Mohon tunggu...
Arif Handono
Arif Handono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Guru, Penulis, Konsultan Pendidikan, Co Founder Homeschooling Primagama, Direktur Operasional Lande Foundation, Kepala Sekolah SMA Tunas Nusantara Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Arema dan Aremania Revitalisasi Kultur Arek dalam Budaya Pop

26 Oktober 2014   02:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:44 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GAK TAEK-TAEK AN !!!, begitu ungkapan yang sering kita baca pada stiker-stiker yang biasa di tempel di kendaraan bermotor di kota Malang. Secara sepintas, ungkapan itu bagi orang Malang adalah hal yang biasa, namun jika kita kaji lebih lanjut, ungkapan ini dapat kita jadikan contoh ekspresi Arek Malang dengan budaya areknya yangbeberapa karakternya adalah egaliter, terbuka,tidak etnosentris .

Berbicara tentang AREMA memang komplek. Ini merupakan bagian budaya yang sudah mengakar di kota Malang. Sesuai dengan karakter kota Malang yang pada mulanya merupakan kota yang pluralitis, Malang merupakan kota pelesiran bagi pendatang dari berbagai daerah misalnya dari Madura, Pacitan, Madiun, Ponorogo, Blitar dan daerah lain, sehingga jangan heran kalau Arema kulturnya juga terbuka bagi orang yang bukan asli Malang.

Berbicara mengenai keterbukaan orang Malang, sesuai denganbudaya asli kota tersebut salah satunya adalah budaya arek yang bersifatterbuka egaliter dan heroisme, mampu berperan secara maksimal sebagai jembatan yang menapis budaya - budayalain dan sebagai katalisator pada tingkatan akar rumput.Subkultur budaya arek ini mempunyai karakter inklusif yang kuat, egaliter, tidak etnosentris, sehingga tidak lagi mempertimbangkan asal usulsehingga hal ini menyebabkan pendukung subkultur budaya arek sudah lintas etnis dan geografis.Keadaan demikian ityu pada saat ini dapat kita jumpai dengan mudah pada fenomena arema dan aremania.

Menurut Joko Saryono,arema dan aremania merupakan salah satu contoh budaya arek yang paling nyata. Arema dan Aremania adalah revitalisasi subkultur budaya arekdalam kerangka budaya pop, khususnya persepakbolaan. Menurut dosen danjuga pengamat budaya dari Universitas Negeri Malang,ciri subkultur budaya arek yang egaliter dan tidak etnosentris ini terlihat dalam sosok - sosok besar pendukung Arema dan Aremania seperti Lucky Acub Zainal yang orang Sunda, Ovan Tobing yang putra Batak. Dikatakan oleh Joko, ” Heroisme dari Arema dan Aremania ini dibingkai dalam budaya pop, yang saat ini dapat diamati antara lain pada konvoi kendaraan Aremania dalam jumlah besar di jalan jalan raya, keatraktifan para pendukung fanatikkesebelasan arema yang berasal dari suku berbeda-beda". Jelaslahbudaya cinta kota tempat merekalahir, tinggal, dan mencari makan merupakansesuatu yang harus dilestarikandan dari sepakbolalah semua itu dapat dibingkai.

Arema dan aremania, merupakan kultur yang sudah melekat pad karakter arek malang, namun dikemas dalam Budaya baru, terutama persepakbolaan yang mampu menampilkan kebersamaan “sekarang saja tampak kebersamaan seperti ini, dulu masih belum terlihat, anak-anak masih sering podo gonthok-gonthokan dewe” unkap pria yang bernama Leonard Kailola yang akrab dipanggil Leo ini.

Kalau kita hendak merunut asal muasal semua ini, menurut Leo, Arema tercipta karena budaya Arek Malang dan akhirnya diperkuat lagi dengan terbentuknya organisasi yang brutal atau lebih dikenal dengan nama geng. Tetapi pada saat geng itu ada, Arema sendiri masi belum begitu dikenal dikalangan masyarakat, karena masih terpecah pada beberapa tempatyang masih dihuni para 'korak'.

Selain korak di Malang, penyebab lain yang mampu mengemasa budaya arek dalam iklim pop sekarang ini, adalahberasal dari budaya para preman di Jakarta yang berasal dari kota Malang. Pada saat itu tampak sekali persaudaraan antar mereka hanya karena meraka berasal dari kota yang sama. mereka harus mudikke kota Malang.Secara kultural para AREMA mempunyai kebiasaan ngumpul-ngumpul yang secara efektif memunculkan rasa kebersamaan. Akhirnya dengan menyusutnya perkembangan korak dan segala jenis organisasi yang berkaitan dengan kebrutalan maka terbetuklah komunitas yang lebih positif, di beri nama Arema. Akan tetapi Arema sendiri tidak di bentuk oleh sekelompok orang ,"tetapi mereka sendirilah yang merasa perlu untuk membuat suatu wadah perkumpulan yang bisa menjadikan arek-arek Malang bersatu dan menjadikan kotanya damai dan tentram," jelas tokoh Arema ini.

Di Malang, walaupun para individu-individu yang ada di juga 'main' politik namun hal itu tidak mempengaruhi kecintaan para AREMA pada kotanya. “ Di tempat lain banyak peristiwa saling bentrok sesama teman karena permasalahan poilitik, namun hal itu tidak terjadi di kota Malang, sebabnya mungkin kencintaan arek-arekterhadap kota Malang lebih besar ketimbang terhadap Partai politik.” Ujar Bung Leo dengan yakinnya.

*tulisan ini pernah dimuat di Koran Kampus "INOVASI" ITN Malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun