Mohon tunggu...
Arif Eko Wahyudi
Arif Eko Wahyudi Mohon Tunggu... -

Muslim, Pembina Pramuka, Sport Pilot, Scuba Diver, Hang Gliding, Paragliding, Microlight Trike

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan, Pemberontak, dan Pecundang

10 November 2016   15:28 Diperbarui: 10 November 2016   15:40 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akan berbeda ceritanya kalau di pertempuran Surabaya 1945 mereka kalah dan sampai sekarang Indonesia masih terjajah. Kepada para pahlawan itu akan dicap sebagai pemberontak.

Sama dengan nasibnya Pangeran Diponegoro yang dicap pemberontak oleh Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Namun sekarang beliau adalah Pahlawan Indonesia. Karena yang diperjuangkan beliau menang, dan karenanya Indonesia menjadi ada dan merdeka.

Jadi pemaknaan pahlawan dan pemberontak tergantung sudut pandang dan situasinya. Dilihat dari sudut pandang, Pangeran Diponegoro adalah pahlawan bagi bangsanya, sekaligus sebagai pemberontak bagi pemerintah pada saat itu. Sedangkan dari situasi, akan menjadi pahlawan apabila kepentingan yang diperjuangkan menang. Namun akan dicap sebagai pemberontak apabila kepentingan yang diperjuangkan kalah dengan kelompok lainnya.

Tapi yang jelas, antara pahlawan dan pemberontak memiliki ciri kesamaan: (1) berani; (2) berkorban; (3) ada usaha membela kebenaran yang diyakininya; (4) melawan/menentang kebatilan; (5) berhadap-hadapan secara jelas, memposisikan dirinya secara jelas, tidak ambigu, tidak mem-bunglon, tidak munafik, tidak ‘berdiri di dua sisi’; (6) yang pasti melakukan perlawanan, tidak diam mencari selamatnya sendiri, atau hanya membatin saja; dan (7) memiliki tujuan mulia yang bisa diwariskan ke penerusnya dengan bangga.

Apabila mau mencari pembanding, rakyat Indian dan rakyat Aborigin tidak memiliki “pahlawan”. Karena mereka kalah dengan orang asing. Negara yang mereka perjuangkan tidak kunjung ada sampai sekarang. Mereka gagal mandaulatkan kemerdekaannya sebagai bangsa dan Negara, sehingga terbentuklah USA dan Australia. Kalau Palestina, mereka sedang dalam proses penulisan sejarah kepahlawanannya.

Lalu, bagaimana dengan pecundang? Tentu saja pecundang tidak memiliki ciri-ciri tersebut. Dalam pertempuran Surabaya 1945 adakah pecundang? Bagaimanakah ciri-ciri mereka.

Tentu saja tidak bisa membayangkan situasi November 1945 di Surabaya dengan gambaran situasi saat ini. Sekarang akan sangat mudah membedakan siapa pahlawan dan siapa pecundangnya, karena sudah diketahui siapa pemenangnya. Sudah terlewati dan sudah jelas semua. Harus membayangkan realitas sosial dan fakta sejarah yang terjadi saat itu dan menyandingkan dengan realitas sosial saat ini untuk memahaminya.

Pasti ada pro-kontra di pertempuran Surabaya 1945. Pasti ada saja orang-orang pribumi yang lebih memilih membela penjajah. Ditinjau dari kekuatan angkatan perang, tentara dan pejuang Indonesia sangat tidak sebanding dengan tentara Sekutu-Inggris. Sehingga masuk akal apabila ada orang-orang yang tidak percaya Indonesia akan tetap merdeka. Masuk akal pula kalau orang-orang itu lebih memilih membantu orang asing (penjajah) daripada membantu perjuangan saudara sebangsanya. Kepada orang-orang jenis itu,  pejuang Indonesia menyebutnya pemberontak. Mereka dijuluki pemberontak oleh teman sebangsanya, namun tidak oleh sekawannya (orang asing penjajah).

Terhadap orang-orang yang lebih membela kepentingan orang asing (penjajah) itu, bisa dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama adalah orang-orang yang secara jelas dan nyata membela sekutu-penjajah. Pejuang kita menyebutnya antek Belanda. Terhadap kelompok ini, cirinya sama dengan pejuang/pemberontak di atas, jelas statusnya. Hanya masalah waktu saja untuk mendeklarasikan sebagai pahlawan atau pemberontak.

Kelompok kedua adalah kelompok yang tidak terdeteksi. Terhadap saudara sebangsa menjadi kawan, dipihak musuh-penjajah pun menjadi kawan dekat. Sebagian dari mereka kepada pejuang Indonesia terlihat membantu, namun bersamaan dengan itu mendukung berlangsungnya penjajahan.

Mereka berusaha mencari selamat. Berdiri di dua “kaki”. Apabila pejuang Indonesia menang, mereka juga turut memproklamirkan diri turut serta perjuangan. Syukur-syukur bisa menjadi pahlawan. Pahlawan kesiangan J Namun apabila orang asing menang, tentu mereka tetap nyaman dengan kepentingan-kepentingan yang telah dimiliki dan berharap akan bertambah lagi. Kepada kelompok kedua inilah disematkan label pecundang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun