Mohon tunggu...
arif ardliyanto
arif ardliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis, pengajar, entrepreneurship

Saya pernah bekerja sebagai tukang tulis media cetak nasional, saat ini ingin menularkan pengalaman yang pernah diperoleh. Namun saya juga pengen belajar untuk ditularkan kembali

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kunker, Sebuah Kebutuhan atau Kebiasaan Wakil Rakyat

5 Oktober 2019   22:46 Diperbarui: 9 Oktober 2019   19:14 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyandang predikat wakil rakyat memang tidak gampang, apapun yang dilakukan akan mendapat sorotan. Untuk itu, mereka (DPR) harus berhati-hati dalam menjalankan kewenangan yang diperoleh.

Sebagai wakil rakyat, DPR memiliki tugas untuk mewakili kepentingan rakyat. Mereka tidak boleh mengabaikan masyarakat, atau menelantarkan masyarakat yang ingin menyampaikan  aspirasi. Namun tidak sedikit wakil rakyat lupa ketika sudah duduk di kursi 'panas' dewan perwakilan rakyat.

Fenomena menarik terlihat di gedung DPRD Kota Surabaya. Para wakil rakyat ini telah selesai membahas semua alat kelengkapan dewan. Untuk mendinginkan otak, wakil rakyat ini memilih jalan-jalan yang dikemas kunjungan kerja.

Mereka memilih pergi ke Ibu Kota Jakarta dengan tujuan konsultasi Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Kota Surabaya tahun 2020 mendatang. "Sebagian besar memang ke Jakarta. Mereka konsultasi soal Pilwali," kata Sekertaris DPRD (Sekwan) Surabaya, Hadi Siswanto Anwar.

Tidak ada yang salah dalam proses kunker ini, karena dewan memiliki hak untuk kunker. Yang menjadi masalah adalah membiarkan kondisi gedung dewan kosong melompong. Apa jadinya jika ada masyarakat yang menyampaikan aspirasi, tetapi wakil-wakilnya tidak berada ditempat dan memilih 'jalan-jalan'. Apakah mereka (masyarakat) akan senang atau justru kecewa dengan fakta yang ditemukan.

Dari sini muncul persepsi, apakah kunker yang dilakukan dewan ini merupakan sebuah kebiasaan atau memang kebutuhan. Kalau dinilai kebiasaan mungkin saja ia, dilihat dari pengalaman-pengalaman anggota dewan terdahulu, hampir setiap bulan mereka melakukan kunker. Namun out put yang ditunjukan masih belum begitu jelas bagi kepentingan masyarakat secara umum.

Jika dilihat dari sebuah kebutuhan, persepsi inipun mungkin bisa terjadi. Namun pertanyaanya, seberapa penting kunker yang dilakukan wakil rakyat ini. Semua ini tergantung persepsi yang muncul bagi masyarakat, serta bagi anggota dewan sendiri.

Ada baiknya, wakil-wakil rakyat ini melakukan intruspeksi diri. Artinya, anggota dewan yang memiliki tugas mendengarkan aspirasi masyarakat juga dilakukan. Gedung dewan tidak boleh kosong, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya keluhan-keluhan dari masyarakat yang telah memilihnya.

Apalagi, anggota dewan ini telah mendapatkan hak gajinyanya yang sangat fantastis. Mereka mendapatkan total gaji senilai Rp53 juta. Secara rinci, jumlah uang negara untuk gaji anggota dewan adalah untuk uang representasi Rp 1.575.000, tunjangan jabatan Rp 2.283.750, tunjangan perumahan Rp 24.000.000, tunjangan komunikasi intensif Rp 14.700.000, tunjangan transportasi Rp 9.900.000, tunjangan keluarga Rp 220.500, tunjangan beras Rp 289.680 dan uang paket Rp 157.500. Dengan adanya rincian itu, maka total keuangan anggota DPRD Surabaya yang diterima senilai Rp 53.125.680.

Dengan jumlah uang itu, Pengamat Politik Komunikasi FISIP Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, D. Jupriono mengkritik, seharusnya sebagai wakil rakyat memiliki sikap peka sosial, karena mereka bisa duduk dikursi dewan karena dipilih rakyat. "Jelas jika dipandang secara perspektif (sudut pandang) keadilan dan moral sosial, itu menjadi masalah.

Ada stigma sosial selama ini bahwa anggota dewan belum menunjukan kinerja optimal dalam menyuarakan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Maka, anggota dewan mesti memiliki kepekaan sosial dan turut merasakan masih adanya problem konkret masyarakat, misal kemiskinan, pengangguran,  ketimpangan sosial,".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun