Mohon tunggu...
ariffr
ariffr Mohon Tunggu... Mahasiswa - masih belajar

sekedar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rezeki Sudah Diatur! Apa Kita Tidur Saja?

5 Januari 2024   18:42 Diperbarui: 5 Januari 2024   19:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini rasa syukur terucap di setiap orang, setelah masyarakat Indonesia selesai dari pandemi COVID-19 yang melanda selama beberapa tahun ke belakang. Dimulai dari tanggal 2 Maret 2020 telah terdeteksi kasus COVID-19 di Indonesia. Persebaran virus tersebut cukup masif, akibatnya Pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan aktivitas sosial guna meredam persebaran virus tersebut. 

Istilah lainnya adalah PSBB atau lockdown. Semenjak diberlakukan hal tersebut, beberapa aktivitas sosial masyarakat menjadi berkurang. Banyak yang menghabiskan waktu di dalam rumah saja. 

Hal itu juga berdampak pada aktivitas perekonomian masyarakat, dengan peralihan kegiatan bekerja menjadi WFH (Work from Home) atau daring. Hal itu pun tidak terlalu bermasalah bagi bidang pekerjaan yang bisa dialihkan menjadi digital. 

Contohnya seperti jual beli, belajar mengajar, pekerjaan di depan komputer/laptop. Akan tetapi ada beberapa pekerjaan yang tidak dapat didigitalisasi, contohnya seperti driver, mekanik, dan beberapa jenis pekerjaan jasa yang harus bertemu secara langsung dengan konsumen. 

Penurunan pendapatan selama masa COVID-19 sepertinya sudah terjadi di kalangan masyarakat yang keuangannya belum stabil. Maka dari itu Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Entah fakta di lapangan hal tersebut sudah tepat sasaran atau tidak, mungkin tidak ada yang tahu pastinya. 

Selama dilanda pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang merasa cukup bingung dengan aktivitas apa yang akan dilakukannya. Sebab kita semua disuruh untuk mengurangi aktivitas sosial. Tak jarang ada beberapa orang yang merasa jenuh dengan kesehariannya. Ada juga yang merasa gelisah memikirkan bagaimana nasib dirinya ke depan. 

Sepertinya yang membuat mereka gelisah adalah cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terkadang dari mereka masih ada yang keuangannya belum stabil, jadi kalau hanya berdiam diri saja bagaimana nasib dirinya ke depan. 

Salah satu kepala keluarga yang harus menjalankan PSBB merasa bingung dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka tinggal mengontrak di pinggiran kota. Sebut saja keluarga Pak Tomo. 

Keseharian Pak Tomo sebelum terjadi pandemi COVID-19 adalah sebagai pekerja proyek harian. Awalnya Pak Tomo tidak menduga bahwa Indonesia akan dilanda pandemi dan mengharuskan setiap orang beraktivitas di dalam rumah saja. 

Setelah Pemerintah mengumumkan penerapan PSBB di daerahnya, Pak Tomo mau tak mau harus berhenti dari pekerjaannya. Dengan kata lain proyek yang menjadi tempat kerjanya ditunda sampai kondisi yang kondusif. 

Untungnya Pak Tomo masih memiliki beberapa uang di tabungannya, hal ini masih bisa membuat hatinya lega. 

Pak Tomo berpikir, apakah uang tabungannya bakal mencukupi kebutuhan keluarganya selama pandemi atau tidak. Kalau dihitung-hitung mungkin cukup untuk satu bulan atau dua bulan. Itu pun harus sangat hemat sekali agar cukup dalam perkiraan waktu tersebut. 

Hampir setiap malam dirinya merasa gelisah bagaimana dengan nasib keluarganya nanti setelah uang tabungannya habis. Dia pun merenung sambil melamun. Pak Tomo saat itu bertanya kepada dirinya "Rezeki kan sudah diatur, kenapa saya harus takut". 

Pak Tomo merasa aneh dengan dirinya sendiri, mengapa dia merasa percaya diri dengan kemalasannya. Hatinya bimbang dan cukup bingung juga. Dia pun berpikir bagaimana konsep rezeki itu?

