Mohon tunggu...
Arifatul
Arifatul Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Keutamaan Seorang Laki-laki Dalam Mencari Harta dengan Menggunakan Etika Jual Beli

5 Maret 2019   21:50 Diperbarui: 5 Maret 2019   22:27 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

( : *: * ) . .                                                                                                                                       

Artinya: dari Rifa'ah bin Rapi' RA, sesungguhnya Nabi SAW ditanya: apa pekerjaan yang paling utama atau baik?". Rasulullah menjawab, "Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap  jual-beli yang baik (HR al-Bazhar dan dibenarkan al-Hakim)

A. Pekerjaan dengan tangan sendiri

Maksud pekerjaan dengan tangan sendiri adalah pekerjaan yang dilakukan seorang tanpa meminta-minta. Di dalam suatu hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sudah di sebutkan bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan yang dibawah. Nikmat Allah SWT yang paling utama yaitu lapangan rizki dan banyak harta. Pekerjaan yang baik itu bisa berupa profesi apapun yang penting mencari rizkinya itu dengan cara yang halal. Misalnya:Tukang batu, tukang kayu, guru, dokter,tukang bangunan dan masih banyak lagi profesi lainnya. Seperti halnya orang yang mrmbawa tali lalu keluar pergi ke tempat-tempat pengembalaan atau pergi ke ladang-ladang, ke semak-semak tau pun ke hutan-hutan untuk mencari kayu bakar adalah sesuatu yang tidak di senangi oleh orang banyak, atau mencari rumput lalu membawanya di atas punggung kemudian ia pergi untuk menjual rumput tersebut dengan harga nilai rupiah yang tidak seberapa untuk memenuhi makan demi menjaga kehormatan dirinya dan keluhuran budinya serta demi menjaga perasaan malu meminta-minta, maka hak tersebut lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang baik yang belum tentu diberi atau tidak. (Rokhim,2008:72)

Bekerja atau mencari rezeki Allah dalam islam merupakan sebuah keharusan yang di bebankan kepada setiap orang mukallaf, bahkan sudah menjadi kewaniban yang hakiki bagi setiap suami guna untuk menafkahi anak dan istrinya. Bekerja sangat di anjurkan dengan tujuan agar manusia dapat hidup mandiri dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya dan mampu dalam membantu orang lain secara ekonomi dengan melalui media-media yang sudah di anjurkan di dalam islam seperti sedekah, infaq, maupun zakat. Di dalam islam bekerja itu mempunyai nilai di antaranya:

  • Bekerja sebagai media untuk memakmurkan bumi
  • Bekerja untuk mencapai suatu kebahagiaan
  • Bekerja juga merupakan suatu kehormatan
  • Bekerja juga dapat mencerminkan dari kekuatan seseorang
  • Bekerja merupakan salah satu perintah agama
  • Bekerja merupakan kompetensi dalam berbuat kebaikan
  • Bekerja juga sebagai media zikir kepada Allah
  • Dan bekerja juga merupakan media untuk mewujudkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jiwa dan raga (Aravik,2016: 88-89)

B. Jual beli

Sedangkan maksud dari perniagaan yang baik yaitu perniagaan atau perdagangan tanpa adanya sedikitpun kekurangan dan penipuan. Entah itu dalam kecurangan timbangan maupun kecurangan dengan menyembunyikan kerusakan barang yang di jual. Sehingga apapun pekerjaannya akan menjadi suatu pekerjaan yang paling baik. Asal pekerjaan itu termasuk halal dan bukan meminta minta. Laki-laki maupun perempuan yang pekerjaannya berdagang sayur-mayur dan sebagainnya yang dapat di jual, dan itupun harganya tidak seberapa, menurut syari'at pekerjaan seperti itu yang lebih baik daripada mereka yang kerjaan ya hanya keliling dan mondar mandiri si jalan sambil meminta minta kepada siapapun yang ia temuinya (Rokhim,2008: 73)

Jual beli memiliki arti menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu (akad). Akad dilakukan karena yang menjadi salah satu prinsip dalam muamalah yaitu "An-taradin" atau atas kerelaan yang di miliki para pihak dalam melakukan akad. Di dalam melakukan akad itu juga harus memenuhi yang namanya rukun akad, yang mana rukun akad tersebut terdiri dari:1. Aqidain (dua orang yang melakukan akad) 2.ma'qud alaikum (objek akad 3. Shigat aqad (adanya ijab qabul). Pada dasarnya akad dilakukan dengan lisan,namun bukan bukan satu-satunya cara untuk melakukan akad. Ada beberapa cara yang bisa di lakukan untuk melakukan akad,diantaranya:

  • Aqad al-Mu'athah atau Ta'athy (saling memberi)

Yang di maksud dari akad mu'athah adalah akad saling menukar dengan perbuatan yang menunjukkan kerelaan tanpa adanya ucapan ijab dan qabul

  • Aqad bi al-Kitabah (Akad dengan tulisan)

Yaitu akad sah yang dilakukan melalui tulisan oleh dua orang yang berakad baik keduanya mampu bicara maupun bisu. Keduanya dapat hadir pada waktu akad ataupun tidak hadir (ghaib) akan di  dengan bahasa yang dapat dipahami oleh kedua orang yang berakad.

  • Aqad bi al-Isyarat (Akad dengan isyarat)

Akad ini di lakukan oleh orang yang tidak bisa bicara, dan orang yang tulisannya tidak baik atau tidak bisa menulis. Apabila ada orang yang demikian maka boleh menggunakan akad syarat, dan apabila orang tersebut masih bisa melakukan kedua akad tadi maka tidak sah akadnya apabila menggunakan akad syarat ini. (Rozalinda,2015:46 dan 54-55)

Di dalam surah Al-Baqoroh ayat 275 telah di sebutkan

.  (: )  

Artinya:"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (Al-Baqarah:275)

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa dalam jual beli itu sudah halal asalkan tidak ada unsur riba di dalam jual beli tersebut. Dalam jual beli itu juga terdapat rukun yang harus di penuhi,dengan tujuan agar jual beli tersebut di anggap sah dan tidak akan menimbulkan unsur keribaan. Adapun rukun dari jual beli yaitu: 1.harus berakal, maksudnya harus berakal itu agar dia tidak terkecoh 2. Dengan kehendak sendiri bukan atas dasar paksaan , maksudnya antara pembeli dengan barang yang di beli itu sama" suka 3. Tidak mubadzir (pemboros), maksud pemboros disini yaitu harta pemboros itu masih berada di tangan wali nya 4. Baligh, maksud baligh disini yaitu orang tersebut sudah bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Karena anak kecil tidak sah dalam jual beli. Dan sebagian ulama berpendapat jika ada anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai pada umur dewasa (baligh), mereka itu di perbolehkan dalam berjual beli dengan syarat barang yang kecil-kecilan. (Rasjid,2002:278-279)

Maksud dari Allah mengharamkan riba di dalam jual beli yaitu:

Pengertian dari riba yaitu akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, dan tidak diketahui sama atau tidaknya menurut ketentuan syarat', atau terlambat menerimanya. Tidak di perbolehkannya riba itu karena unsur riba lebih banyak merugikan orang lain. Sebagian ulama' berpendapat riba itu di bagi menjadi 4 macam:

  • Riba fadli yaitu menukarkan dua barang yang jenisnya sama dengan barang yang jenisnya tidak sama.
  • Riba qardi yaitu utang kepada orang lain dengan syarat harus ada keuntungan kepada orang yang memberi hutang
  • Riba yad yaitu berpisahnya penjual dan pembeli dari tempat akad sebelum timbang terima
  • Riba nasa' yaitu riba yang di syaratkan dari kedua barang yang di tukarkan itu di tangguhkan pepenyerahannnya.(Rasjid,2002:290)

Di dalam jual beli juga ada istilah gharar, yaitu kesepakatan ketika melakukan jual beli dalam kondisi barang yang di jual belikan itu belum pasti benar atau sama dengan seperti jual beli barang yang masih di batang sehingga apa yang di dapat dari yang di beli itu belum tentu sama isinya dengan wujud aslinya. Cara jual beli seperti ini dapat merugikan pembeli, kalau barang-barang yang di belinya tidak sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya juga dapat merugikan penjual, karena pembeli cenderung membayarnya dengan harga yang lebih rendah, di bandingkan dengan barang yang sudah jelas-jelas nampak. Tindakan gharar ini sama seperti penipuan, ada yang bersifat perkataan dan ada yang bersifat perbuatan. Contoh gharar perbuatan yaitu memberi cat suatu benda untuk menyembunyikan cacat atau jenisnya. Sedangkan contoh dari gharar yang perkataan yaitu ucapan promosi atau iklan bohong yng menyatakan keunggulan suatu produk. Segala bentuk perbuatan gharar yang mengakibatkan kerugian pada orang lain yang mengharuskan pelaku gharar tersebut mengganti kerugian yang terjadi. Dan para ulama sudah sepakat bahwa seluruh akad yang mengandung unsur gharar itu tidak sah. (Aravik,2016:56-57)

                                                                                           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun