Guru merupakan profesi yang sangat mulia dan berjasa. Banyak orang-orang besar dan hebat lahir berkat didikan dari seorang guru. Bahkan profesi seorang guru adalah profesi yang pertama kali dicari oleh Kaisar Hirohito setelah bom yang dijatuhkan sekutu di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke-2 yang memporak-porandakan Jepang.
Dalam Islam sendiri, sosok guru memiliki peranan yang sangat penting, di samping mengemban misi akademik agar peserta didik menguasai ilmu-ilmu agama, guru juga mengemban tugas yang mulia yaitu membimbing, mengarahkan, dan membuat peserta didik lebih dekat dengan Allah SWT.
Dengan demikian, menjalani profesi sebagai seorang guru bukanlah suatu hal yang mudah. Perlu keahlian, keilmuan, kesiapan mental, kedisiplinan, kematangan berfikir, dan sikap profesional.
Beberapa waktu yang lalu, sempat viral beberapa kasus oknum guru yang melakukan kekerasan berupa pemukulan dan penganiayaan kepada anak didiknya yang dianggap tidak disiplin dan melanggar aturan. Sikap arogansi ini tentu tidak dibenarkan meskipun tujuannya untuk mendisiplinkan dan menertibkan peserta didik, karena sejatinya pendidik adalah teladan bagi anak didiknya.
Padahal dalam Islam seorang guru dianjurkan untuk bersikap lemah-lembut terhadap murid-muridnya, menyirami mereka dengan untaian motivasi dan inspirasi agar semangatnya dalam belajar tidak layu dan mati. Bukannya bersikap antipati dan tak peduli, mematahkan mental, bahkan sampai melukai peserta didik secara fisik maupun verbal.
Para Ulama Salaf menganjurkan kepada pendidik agar menggunakan perkataan yang lembut, tawadhu', mencintai mereka, dan memperlakukan mereka dengan baik. Bila pendidik melakukan yang demikian, peserta didik akan merasa senang, nyaman, tentram, dan damai, sehingga ilmu yang disampaikan oleh seorang guru akan sampai dan melekat di hati dan ingatan murid-muridnya.Â
Rasulullah Saw. juga menganjurkan untuk bersikap lemah lembut dalam segala urusan.
Rasulullah Saw. bersabda "Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan." (HR. Bukhari & Muslim)
Di masa sekarang, banyak diantara pendidik yang bersikap otoriter, sewenang-wenang, ingin menang sendiri, maunya didengarkan dan tidak mau mendengarkan pendapat peserta didik sehingga di kelas mereka diam, bungkam, dan tenggelam dalam dialog panjang di dalam kepala mereka.
Buya Hamka menyampaikan renungan dengan kalimat yang indah dalam buku yang berjudul "Lembaga Budi". Buya Hamka menuturkan, "banyak guru agama dan orang tua yang gagal dan mengeluh karena kegagalannya. Nasehat dan pelajaran agama yang diberikannya tidak segera diterima oleh orang banyak atau keluarganya. Apakah muasal penyebabnya? hal ini karena ia mendahulukan Nadzir daripada Basyir (mendahulukan ancaman daripada bujukan). Mendahulukan 'Usran
daripada Yusran (mendahulukan yang sukar daripada yang mudah). Dia menghardik, mengusir, menghujat. Bukan merangkul dan mengumpulkan, dan ketika ia gagal, pihak lain pula yang disalahkannya."