Pak Tomo berpikir, apakah uang tabungannya bakal mencukupi kebutuhan keluarganya selama pandemi atau tidak. Kalau dihitung-hitung mungkin cukup untuk satu bulan atau dua bulan. Itu pun harus sangat hemat sekali agar cukup dalam perkiraan waktu tersebut.Â
Hampir setiap malam dirinya merasa gelisah bagaimana dengan nasib keluarganya nanti setelah uang tabungannya habis. Dia pun merenung sambil melamun. Pak Tomo saat itu bertanya kepada dirinya "Rezeki kan sudah diatur, kenapa saya harus takut".Â
Pak Tomo merasa aneh dengan dirinya sendiri, mengapa dia merasa percaya diri dengan kemalasannya. Hatinya bimbang dan cukup bingung juga. Dia pun berpikir bagaimana konsep rezeki itu?
Yang selama ini diyakininya adalah "Rezeki sudah diatur, mengapa saya takut dengan sikap kemalasan saya. Kalau begitu saya harus percaya diri saja meskipun saya habiskan waktu saya dengan tidur seharian".
Selain itu Pak Tomo cukup yakin dengan kemalasannya, entah dengan cara apa rezeki itu sampai kepadanya.Â
Pak Tomo juga tidak dapat disalahkan kalau berpikir begitu, mungkin dia beranggapan bahwa rezekinya bukan cuma berwujud harta saja.Â
Badan yang sehat, oksigen segar yang dapat dihirup setiap waktu, akal dan pikiran yang jernih, merupakan kenikmatan yang patut disyukuri.Â
Akan tetapi dia tidak sadar bahwa selama ini Pak Tomo sudah berkeluarga dan harus memenuhi kebutuhan nafkah bagi keluarganya. Ada anak dan istrinya yang berharap Pak Tomo tidak terlalu percaya diri dengan kemalasannya.Â
Waktu itu istrinya bertanya kepadanya, mengapa beliau cukup percaya diri untuk bermalas-malasan dan hanya tiduran saja. Jawaban Pak Tomo hanya simpel, yaitu "Gak usah takut, kan rezeki sudah diatur".
Istrinya pun heran apa yang merasuki suaminya tersebut. Kalau begini siapa yang kuat dengan pemikiran Pak Tomo tersebut.Â
Istrinya kembali bernostalgia bagaimana dulu dirinya sampai tertarik dengan Pak Tomo. Mengapa dirinya cukup terbuai oleh rayuan Pak Tomo yang menurutnya cukup dahsyat.