"Sekarang, aku akan bangkit dan pergi.Â
Ke jurang di seberang lembah kesengsaraan ini
Ke jurang berbatu karang
Di mana air sejuk dan jernih
Dan udara segar dengan rumput-rumput berbunga"
Â
Saya baru saja selesai membaca Kappa, novel tipis karya (meminjam istilah Bima Satria) penulis aneh dari Jepang, Ryunosuke Akutagawa. Buku yang saya beli secara 'tidak sengaja', ketika saya mengunjungi sebuah pameran buku. Saya beli karena dijual secara paket dengan beberapa buku lain dan tentu saja dengan harga lebih murah.
Kappa merupakan makhluk serupa monster rawa dari cerita rakyat Jepang. Bertubuh kecil, kulit berlendir dengan kepala cekung. Mereka hidup di dunia yang berlainan dengan dunia manusia. Kendati demikian, di dunia Kappa juga mengenal agama, perang, hukum, seni, juga kontrol kelahiran. Secara tidak langsung, dunia Kappa merupakan interprestasi dari dunia manusia.
Kappa  sendiri merupakan cerita seorang pasien Skizofrenia dari sebuah rumah sakit jiwa. Ia bercerita bahwa ia pernah 'terdampar' di dunia kappa ketika ia tengah beristirahat di lembah Azusa dari perjalanannya mendaki gunung Hotaka. Ia melihat makhluk kappa dan berusaha mengejarnya. Ia kemudian terjatuh ke sebuah lubang yang kemudian mengantarkannya masuk ke dunia kappa.
*
Secara khusus, barangkali Ryunosuke sedang menyindir budaya masyarakat modern di Jepang. Namun secara umum, barangkali ia tengah mengajak pembacanya untuk memikirkan dan merasakan perjalanan surealisme antara dunia kappa dengan dunia manusia. Tentang manusia yang terasing dari masyarakat dan kebudayaannya sendiri. Merasa aneh terhadap apapun. Terjebak dallam dunia kappa manusia.