Yang selama ini diyakininya adalah "Rezeki sudah diatur, mengapa saya takut dengan sikap kemalasan saya. Kalau begitu saya harus percaya diri saja meskipun saya habiskan waktu saya dengan tidur seharian".

Selain itu Pak Tomo cukup yakin dengan kemalasannya, entah dengan cara apa rezeki itu sampai kepadanya. 

Pak Tomo juga tidak dapat disalahkan kalau berpikir begitu, mungkin dia beranggapan bahwa rezekinya bukan cuma berwujud harta saja. 

Badan yang sehat, oksigen segar yang dapat dihirup setiap waktu, akal dan pikiran yang jernih, merupakan kenikmatan yang patut disyukuri. 

Akan tetapi dia tidak sadar bahwa selama ini Pak Tomo sudah berkeluarga dan harus memenuhi kebutuhan nafkah bagi keluarganya. Ada anak dan istrinya yang berharap Pak Tomo tidak terlalu percaya diri dengan kemalasannya. 

Waktu itu istrinya bertanya kepadanya, mengapa beliau cukup percaya diri untuk bermalas-malasan dan hanya tiduran saja. Jawaban Pak Tomo hanya simpel, yaitu "Gak usah takut, kan rezeki sudah diatur".

Istrinya pun heran apa yang merasuki suaminya tersebut. Kalau begini siapa yang kuat dengan pemikiran Pak Tomo tersebut. 

Istrinya kembali bernostalgia bagaimana dulu dirinya sampai tertarik dengan Pak Tomo. Mengapa dirinya cukup terbuai oleh rayuan Pak Tomo yang menurutnya cukup dahsyat.

Memang jatuh cinta itu indah sekali, sehingga dirinya pun tidak terlalu mempertimbangkan hal lain. 

Sampai dia berkesimpulan seperti ini, "Pria akan menjadi orang lain atau berperilaku bukan yang seperti kesehariannya untuk meluluhkan hati wanita. Meskipun para wanita tidak sadar bagaimana perilaku sebenarnya dari pria yang mendekatinya tersebut".

Kalau ada pilihan, "sebenarnya wanita tidak menikah dengan pria yang mereka cintai. mereka memilih pria yang akan menjadi ayah yang baik dan suami yang dapat diandalkan. Cinta hanya perasaan manis yang akan datang dan pergi dengan cepat".

Begitu juga berlaku sebaliknya ya...

Ekpektasi dari salah satu pasangan tersebut mungkin terlalu ketinggian. Itu pun tidak ada yang tahu di antara keduanya. 

Fase ini cukup alami, karena manusia itu sifatnya dinamis dan tidak mudah untuk ditebak ke depannya. 

Jadi, nikmatilah hidup dan bertanggung jawablah atas konsekuensi dari sebuah pilihan yang telah dipilih.

Kesimpulan

Rezeki itu memang sudah ditakar untuk setiap orang, atau istilahnya sudah diatur. Akan tetapi ada juga usaha atau ikhtiar yang harus dilakukan untuk menjemputnya. Selain itu kita tidak boleh terlalu percaya diri dengan kemalasan dan memilih untuk hanya tidur saja dalam menggapai rezeki. 

Berpikir dulu dengan logika agar tidak terjebak di dalam pola yang berulang. Untuk keluar dari sana juga perlu pertimbangan yang matang agar bisa mencapai kebahagiaan hidup. 

Serta harus berpikir jangka panjang terlebih dahulu. Misalnya: Kalau seandainya saya hanya bekerja di satu bidang dengan satu keahlian yang berulang, dan saya lakukan tanpa ada skill tambahan. 

Pada suatu waktu saya tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut, namun sudah terlalu tua untuk beradaptasi atau mencari pekerjaan lain. 

Maka, apa yang harus saya lakukan? 

Dimulai dari sekarang, mumpung masih ada kesempatan yang terbuka lebar. Mempelajari hal baru sepertinya tidak ada salahnya. Rajin mencoba dan akhirnya pun terbiasa. Setelah terbiasa kita pun ahli pada hal itu. 

Salam hangat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun