Sangat sulit. Gelapnya malam terlalu pekat. Hampir tak ada rumah yang dapat dijadikan sandaran cahaya. Tak perlu pula berharap pada penerangan publik. Tidak ada satu pun pancang besi yang dipasang oleh BUMN yang urusi listrik di negeri ini. Seperti tempat “Jin buang anak” saja, saya berseloroh dalam hati.
Indera lain mengambil peran. Penciuman saya merasakan wangi rumput liar. Sesekali terdengar jangkrik bersautan.
Kita melewati padang rumput luas. Imajinasi saya bermain. Di kejauhan siluet berbentuk jejeran pohon menguatkan persepsi sementara saya.
“Ada apa bang dengan daerah ini?” tanya saya kemudian.
“Kita bisa dicurigai oleh TNI sebagai pemasok logistik untuk GAM. Tapi kalau tidak ditanya-tanya oleh tentara, kita bisa ketemu dengan anggota GAM dan dicurigai membantu TNI. Kalau tak pandai berkelit, hilang sudah nyawa kita”, pungkasnya dengan logat Aceh yang kental.