Kondisi yang dialami anak orang kaya adalah impian bagi banyak anak dari keluarga miskin. Mereka adalah generasi perintis yang harus memulai dari 0 bahkan minus.
Kehidupan sehari-hari anak orang miskin dijalani dengan penuh tekanan baik dari luar rumah dan dalam rumah itu sendiri. Anak orang kaya dengan anak orang miskin sama-sama pernah menghadapi masalah pertemanan, asmara, maupun di sekolah atau kuliah.
Akan tetapi, anak orang miskin seringkali direndahkan oleh orang tuanya sendiri. Ketika anak bercita-cita jadi pilot maka ortu akan menyangkalnya dan mengatakan bahwa impian itu mustahil dicapai.
Belum lagi kalau si anak sudah umur 20-an dan masih menganggur. Orang tua miskin bukannya menyemangati dan mencarikan pekerjaan untuk anaknya justru menjatuhkan mentalnya. Orang tua miskin seringkali mengungkit kesalahan anak-anaknya dimasa lalu dan menumpahkan pada anaknya dimasa kini.
Kekerasan verbal sudah menjadi makanan sehari-hari si anak. Bahkan, beberapa orang tua tega melakukan kekerasan fisik pada anaknya dengan dalih agar anaknya sadar dengan kesalahannya.
Hasil dari pola pendidikan dalam keluarga seperti itu adalah anak yang rendah diri, pesimis, dan mudah menyerah. Tetap ada pengecualian untuk anak-anak yang memilih untuk tetap berjuang dan berhasil meraih masa depan yang cerah.
Anak orang miskin pada hakikatnya bisa merubah nasibnya dan memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Namun, mereka perlu menemukan lingkungan pertemanan dan komunitas yang memantik usaha mereka. Dorongan atau motivasi tidak harus selalu dari dalam diri tapi terkadang kejadian ataupun interaksi dengan orang lain yang menghadirkan motivasi untuk meraih cita-cita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H