Mohon tunggu...
Arif Budi Setiawan
Arif Budi Setiawan Mohon Tunggu... Psikolog - M.Psi., Psikolog

Psikolog Klinis Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainuddin Surakarta | Psikolog Klinis Aplikasi Daring Alodokter http://s.id/telekonseling | Founder www.psikologklinis.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hubungan Terapeutik Psikolog dengan Klien

22 Maret 2021   13:47 Diperbarui: 2 April 2021   10:47 2234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi terapi psikologi (sumber: shutterstock via kompas.com)

Psikolog atau profesional di bidang kesehatan (terutama kesehatan mental) kerap kali berhubungan dengan klien dengan segala permasalahannya. 

Ada beberapa yang selesai dengan obat-obatan farmakologi, akan tetapi ada banyak lainnya yang kurang efektif dengan pengobatan farmakologi. Atau bahkan perlu penanganan dengan farmakologi dan metode lainnya.

Tidak selamanya, penanganan psikologis berupa psikoterapi atau terapi relaksasi. Bahkan terapi sudah dapat dimulai sejak pertemuan di awal dengan klien (pasien). salah satu metodenya adalah dengan menjalin hubungan terapeutik. 

Hubungan terapeutik antara psikolog dengan klien (pasien) bisa menjadi mempermudah proses psikoterapi selanjutnya. 

Hubungan terapeutik tidak berkaitan dengan keterampilan tertentu secara mental, melainkan sikap hubungan yang baik antara Psikolog dengan klien (pasien). 

Hubungan ini harus menciptakan lingkiungan yang aman, kondusif utnuk komunikasi, dan pembangunan kepercayaan. Hubungan baik yang bersifat terapeutik antara Psikolog dengan klien (pasien) dapat tercapai dengan cara bekerja sama demi kepentingan terbaik klien (pasien). Kondisi terapeutik ini dimulai sejak pertemuan awal dari Psikolog dengan klien (pasien).

Inti dari hubungan terapeutik adalah sebagai berikut :

1. Kesan awal hubungan antara Psikolog dengan klien (pasien) merupakan hal yang penting. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memancing klien (pasien) untuk berbicara atau menceritakan hal yang sedang ia rasakan. 

Melemparkan pertanyaan yang bersifat terbuka dan pertanyaan yang umum (bukan pribadi) dapat membantu proses membangun kesan awal ini. Sikap untuk membangun kesan awal ini perlu sikap peduli dan sikap tidak menghakimi.

2. Membangun kepercayaan kepada klien (pasien) merupakan inti dari proses terapeutik ini. Banyak klien (pasien) mengalami kekecewaan dan hubungan yang tidak stabil. Tanpa kepercayaan dari klien (pasien), proses terapeutik kurang dapat berjalan dengan baik. Selain itu, perlu juga untuk membangun adanya batasan-batasan, konsisten, serta perlu adanya kesepakatan untuk menjamin kerahasiaan.

3. Meningkatkan kepercayaan diri klien (pasien). Banyak klien yang datang dengan perasaan rendah diri dan tak berdaya. Proses awal terapeutik adalah dengan membangun harga diri klien (pasien), meningkatkan dan memahamkan potensi-potensi yang ada dalam diri klien (pasien). 

4. Empati, yakni terbuka untuk memahami persepsi klien (pasien) dan membantu klien memahami melalui eksplorasi terapeutik. Berbeda dengan simpati yang hendaknya kita singkirkan dari diri kita, yakni sikap terjebak pada perasaan klien (pasien). 

5. Orisinalitas atau kejujuran (keaslian) diri ditunjukkan kepada klien (pasien), hal ini berkaitan dengan membangun perasaan yang nyata antara Psikolog dengan klien (pasien) dan mengembangkan sikap kepercayaan antara keduanya.

Sumber gambar: dictio.id
Sumber gambar: dictio.id
Berikut adalah fase hubungan antara Psikolog dengan klien (pasien) :

1. Fase perkenalan, merupakan kesan awal yang terbentuk antara Psikolog dengan klien (pasien)

2. Pembangunan hubungan awal kemudian pembangunan kepercayaan

3. Membangun keterikatan dengan klien (pasien)

4. Klien (pasien) didorong untuk mengidentifikasi masalah dan bekerja sama dengan Psikolog untuk membantu dirinya sendiri

5. Setelah hubungan baik terjalin, bisa berlanjut ke proses berikutnya

6. Fase identifikasi, meliputi : a) Menyamakan persepsi antara Psikolog dengan klien (pasien). b) Mengenal dan memahami klien (pasien)

7. Fase aktivitas atau bekerja, merupakan fase dimana klien (pasien) berkomitmen terhadap proses, terlibat dalam proses pembuatan keputusan demi diri sendiri, bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan berusaha menjadi pribadi yang mandiri

a) fase bekerja, yakni fase yang diawali dengan tugas-tugas dan rencana-rencana yang akan dilakukan setelah sesi tersebut selesai

b) Klien harusnya percaya kepada Psikolog dan merasa Psikolog berada di pihaknya ketika permasalahan yang lebih sulit muncul lagi

c) Fase bekerja ini hendaknya dilakukan dengan cara lebih berhati-hati. Jika terlalu dini diberikan klien (pasien) bisa tiba-tiba merasa disakiti dan berhenti ditengah jalan

8. Fase resolusi, fase dimana klien (pasien) sudah mendapatkan hal yang ia butuhkan dan sedang dalam proses untuk menyelesaikan sesi konseling

a) telah diidentifikasi rencana pencapaian tujuan dan solusi ketika muncul kondisi krisis kembali

b) Adanya kesadaran akan rasa takut ditinggalkan serta kebutuhan untuk menjalin hubungan kedekatan

c) Psikolog dan klien (pasien) mungkin akan merasakan kesedihan akibat perpisahan, hal ini adalah hal yang normal

d) Beberapa kecenderungan kepribadian tergantung, membutuhkan bekal berupa penyelesaian hubungan Psikolog, meningkatkan kemampuan refleksi hal-hal positif pada diri klien (pasien) sendiri, meningkatkan potensi positif dengan cara menjalin hubungan sosial dengan orang lain.

9. Fase kepercayaan telah terbangun, jika ada situasi klien (pasien) kembali datang dan menanyakan terkait permasalahan yang dihadapi, tidak perlu lagi ke fase orientasi akan tetapi bisa langsung identifikasi masalah baru dan membangun ekspektasi. Ini harusnya menjadi lebih cepat

*) Catatan: kepercayaan dan perasaan aman dari klien (pasien) adalah hal yang sangat penting, terutama yang mengalami masalah terkait trust issues, orang yang merasa telah di khianati, dan sangat rapuh.

Sumber gambar : http://yayasanpulih.org/2020/04/konseling-gratis-untuk-perempuan-dan-anak-yang-mengalami-kekerasan/
Sumber gambar : http://yayasanpulih.org/2020/04/konseling-gratis-untuk-perempuan-dan-anak-yang-mengalami-kekerasan/
Komunikasi nonverbal bisa menjadi sumber data tambahan selain komunikasi verbal.

1. Komunikasi verbal bisa jadi hal yang penting, akan tetapi komunikasi nonverbal bisa menjadi komponen untuk evaluasi

2. Bisa juga sebagai data tambahan untuk observasi

3. Beberapa orang menyampaikan bahasa nonverbal yang tidak ada kaitannya dengan apa yang dibicarakannya. Misalnya kondisi mengepalkan tangan, menyilangkan lengan.

4. Komunikasi nonverbal juga dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan tersirat oleh Psikolog kepada klien (pasien)

5. Penampilan fisik juga memberikan arti tertentu. Klien (pasien) yang memiliki penampilan rapi merupakan tanda bahwa dirinya peduli pada diri sendiri dan memiliki pikiran yang positif terhadap dirinya. Klien (pasien) yang mengalami skizofrenia atau depresi mungkin memiliki penampilan yang acak-acakan dan tidak terawat

6. Gerakan tubuh atau postur tubuh tertentu dapat menggambarkan kesan awal. Misalnya gerakan yang terlalu lambat atau terlalu cepat atau posisi badan ketika duduk yang cenderung merosot dapat mengindikasikan kesan tertentu, misalnya depresi. 

Gerakan tubuh bisa juga mengindikasikan sedang mendapatkan pengobatan tertentu, misalnya sedang menjalani pengobatan antipsikotik mengalami pseudoparkinsonisme, atau kegelisahan (akathisia). 

Senyum yang hangat atau tangan yang disilangkan (kurang menunjukkan kehangatan) juga memiliki arti tersendiri

7. Arti sentuhan kepada klien (pasien) dapat berarti merupakan wujud empati kepadanya, meskipun demikian pada setiap negara memiliki arti tertentu. Hendaknya hati-hati dalam memberikan sentuhan ini kepada klien (pasien) dan memerlukan izin terlebih dahulu.

8. Kontak mata dapat menampilkan tingkat keterampilan sosial dan harga diri. Mempertahankan kontak mata selama percakapan menunjukkan bahwa ia memiliki keterampilan sosial yang baik dan memiliki harga diri. 

Kurangnya kontak mata ini bisa menjadi pemicu kecurigaan tertentu atau ada hal yang disembunyikan. Kontak mata ini juga perlu melihat budaya setempat.

9. Suara akan menunjukkan mood yang dialami klien (pasien). Bisa dari pitch, kenyaringan, kecepatan bicara. Orang yang berbicara keras, cepat, dan ada tekanan dalam suara dapat menunjukkan kecurigaan ke arah manik. 

Nada berbicara tinggi dan cepat dapat mengindiasikan klien (pasien) yang sedang mengalami kecemasan. Orang yang sedang mengalami depresi dapat menunjukkan suara yang cenrderung lemah dan lambat.

Berikut teknik yang bisa digunakan untuk menciptakan hubungan terapeutik antara psikolog dengan klien (pasien).

Daftar Pustaka : Pedersen, D.D. 2014. Psych Notes - Clinical Pocket Guide 4th Edition. Philadelphia : F.A. Davis Company.
Daftar Pustaka : Pedersen, D.D. 2014. Psych Notes - Clinical Pocket Guide 4th Edition. Philadelphia : F.A. Davis Company.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun