. Dalam kebijakan ini, penerapan tarif progresif memungkinkan pemerintah memungut pajak lebih tinggi dari kelompok berpenghasilan besar, sementara kelompok berpenghasilan rendah mendapatkan keringanan pajak melalui mekanisme penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Menurut PPh 21, PTKP dirancang untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah agar beban pajak yang mereka tanggung tidak memberatkan. Sebagai contoh, individu dengan penghasilan di bawah ambang PTKP tidak diwajibkan membayar PPh 21, memberikan ruang bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa beban tambahan. Kebijakan ini juga memberikan keuntungan bagi perusahaan karena membantu meningkatkan daya beli karyawan dan mendukung produktivitas.

Selain itu, pemerintah telah memberikan berbagai insentif perpajakan untuk mendukung pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Insentif ini meliputi pengurangan tarif pajak, penyederhanaan administrasi, dan penundaan pembayaran pajak untuk sektor-sektor tertentu selama masa krisis, seperti pandemi COVID-19. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu UMKM tetap bertahan, tetapi juga berkontribusi pada pemerataan ekonomi di tingkat lokal. Penerimaan pajak yang dikumpulkan melalui PPh 21 dan pajak lainnya dialokasikan untuk mendukung program-program sosial yang bertujuan mengurangi ketimpangan ekonomi. Contohnya adalah peningkatan layanan kesehatan gratis, pengembangan infrastruktur di wilayah tertinggal, serta program pendidikan untuk kelompok masyarakat miskin. Program seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) menjadi bukti nyata bagaimana pajak digunakan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.

Menurut data Badan Pusat Statistik, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah di Indonesia telah meningkat menjadi 18,40 persen pada Maret 2024, naik dari 18,04 persen pada tahun sebelumnya. Meskipun peningkatan ini kecil, langkah redistribusi melalui kebijakan perpajakan memainkan peran besar dalam memastikan sumber daya negara digunakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.

Selain itu, revisi terhadap Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menjadi kunci untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak. Pemerintah terus mendorong penggunaan teknologi digital, seperti e-filing dan e-billing, guna menyederhanakan proses administrasi dan meminimalkan potensi korupsi atau kebocoran dana. Keberhasilan kebijakan perpajakan tidak hanya bergantung pada pemerintah tetapi juga pada dukungan masyarakat. Pemerintah memiliki tanggung jawab memastikan bahwa sistem perpajakan dikelola secara adil, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Langkah ini mencakup pemberian informasi yang jelas mengenai alokasi dana pajak, sehingga masyarakat dapat melihat hasil nyata dari kontribusi mereka dalam bentuk program sosial dan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak sebagai bentuk kontribusi kolektif dalam pembangunan. Edukasi mengenai pentingnya membayar pajak harus terus dilakukan, terutama bagi kelompok yang belum terjangkau sistem formal perpajakan. Kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih kuat dan inklusif.

Ketimpangan ekonomi yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia dapat diatasi melalui kebijakan perpajakan yang efektif, seperti penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Dengan tarif progresif yang adil, kebijakan ini berkontribusi dalam redistribusi pendapatan dan pengurangan kesenjangan sosial. Pendekatan ini diperkuat dengan insentif untuk UMKM, pemanfaatan teknologi digital, dan alokasi dana pajak untuk program sosial yang berdampak langsung pada masyarakat. Namun, keberhasilan ini tidak dapat dicapai tanpa sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah perlu memastikan bahwa pengelolaan pajak berjalan dengan transparan dan bebas korupsi, sementara masyarakat diharapkan memahami pentingnya pajak sebagai kontribusi terhadap pembangunan. Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai pembangunan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun