Mohon tunggu...
Arifania Ayu Prasasti
Arifania Ayu Prasasti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Flexing Di Era Digital : GAYA HIDUP ATAU EKSISTENSI SEMU?

10 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   19:24 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Contoh : Foto Flexing (Sumber : Pinterest))

Sebagian pelaku flexing percaya bahwa keberhasilan yang mereka bagikan dapat menginspirasi orang lain untuk berusaha lebih keras. Misalnya, membagikan cerita tentang perjuangan menuju kesuksesan dapat memberikan pelajaran bagi mereka yang tengah menghadapi tantangan serupa.

3.Pengakuan Sosial

Dalam masyarakat yang terhubung melalui media sosial, pengakuan dari orang lain menjadi penting. Flexing sering digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang telah mencapai sesuatu yang layak dihargai, baik itu oleh teman, keluarga, maupun publik yang lebih luas.

Namun, ketika flexing menjadi berlebihan, hal ini sering kali berubah menjadi ajang pembuktian diri yang dangkal, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.

FLEXING SEBAGAI MANIPULASI SOSIAL

Di sisi lain, flexing sering dianggap sebagai bentuk manipulasi sosial, dimana seseorang mencoba memengaruhi pandangan orang lain tentang diri mereka. Dengan menampilkan citra sempurna, seseorang dapat menciptakan ilusi kehidupan yang sebenarnya jauh dari kenyataan. Fenomena ini semakin berkembang seiring dengan penggunaan media sosial yang mempermudah orang untuk “mengkurasi” kehidupan mereka agar terlihat sempurna di mata publik.

Beberapa alasan mengapa flexing dianggap sebagai manipulasi sosial:

1.Tekanan Sosial

Flexing sering kali menciptakan standar hidup yang tidak realistis. Orang yang melihatnya merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang sama, meskipun itu di luar kemampuan mereka. Hal ini terutama dirasakan oleh generasi muda yang rentan terhadap pengaruh media sosial. Contohnya, seseorang yang membagikan momen pembelian barang mahal dapat secara tidak langsung memberikan pesan bahwa hidup hanya dianggap sukses. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam lingkaran konsumtif demi menjaga citra mereka di hadapan publik

2. Pamer Palsu

Tidak sedikit orang yang menggunakan trik untuk menciptakan ilusi kemewahan. Beberapa pelaku flexing mungkin menyewa barang-barang mewah, seperti mobil. Ada juga yang menggunakan aplikasi pengeditan agar foto terlihat lebih menarik. Contoh nyata adalah tren “rental mewah” di mana seseorang menyewa properti mahal hanya untuk keperluan konten media sosial. Hal ini menciptakan kesan palsu tentang kemampuan finansial mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun