Sore itu hujan nampak lelah mengguyur lapangan yang belum genap berusia 5 tahun itu, di atas lapangan yang belum kering benar, aktivitas kaki kaki kecil nampak semarak dengan cuitan burung gereja yang "nemplok" di atas dahan mahoni dan randhu hijau. Ada satu bocah yang menjadi perhatian diantara bocah yang lainnya. Nama Lengkapnya Agus Sutrisno, Kawuk begitulah dia biasa dipanggil. Hanya bertinggi kurang dari 170 cm tapi Kawuk mampu mencuri perhatian diantara beberapa pemain yang sudah lama bergabung dengan klub SSB KU - 17 Putra Barata Magetan. Speednya diatas rata rata, insting membunuhnya jangan ditanyakan, driblingnya yahud, kedua kakinya sama kuat, kepalanya punya fungsi nyaris sama dengan kedua kakinya, dan salah satu keahliannya yang selalu dinanti adalah tendangan salto yang tak pernah terduga. "Salto Wuk , nek gol tak kek i 1000", ujar salah satu penonton yang melihat latihan dari arah pinggir lapangan. Kawuk pun hanya cuek saja mendengar teriakan "penggemarnya".
Bakat Kawuk mulai tercium oleh Wahyono, salah satu pelatih jempolan di Magetan, ketika dia memantau pertandingan festival sepakbola antar SMP. Dalam satu kesempatan Wahyono pernah berujar, "cah iki jane apik ning aku kok ra yakin". (Anak ini sebenarnya berbakat tapi saya kurang yakin). Entah apa yang membuat Wahyono kurang yakin, tapi yang jelas Wahyono tetap melirik bakat anak yang tidak pernah punya kaos kaki bola ini. Sampai akhirnya Kawuk ditawari oleh Wahyono untuk mengikuti seleksi di Ngawi, tempat Wahyono melatih tim Bonden setempat di Liga Remaja KU-18. Kawuk kecilpun mengiyakan ajakan itu, dan tak pernah berpikir apa-apa. Sampai waktunyapun tiba, Kawuk berangkat bersama dengan Wahyono, berangkat dari rumah Wahyono yang tak terlalu jauh dari rumah Kawuk. Mengendarai mobil tua bermerk Hijet dengan sticker besar di kaca belakang bertuliskan "Jalan Bola Tak Pernah Lurus", Kawuk menuju Stadion Ketonggo dengan raut muka yang sangat datar tanpa ada garis ketegangan.
Sampailah di Stadion Ketonggo. Untuk pertama kalinya Kawuk bermain bola di Stadion, apalagi bukan di Stadion Kota ia lahir, sebuah mimpi yang tak pernah ia beli, apalagi ia dagangkan. Seleksi awal dilahap Kawuk dengan penuh sensasi, di sesi games, Kawuk mampu menunjukkan skillnya dengan satu gol Khasnya, yaitu Salto. Kawuk Salto, begitulah akhirnya dia dijuluki oleh jajaran staf pelatih dan pemain lainnya. Hanya butuh sekali seleksi untuk membawa Kawuk melaju menjadi bagian penting Tim Liga Remaja KU-18 Ngawi. Kawukpun mampu menghipnotis publik Ngawi dengan skil skil yang ia miliki, satu gocek dua gocek , satu sentuh bola kemudian sprint pendek dan booom, menjadi santapan sehari hari kawuk di arena latihan. Publik Ngawi pun tercengang melihat aksi kawuk di sesi latihan itu, tak butuh waktu lama untuk menjadikan Kawuk sebagai Idola baru publik Sepakbola Ngawi.
Pertandingan perdana Liga Remaja Zona Jatim tinggal menyisakan hitungan hari, Kawuk yang baru saja diberikan Kaos latihan bernomer panggung 9, sepatu baru merk asal Jerman dan Jaket training berwarna hitam nampak kegirangan. Di Halaman Rumah Wahyono yang sangat kental dengan sentuhan Bola ini, banyak para pemain berkumpul,salah satunya Kawuk, dipanggillah Kawuk Oleh Wahyono. "Wuk Sini Wuk?", panggil Wahyono Kepada Kawuk, "Nggih Pak, sahut Kawuk". "Duduk sini, aku mau ngomong", dengan muka agak tegang kawuk duduk di samping Wahyono, "ada apa Pak?", tanya Kawuk penuh risau. "Kamu Yakin dengan Sepakbola?", kembali Wahyono bertanya. "Ya Yakin to Pak, kenapa to Pak?", Kawuk makin risau. "Aku juga yakin dengan Sepakbola, tapi aku kok gak Yakin ya sama Kamu", Wahyono mulai serius. "Wah, kok aku gak mudeng ya pak, piye to pak? Aku sih yakin dengan sepak bola Pak, pasti mampulah aku jadi pemain bola tenanan". Sahut Kawuk dengan penuh keyakinan. "Yo Wis, berarti aku yang gak PD, yo wis makan dulu sana", penuh nanar Wahyono melawan nuraninya, dan Kawukpun bergegas ke ruang dapur menyantap makan siang bersama kawan yang lainnya.
Apa yang ada di benak Wahyono menjadi ketakutan yang tak pernah terjawab, sampai akhirnya waktu pun membuka tabir itu. Satu Hari menjelang pertandingan pertama Liga Remaja Zona Jawa Timur yang mempertemukan Tim Liga Remaja Ngawi melawan tamunya Perseta Tulungagung, sebuah tragedi yang tak diinginkan terjadi, Mobil yang hendak menuju mess pemain di Ngawi, yang ditumpangi Kawuk bersama sang Pelatih Wahyono dihantam oleh Bus Jurusan Surabaya - Jogja dari arah yang berlawanan. Wahyono selamat tanpa cacat, tapi nyawa Kawuk tak bisa diselamatkan. Ketidakyakinan Wahyonopun Akhirnya terjawab, bocah ndeso yang skill dan semangatnya tak ada duanya itu, harus terkubur bersama jasadnya di liang peristirahatan. Tetesan airmata mengiringi kepergian Kawuk, sebuah bakat yang harus lenyap oleh sebuah tragedi.
Selamat Jalan Kawuk, semoga kau tenang disana, masih banyak Asamu tertanam di Kawuk Kawuk yang Lainnya. Jalan Bola Tak Pernah Lurus.
-- Sebuah satire atas tragedi yang terus menerus menerpa persepakbolaan kita.
*Tulisan ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan nama, waktu, dan tempat, semua itu hanya kebetulan belaka*
Indahnya sebuah Harapan.
Salam Jaya Sepakbola Nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H